Selasa, 7 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK Gunakan Pasal Kerugian Negara dalam Penyidikan Kasus Korupsi Kuota Haji

KPK menggunakan pasal yang menyasar kerugian keuangan negara, mengindikasikan adanya potensi kerugian besar yang ditimbulkan korupsi kuota haji

Editor: Erik S
Tribunnews/Ilham Rian Pratama
PENYIDIKAN KUOTA HAJI - KPK secara resmi menaikkan status penanganan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Pengumuman ini disampaikan pada waktu yang tidak biasa, yakni Sabtu (9/8/2025) dini hari, sekitar pukul 01.10 WIB 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menaikkan status penanganan dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024 ke tahap penyidikan

Dalam mengusut kasus ini, KPK secara spesifik menggunakan pasal yang menyasar kerugian keuangan negara, mengindikasikan adanya potensi kerugian besar yang ditimbulkan.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengumumkan langkah ini dalam konferensi pers yang digelar secara tak biasa pada Sabtu (9/8/2025) dini hari.

Baca juga: Babak Akhir Penyelidikan, KPK Targetkan Kasus Korupsi Kuota Haji Naik ke Penyidikan Bulan Ini

"Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan penyelidikan dugaan korupsi haji ke tahap penyidikan," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Secara tegas, Asep menjelaskan bahwa surat perintah penyidikan (sprindik) umum yang diterbitkan KPK mengenakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Kedua pasal tersebut merupakan pasal utama yang digunakan untuk menjerat pelaku korupsi yang perbuatannya mengakibatkan kerugian bagi negara.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menargetkan 'setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.' 

Ancaman pidananya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

Sementara Pasal 3 UU Tipikor menyasar 'setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara.' 

Ancaman pidananya bisa mencapai seumur hidup atau penjara hingga 20 tahun.

Baca juga: Momen Eks Menag Gus Yaqut Tinggalkan KPK Setelah Diperiksa KPK 5 Jam Terkait Kuota Haji

Penggunaan kedua pasal ini menegaskan fokus penyidikan KPK pada dugaan adanya penyalahgunaan wewenang yang berakibat pada timbulnya kerugian negara dalam proses pengelolaan kuota haji.

Pusat penyidikan kasus ini adalah dugaan penyelewengan dalam distribusi tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah untuk tahun 2024. 

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagian kuota seharusnya dialokasikan 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8% untuk haji khusus (1.600 jemaah).

"Ada proses-proses yang akan didalami. Ada di Undang-undang diatur 92 persen dan 8 persen. Kenapa bisa 50-50 dan (pendalaman) lainnya," jelas Asep pada kesempatan sebelumnya.

Baca juga: Dugaan Korupsi Kuota Haji: Duduk Perkara Kasus, Daftar Tokoh Diperiksa hingga Aturan yang Dilanggar

Meskipun status kasus telah naik ke penyidikan, KPK belum menetapkan satu pun tersangka. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved