Komnas HAM: Tuntutan untuk 2 Oknum TNI yang Tembak Mati Bocah SMP di Deli Serdang Harus Dievaluasi
Komnas HAM meminta adanya prosedur penegakan hukum melalui peradilan yang adil dan patut (due process of law).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM RI meminta tuntutan terhadap dua oknum prajurit TNI yang menembak mati bocah SMP, Muhammad Alfath Hariski, di Deli Serdang dievaluasi.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Saurlin P Siagian mengatakan tidak ada alasan hukum bagi prajurit TNI untuk melakukan tindakan main hakim sendiri dengan cara melakukan penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Baca juga: Tembak Mati Bocah SMP, 2 Anggota TNI di Deli Serdang Cuma Dituntut 1 Tahun dan 1,5 Tahun Penjara
Untuk itu, kata dia, Komnas HAM meminta adanya prosedur penegakan hukum melalui peradilan yang adil dan patut (due process of law).
Komnas HAM, lanjutnya, juga meminta hal tersebut menjadi atensi dari Oditur Jenderal TNI.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap 282 Kasus Penyiksaan Sejak 2020, Polri Paling Banyak Diadukan
Berdasarkan rekomendasi kepada Panglima TNI, kata Saurlin, Komnas HAM juga sudah menyampaikan untuk melakukan evaluasi atas kendali penggunaan senjata api oleh prajurit TNI secara menyeluruh untuk mencegah terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan melawan hukum lainnya.
"Mengamati tuntutan oditur terhadap terdakwa Darmen Hutabarat yakni pidana penjara 18 bulan dan Hendra Manalu dipidana penjara satu tahun, Komnas HAM menyatakan bahwa tuntutan tersebut perlu dievaluasi kembali untuk menjawab pemenuhan keadilan dan pemulihan bagi keluarga korban," kata Saurlin saat dikonfirmasi pada Rabu (16/7/2025).
Komnas HAM, kata Saurlin, telah menangani pengaduan dari Ilham, selaku keluarga dari Muhammad Alfath Hariski, yang merupakan korban meninggal dunia dalam peristiwa penembakan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada 1 September 2024, dengan pelaku yang diduga terdiri dari warga sipil dan oknum TNI-AD.
Untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut, ungkapnya, Komnas HAM telah melakukan sejumlah langkah penanganan.
Langkah tersebut antara lain meminta keterangan kepada keluarga korban dan saksi-saksi secara daring pada 21 Oktober 2024.
Kedua, Komnas HAM RI telah Koordinasi dalam rangka permintaan keterangan kepada penyidik Polres Serdang Bedagai pada 25 November 2024.
Ketiga, Komnas HAM RI juga berkoordinasi dalam rangka permintaan keterangan kepada jajaran RS Bhayangkara Medan pada 26 November 2024.
Keempat, Komnas HAM juga telah meminta keterangan kepada Direktur RS Sawit Indah Perbaungan melalui surat Nomor 981/PM.00/PL/XI/2024 tanggal 20 November 2024.
Kelima, Komnas HAM juga berkoordinasi dalam rangka permintaan keterangan dengan jajaran Pomdam I/Bukit Barisan pada 23 Desember 2024.
"Komnas HAM juga telah menyampaikan rekomendasi kepada Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), melalui surat nomor 1024/PM.00/R/XII/2024 tanggal 06 Desember 2024," ungkapnya.
Subtansi surat tersebut, kata dia, yang pertama adalah meminta KSAD untuk memastikan dilakukan proses penegakan hukum terhadap Serka DH dan Serda HFM secara objektif, transparan dan akuntabel.
Kedua, meminta KSAD memastikan adanya proses persidangan atas dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik prajurit TNI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketiga, meminta KSAD melakukan evaluasi atas kendali penggunaan senjata api untuk mencegah terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan tidak berulang.
Lebih lanjut, kata dia penyidik Pomdam I/Bukit Barisan telah menetapkan oknum TNI-AD Serka DH dan Serda HFM sebagai tersangka, dan telah melimpahkan berkas perkara dimaksud ke Oditurat Militer I-02 Medan.
"Saat ini, kedua oknum prajurit TNI-AD tersebut sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Militer I-02 Medan. Oditur Militer telah membacakan tuntutan pada tanggal 15 Juli 2025," pungkasnya.
Baca juga: Pratikno Singgung Istilah Massal dalam Pemerkosaan 1998, Komnas HAM: Melukai Rasa Keadilan Korban
Tuntutan Oditur Militer
Diberitakan Tribun Medan sebelumnya, dalam tuntutan yang dibacakan Oditur Muchammad Tecki Waskito menyebut kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 359 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana karena kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain.
"Menuntut kedua terdakwa dengan hukuman pidana terhadap terdakwa 1 Serka Darmen Hutabarat 18 bulan penjara dan terdakwa 2 Serda Hendra Fransisko Manalu 1 tahun penjara dikurangi masa hukuman," ujar Oditur dikutip dari Tribun Medan.
Hal yang memberatkan terdakwa adalah terdakwa telah menghilang nyawa orang lain dan mencoreng nama institusi TNI.
"Sementara hal yang meringankan kedua terdakwa belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan telah berdamai dengan korban," kata Oditur.
Usia mendengar tuntutan, kedua terdakwa akan menyampaikan nota pembelaan dalam sidang yang akan digelar pada Kamis (17/7/2025) besok.
Baca juga: Pratikno Singgung Istilah Massal dalam Pemerkosaan 1998, Komnas HAM: Melukai Rasa Keadilan Korban
Orang Tua Tak Terima
Juga diberitakan Tribun Medan sebelumnya, orang tua korban, Fitriyani mengaku sangat keberatan dengan tuntutan tersebut.
Fitriyani mengatakan, tindakan keduanya yang menembak anaknya, M Alfath (13) siswa SMP di Kabupaten Serdang Bedagai, tidak pantas mendapat hukuman yang dinilai sangat ringan.
"Ya tidak terima kenapa bisa hukuman segitu, lebih rendah dari yang sipil, kenapa justru memberikan hukuman seperti itu, terlalu ringan," kata Fitriyani ditemui seusai sidang tuntutan yang dibacakan pada Senin (14/7/2025) dilansir dari Tribun Medan.
Dalam kasus ini, sebanyak enam orang pelaku termasuk dua anggota TNI ditetapkan sebagai terdakwa.
Sementara keempat terduga pelaku sipil yang ditangkap masing-masing berinisial EJN alias R (31) dan MAA alias E (22) keduanya warga Deliserdang, AP alias S (25) warga Perbaungan, dan PMS alias S (47) warga Kota Medan.
Mereka berperan sebagai pengantar korban ke rumah sakit hingga sopir mobil Avanza yang ditumpangi dua personel TNI yang melakukan penembakan.
Fitriyani mengatakan, empat terdakwa lainnya yang merupakan sipil, divonis empat tahun penjara.
Menurut dia, tuntutan 1 tahun 6 bulan terhadap pelaku penembakan anaknya sangat tidak adil dan membuat pelaku tidak jera.
"Mereka kan sudah akui bersalah, tapi kenapa hukuman seperti itu," kata Fitriyani.
Sejak kasus penembakan anaknya bergulir di Pengadilan Militer, Fitriyani merasa sidang berjalan tidak berpihak kepada korban.
"Sejak awal sudah curiga, setiap sidang lama, dijadwal jam 9 pagi sampailah nanti asyar baru mulai. Oditur kalau kita tanya marah, jadi kita merasa kok Oditur tidak membela," ungkap Fitriyani.
Tim Independen 6 Lembaga HAM Usut Dampak Kerusuhan pada Demonstrasi Agustus-September 2025 |
![]() |
---|
Komnas HAM Sebut Yusril Hormati Langkah 6 LNHAM Bentuk Tim Independen Pencari Fakta Demo Ricuh |
![]() |
---|
Tim Independen LNHAM Pencari Fakta Rusuh Agustus 2025 Dibentuk Atas Inisiasi 6 Lembaga Nasional |
![]() |
---|
Lemkapi Sambut Baik Keterbukaan Polri Terima Masukan dan Kritik dari Komnas HAM |
![]() |
---|
Komnas HAM Dorong Polri Lakukan Penegakan Hukum yang Transparan Terkait Demo Berujung Ricuh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.