Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Peran Ibrahim Arief di Kasus Korupsi Laptop: Merencanakan dengan Nadiem Makarim sebelum Jadi Menteri
Ibrahim Arief diketahui berperan aktif dalam mengarahkan pengadaan TIK di Kemendikbukristek untuk memilih laptop berbasis Chromebook.
TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran Konsultan Teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief atau IBAM, dalam kasus korupsi laptop Chromebook pada 2020-2022 lalu.
Ibrahim diketahui berperan aktif dalam mengarahkan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih laptop berbasis Chrome tersebut.
Bahkan, Ibrahim sudah merencanakan pengadaan laptop itu bersama-sama dengan Nadiem Makarim sebelum menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudiristek).
"IBAM (Ibrahim Arief) yang saat itu sebagai konsultan teknologi sudah merencanakan bersama-sama dengan NAM (Nadiem Makarim) sebelum menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menggunakan produk operating system tertentu sebagai satu-satunya operating system di pengadaan TIK tahun 2020 sampai dengan tahun 2022," ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar, saat konferensi pers, Selasa (15/7/2025), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Qohar menjelaskan, pada awal 2020, tersangka IBAM, Jurist Tan (JS), dan NAM, bertemu dengan pihak Google membahas produk Google berupa Workspace berupa Chrome Operating System (OS), untuk pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendibukristek pada 2020-2022.
"(IBAM) Mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa Chrome OS dengan rangkaian perbuatan. Pada awal 2020, IBAM, JS (Jurist Tan), dan NAM bertemu dengan William dari pihak Google untuk membahas produk Google berupa Workspace berupa Chrome OS untuk pengadaan TIK di Kemendikbud Ristek tahun 2020 sampai dengan 2022," jelas Qohar.
Kemudian, pada 17 April 2020, IBAM mendemonstrasikan laptop berbasis Chromebook itu kepada tim teknis pada saat Zoom meeting.
"Pada tanggal 17 April 2020, IBAM sudah memengaruhi tim teknis dengan cara mendemonstrasikan chromebook pada saat Zoom meeting dengan tim teknis," ungkap Qohar.
Selanjutnya, kata Qohar, dalam rapat Zoom meeting, Nadiem Makarim memerintahkan agar pengadaan TIK di Kemendibukristek pada 2020-2022 itu menggunakan Chrome OS dari Google, padahal pada waktu itu belum dilakukan proses lelang.
"Pada tanggal 6 Mei 2020, IBAM hadir bersama dengan JS, SW (Sri Wahyuningsih) dan MUL (Mulyatsyah) dalam rapat Zoom meeting yang dipimpin langsung oleh NAM."
"Dalam rapat Zoom meeting tersebut, NAM memerintahkan laksanakan pengadaan TIK tahun 2020 dan sampai dengan tahun 2022 dengan menggunakan Chrome OS dari Google. Sedangkan pada saat itu pengadaan TIK belum dilaksanakan," ujar Qohar.
Baca juga: Alasan Nadiem Tak Jadi Tersangka Meski Sudah Diperiksa 9 Jam di Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Pada saat itu, IBAM tidak mau menandatangani hasil kajian teknis pertama karena kajian itu belum menyebutkan produk Google berbasis Chromebook.
Kemudian, tim teknis membuat kajian kedua dan di situ sudah tercantum soal perangkat laptop berbasis Chromebook.
"Oleh karena ada perintah dari NAM untuk laksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 dengan menggunakan Chrome US dari Google, sehingga IBAM tidak mau menandatangani hasil kajian teknis pertama yang belum menyebutkan grup OS dalam pengadaan TIK di Kemendikbudristek."
"Sehingga dibuatkan kajian yang kedua yang sudah menyebutkan operating system tertentu serta diterbitkan buku putih atau review hasil kajian teknis yang sudah menyebutkan operating system tertentu yaitu Chrome OS dengan acuan pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 sampai dengan tahun 2022," papar Qohar.
Ada 4 Tersangka
Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan sebanyak empat tersangka.
Diketahui, tiga tersangka sudah ditahan, sedangkan satu tersangka belum ditahan karena saat ini berada di luar negeri.
Qohar mengatakan dua tersangka, yakni SW dan MUL, ditahan di rutan.
Sementara IBAM menjadi tahanan kota karena memiliki sakit jantung dan JS masih berada di luar negeri.
Adapun, keempat tersangka tersebut adalah sebagai berikut:
- Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW)
- Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL)
- Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS)
- Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).
Untuk informasi, Nadiem Makarim sendiri belum ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini karena Kejagung menilai belum ada dua bukti yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka.
Namun, penyidik masih melakukan penyelidikan terkait adanya investasi dari perusahaan multinasional Google ke Gojek, karena ada dugaan Nadiem Makarim memperoleh keuntungan dari kasus tersebut.
Qohar mengatakan, penetapan tersangka keempat orang itu setelah ditemukannya alat bukti yang cukup dalam proses penyidikan yang sudah berlangsung selama dua bulan.
"Terhadap keempat orang tersebut berdasarkan alat bukti yang cukup maka pada malam ini penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Qohar.
Keempat tersangka disebutkan telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Diketahui pengadaan bernilai Rp9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.
Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar karena untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
Sementara sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.
Perbuatan para tersangka itu juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,98 triliun.
Kejagung kemudian menjerat para tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, pengusutan kasus ini bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbud Ristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan TIK bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas, untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Padahal, saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019, tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.
Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa OS, tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.
Namun, saat itu Kemendikbudristek justru malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.
Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.