Senin, 6 Oktober 2025

Istana Sebut Penetapan Hari Kebudayaan 17 Oktober Masukan Budayawan, Bukan Berdasarkan Cocokologi

Hasan Nasbi mengatakan penetapan Hari Kebudayaan merupakan masukan dari para budayawan dan pekerja seni. 

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Taufik Ismail
PENETAPAN HARI KEBUDAYAAN - Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi buka suara terkait polemik penetapan Hari Kebudayaan oleh Kementerian Kebudayaan pada 17 Oktober 2025. Hasan Nasbi di Kantor PCO, Gambir, Jakarta, Rabu (16/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi buka suara terkait polemik penetapan Hari Kebudayaan oleh Kementerian Kebudayaan pada 17 Oktober 2025.

Menurut Hasan, penetapan Hari Kebudayaan merupakan masukan dari para budayawan dan pekerja seni. 

Baca juga: Respons Politikus PDIP Soal Penetapan Hari Kebudayaan 17 Oktober Bertepatan Hari Ulang Tahun Prabowo

Mereka menilai penetapan Hari Kebudayaan sangat penting untuk mengapresiasi para budayawan dan pelaku seni agar mendapatkan tempat dalam keberlanjutan pembangunan bangsa.

"Dari hasil komunikasi kita dengan Kementerian Kebudayaan bahwa ini merupakan masukan dari para budayawan, para pekerja seni yang merasa penting untuk ditetapkan sebuah tanggal sebagai hari budaya untuk mengapresiasi para budayawan, pelaku seni tradisi supaya tidak hanya sekedar diingat tapi juga mendapatkan tempat dalam keberlanjutan pembangunan bangsa kita," kata Hasan di Kantor PCO, Gambir, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Pemerintah kata Hasan tidak menggunakan cocokologi dalam menentukan tanggal peringatan Hari Kebudayaan

Dalam menentukan tanggal sebuah peristiwa atau peringatan, pemerintah memiliki dasar hukum atau sejarah.

"Pemerintah kita nggak menganut sistem otak-atik gathuk, pikiran cocokologi. Jadi ketika sebuah tanggal ditetapkan oleh kementerian itu ada dasarnya apakah itu dasar hukum, apakah itu dasar peristiwa, atau dasar sejarah," katanya

Hasan memaparkan bahwa berdasarkan kajian yang disampaikan ke Kementerian Kebudayaan, tanggal 17 Oktober dipilih karena memiliki landasan historis yang kuat. 

Pada tanggal ini, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang menetapkan burung Garuda sebagai lambang negara dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai bagian yang tidak terpisahkan darinya.

"Menurut kajian yang disampaikan ke Kemenbud ini lah puncak pengakuan terhadap keberagaman kita sebagai bangsa yang plural termasuk juga keberagaman budaya kita dan inilah yang dijadikan alasan," tuturnya.

Menurut Hasan sebenarnya ada beberapa tanggal alternatif yang sempat dikaji untuk ditetapkan sebagai hari Kebudayaan. 

Di antaranya tanggal 2 Mei (Hari Pendidikan Nasional) dan 20 Mei (Hari Kebangkitan Nasional). 

Namun karena tanggal-tanggal tersebut telah memiliki makna peringatan masing-masing, maka dipilihlah 17 Oktober yang belum memiliki penetapan nasional serupa.

"Jadi kita tidak menganut otak atik gathuk atau cocokologi. Kalau kebetulan engga apa-apa, ini kan soal kebetulan. Kebetulan-kebetulan itu banyak, 21 Juni Bung Karno wafat, 21 Juni presiden ke-7 Indonesia lahir, kalau cocokologi bisa panjang. Tapi kita tidak menganut cocokologi ," pungkasnya.

Sebelumnya Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi penetapan Hari Kebudayaan Nasional setiap 17 Oktober. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved