Jumat, 3 Oktober 2025

Hama Agresif Ancam Produksi Padi, Bawang, dan Cabai: Perlindungan Tanaman Butuh Pendekatan Terpadu

Di sentra pertanian padi seperti Jawa Barat dan Bali, populasi penggerek batang kuning menunjukkan tren peningkatan pada musim tanam kedua

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
BANJARMASIN POST/Mukhtar Wahid)
ILUSTRASI SERANGAN HAMA - Inilah tanaman padi diserang hama, daunya menjadi putih karena makan ulat daun di pertanian padi Kelurahan Marabahan Kota, Kecamatan Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Selasa (21/5/2024) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tiga hama pertanian kembali menjadi momok bagi petani di berbagai daerah. Serangan penggerek batang kuning, Spodoptera exigua, dan thrips berpotensi menurunkan produktivitas komoditas strategis seperti padi, bawang merah, dan cabai.

Pakar pertanian dan lembaga riset mengingatkan pentingnya langkah pengendalian hama yang terukur dan terpadu demi mencegah kerugian besar dan menjaga ketahanan pangan nasional.

Di sentra pertanian padi seperti Jawa Barat dan Bali, populasi Scirpophaga incertulas atau penggerek batang kuning menunjukkan tren peningkatan pada musim tanam kedua.

Baca juga: Digagas Mahasiswa, Program Cerita Ladang Jadi Penguatan Pertanian Warga di Dusun Kaligondang DIY

Serangan hama ini menimbulkan gejala sundep (pucuk tanaman layu) dan beluk (malai padi kosong), yang bisa menyebabkan penurunan hasil panen hingga 40 persen.

Sementara di Brebes, Jawa Tengah—wilayah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia—petani kembali menghadapi serangan ulat Spodoptera exigua.

Hama ini merusak daun hingga berlubang dan menyebabkan tanaman layu. Menurut laporan BPTP Sumatera Utara, tingkat serangan bisa mencapai 100% jika tidak segera ditangani.

Tak hanya di Pulau Jawa, ancaman hama juga muncul di berbagai wilayah Sumatera dan Sulawesi, terutama pada tanaman cabai. Serangan thrips menyebabkan daun keriting, buah cacat, dan terganggunya pertumbuhan. Lebih lanjut, thrips juga dikenal sebagai vektor penyebaran virus tanaman.

Menanggapi ancaman ini, berbagai pihak mulai mendorong pendekatan pengendalian hama terpadu (PHT) yang memadukan metode hayati, mekanis, dan kimiawi secara selektif.

Petani di sejumlah daerah mulai mengadopsi agensia hayati seperti jamur Beauveria bassiana dan ekstrak tanaman mimba untuk mengurangi ketergantungan terhadap pestisida sintetis.

Penggunaan insektisida tetap dilakukan, namun lebih terarah dan dalam kondisi darurat, sesuai prinsip pertanian ramah lingkungan.

Di sisi lain, peningkatan resistensi hama terhadap bahan aktif tertentu menjadi tantangan baru yang harus diatasi melalui edukasi berkelanjutan.

“Keberhasilan perlindungan tanaman sangat bergantung pada praktik penggunaan yang benar,” ujar Tey Hui Xiang (Tracy), Portfolio Manager Syngenta Indonesia dalam keterangannya seperti dikutip, Rabu (30/7/2025).

Syngenta Indonesia adalah perusahaan agribisnis yang berfokus pada pengembangan teknologi perlindungan tanaman dan benih unggul untuk mendukung pertanian berkelanjutan di Indonesia

Baca juga: Ini Langkah Bulog Jaga Kualitas Beras di Seluruh Gudang, Pastikan Ketersediaan dan Kualitas

“Kami mendorong petani untuk memahami cara kerja bahan aktif dan bagaimana mengintegrasikannya ke dalam strategi pengendalian terpadu,” katanya.

Salah satu inisiatif yang tengah dijalankan adalah program Plinazolin Maju dan Bersinar (PIJAR), yang digelar di 20 kota dan menjangkau lebih dari 1.600 petani serta puluhan penyuluh pertanian.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved