Jumat, 3 Oktober 2025

UU Pemilu

MK Tegaskan Pemilu Terpisah 2029 Paling Konstitusional

Fajar mengakui bahwa setiap putusan MK tentu mengundang kritik, namun hal itu dianggap sebagai dinamika demokrasi yang lumrah.

IST
Mahkamah Konstitusi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa skema pemilu terpisah untuk nasional dan daerah pada Pemilu 2029 adalah bentuk paling konstitusional berdasarkan putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK, Fajar Laksono, saat menanggapi polemik seputar putusan MK yang dinilai inkonstitusional oleh sejumlah pihak, terutama dari kalangan partai politik.

"Dalam putusan ini, Mahkamah sudah memberikan tafsir yang jelas. Pemilu yang paling konstitusional adalah pemilu yang terpisah: nasional dan daerah," kata Fajar dalam diskusi daring yang digelar PSHK Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Kamis (10/7/2025).

Tafsir Mahkamah Tak Bertentangan dengan UUD

Fajar menjelaskan bahwa tafsir dalam putusan tersebut memiliki dasar konstitusional, yuridis, dan teoritik yang kuat.

Ia menekankan bahwa Mahkamah memiliki ruang untuk menyesuaikan tafsir terhadap Undang-Undang Dasar dengan kebutuhan zaman.

"Konstitusi itu bersifat dinamis, bisa berubah karena amandemen formal, kejadian politik, atau tafsir kehakiman," tegasnya.

Baca juga: Piyu Padi hingga Marcell Siahaan Dihadirkan Jadi Pihak Terkait dalam Sidang Uji Hak Cipta di MK

Kritik Dinilai Wajar, Tapi Putusan Tetap Sah

Fajar mengakui bahwa setiap putusan MK tentu mengundang kritik, namun hal itu dianggap sebagai dinamika demokrasi yang lumrah.

"Pasti ada kritiknya, pasti ada celahnya. Dibuat seperti yang diinginkan, nanti yang lain juga akan mengkritik. Itulah dinamika," ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa pilihan model pemilu kini diserahkan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang, dengan MK memberi panduan konstitusionalnya.

Kontroversi Putusan MK 135/PUU-XXII/2024

Putusan MK terkait pemisahan pemilu mendapat sorotan tajam, terutama karena dianggap melanggar Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur pemilu dilakukan secara serentak.

Namun, MK berpandangan bahwa "serentak" tidak harus dimaknai dilakukan dalam satu waktu yang sama untuk seluruh tingkatan.

Menurut MK, penafsiran terhadap konstitusi perlu mempertimbangkan realitas politik, efisiensi sistem pemilu, serta perlindungan hak pemilih.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved