Judi Online
Anggap Ganjil soal Penangkapan Penipu Bandar Judol di Bantul, DPR: Ironis, Kasus Ini Pintu Masuknya
DPR RI menilai pengungkapan kasus penipuan bandar judol di Bantul oleh Polda DIY sebagai hal yang ganjil.
TRIBUNNEWS.com - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menilai penangkapan penipu bandar judi online (judol) di Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, sebagai keganjilan.
Sebab, menurut Sudding, kasus penipuan bandar judol ini justru menjadi pintu masuk untuk memberantas praktik judi online di tanah air.
Ia pun mempertanyakan, mengapa Polda DIY tak menangkap bandar judol yang menjadi pelaku utama.
"Ada keganjilan yang tidak bisa diabaikan. Seharusnya yang disikat polisi, ya bandarnya, dan kasus ini pintu masuknya," kata Sudding dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/8/2025), dilansir Kompas.com.
"Kalau yang melapor bandarnya, kenapa polisi enggak tangkap? Dan kalaupun bukan, kenapa polisi tak tangkap bandarnya?" imbuhnya.
Sudding lantas menilai penangkapan penipu bandar judol sebagai hal ironis.
Baca juga: Sosok RDS, Dalang yang Bikin Rugi Bandar Judol, Raup Untung Rp50 Juta, Sehari Bikin 40 Akun
Sebab, kata dia, polisi begitu cepat menangkap warga yang merugikan situs judol, alih-alih memburu bandar yang jelas-jelas merugikan masyarakat.
Atas hal itu, Sudding menilai polisi terkesan membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh.
"Polisi bergerak cepat menangkap warga yang disebut merugikan situs judi online, namun keberadaan bandar yang jelas-jelas merupakan pelaku utama justru tak tersentuh."
"Ini seperti membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh dan hanya memangkas rantingnya. Kan ironis," pungkas dia.
Siapa yang Melaporkan?
Sebelumnya, pemberitaan mengenai penangkapan penipu bandar judol di Bantul menyita perhatian warganet.
Tak sedikit di antara warganet di X menuding Polda DIY mengamankan para pelaku untuk melindungi bandar judol yang dirugikan.
Terkait hal itu, Dirreskrimsus Polda DIY, AKBP Saprodin, memastikan tak ada titipan laporan dari bandar judol terkait aksi para pelaku.
Ia juga mengklaim pihaknya tidak mengenal ataupun terkait dengan bandar judol.
"Yang jelas kami tidak ada istilah korporasi atau titipan bandar, nek saya kena (kalau saya tahu) harus ditangkap. Tidak ada satupun bandar yang kenal saya. Ya, bukan bandar," tegas Saprodin kepada awak media, Kamis (7/8/2025), dikutip dari TribunJogja.com.
Terkait laporan, Polda DIY mengaku pihaknya mengetahui komplotan tersebut dari informasi masyarakat setempat, Kamis (10/7/2025).
Informasi itu kemudian ditindaklanjuti oleh tim gabungan dari Ditintelkam dan Subdit V Cyber Ditreskrimsus Polda DIY.
Dari hasil penyelidikan, tim menemukan kegiatan judol di sebuah rumah di Banguntapan.
"Saat dilakukan penggerebekan, petugas mengamankan lima orang pelaku yang sedang menjalankan aktivitas judi online menggunakan empat unit komputer, di mana masing-masing komputer mengoperasikan sekitar 10 akun judi," urai Kasubdit V Cyber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, Kamis (31/7/2025), dikutip dari TribunJogja.com.
Dalam penggerebekan itu, Polda DIY mengamankan lima pelaku. Mereka adalah RDS (32), warga Kabupaten Bantul, yang berperan sebagai koordinator.
Lalu, NF (25) warga Kebumen, Jawa Tengah; EN (31) dan DA (22) warga Kabupaten Bantul; serta PA (24), dari Magelang.
Peran Pelaku
Dalam kasus penipuan bandar judol ini, RDS berperan sebagai koordinator sekaligus penyedia sarana, modal, dan pencari situs judol.
"RDS berperan sebagai koordinator sekaligus penyedia sarana, modal, dan pencari situs judol berbonus," jelas AKBP Slamet Riyanto, Kamis (31/7/2025), dilansir TribunJogja.com.
Sementara, empat tersangka lainnya bertugas bermain dan menjalankan akun-akun judi.
"Empat tersangka lainnya berperan sebagai operator atau pemain yang menjalankan akun-akun judi," imbuhnya.
RDS bersama empat tersangka lainnya diketahui sudah bermain judol jenis slot sejak November 2024.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, RDS bersama kawanannya bisa meraup untung hingga Rp50 juta dari bermain judol.
Hasil itu kemudian dibagikan kepada empat tersangka lainnya, dengan masing-masing Rp1 juta hingga Rp1,5 juta tiap minggunya.
Caranya? RDS sengaja mencari situs judol yang menyediakan promo menarik.
Setelahnya, ia akan meminta rekan-rekannya untuk membuat akun agar bisa bermain slot di situs judol tersebut.
Setiap harinya, RDS lewat empat anak buahnya bisa membuat 40 akun baru untuk bermain judol.
Untuk mendukung operasional itu, RDS menyiapkan puluhan hingga ratusan sim card atau nomor telepon baru.
Sim card itu dipakai secara bergantian untuk membuka akun baru dan mengelabui sistem IP address situs judol.
IP address adalah singkatan dari Internet Protocol address, sebuah alamat unik yang diberikan kepada setiap perangkat yang terhubung ke jaringan komputer, termasuk internet.
"Kartunya diganti-ganti. Tujuannya agar tidak hanya mendapat free akun baru, tapi juga bisa memainkan modal dan bonus."
"Kalau menang, di-withdraw (uang ditarik). Kalau kalah, ya bikin akun baru lagi," ungkap Kanit 1 Subdit V Ditreskrimus Polda DIY, Kompol Ardiansyah Rolindo Saputra, dalam kesempatan yang sama.
Akibat perbuatannya, RDS dan rekan-rekannya dijerat pasal berlapis, termasuk Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Mereka juga dikenai pasal 303 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP tentang perjudian.
Ancaman hukuman yang dikenakan mencakup pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJogja.com/Miftahul Huda, Kompas.com/Kiki Safitri)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.