Beda dengan Tokoh Cidahu, Dedi Mulyadi Bakal Tempuh Hukum soal Perusakan Tempat Retret di Sukabumi
Dedi Mulyadi bakal melakukan pendampingan hukum terhadap korban terkait insiden perusakan rumah yang dijadikan tempat retret di Sukabumi.
Selain tidak ingin ada proses hukum, ada empat poin lain terkait pernyataan sikap menanggapi insiden perusakan tersebut.
Pertama pasca viralnya perusakaan bangunan yang diduga tempat ibadah agama Kristen itu, situasi di Kecamatan Cidahu sudah kondusif.
"Bahwa situasi dan kondisi di Kecamatan Cidahu kondusif dan siap memelihara dan menjaga stabilitas keamanan di wilayah Kecamatan Cidahu," kata mereka.
Kedua, tokoh masyarakat berjanji insiden perusakan serupa tidak bakal terulang kembali di Kecamatan Cidahu.
Ketiga, para tokoh masyarakat di Cidahu siap untuk mengganti kerusakan materil yang diterima pemilik bangunan setelah adanya peristiwa perusakan tersebut.
Keempat, korban diminta kepada pemilik agar rumahnya tidak lagi dijadikan sebagai tempat ibadah.
"Kelima, meminta kepada pemilik rumah agar rumah tersebut sebagai rumah atau tempat tinggal dan tidak dijadikan rumah ibadah," jelasnya.
Terakhir, tokoh masyarakat menegaskan perusakan yang dilakukan massa bukanlah perusakan tempat ibadah.
Polisi Sebut Pemilik Ogah Rumahnya Dijadikan Tempat Ibadah Lagi
Di sisi lain, Kapolsek Cidahu, AKP Endang Slamet, mengungkapkan pihaknya sudah mendatangi lokasi dan meminta keterangan dari pengelola rumah yang dirusak tersebut.
Tak cuma itu, pengelola juga wajib memberitahu ke warga setempat jika rumahnya kembali akan dilakukan kegiatan.
“(Pengelola rumah) menyampaikan bahwa mulai saat ini tidak akan melakukan kegiatan yang bersifat ibadah bagi umat non-Muslim, dan akan selalu berkoordinasi kepada lingkungan dan pemerintah setempat apabila ada kegiatan di rumah singgahnya sehingga tidak terjadi miskomunikasi atau salah paham,” ujar Endang pada Minggu (29/6/2025), dikutip dari Kompas.com.
Endang menuturkan rumah tersebut kini dalam pantauan Forkopimcam Cidahu dan tokoh masyarakat setempat.
Dia mengatakan pemantauan tersebut untuk meminimalisir potensi gesekan terkait isu SARA.
Ia mengaku sepakat dengan langkah tersebut karena adanya sensitivitas di mana mayoritas penduduk setempat beragama Islam.
“(Monitoring) tersebut untuk meminimalisir kerawanan Gunkamtibmas karena tidak menutup kemungkinan akan dikaitkan dengan isu SARA, mengingat secara umum warga masyarakat sangat sensitif perihal (kegiatan) tersebut,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Riki Achmad Saepulloh)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.