RUU Perampasan Aset
Pelajaran untuk RUU Perampasan Aset, Presiden dan DPR Diminta Cermati Gugatan Perpu PUPN di MK
Gugatan uji materil Perpu PUPN ini diajukan oleh seorang warga negara yang adalah pemilik Bank Centris Internasional, Andri Tedjadharma.
Meski tidak menilai isi gugatan, Hardjuno menekankan bahwa pemerintah membutuhkan instrumen hukum yang kuat untuk menyita aset hasil kejahatan.
Namun hal itu tidak boleh mengorbankan prinsip keadilan dan akuntabilitas yudisial.
“RUU Perampasan Aset harus menjamin due process, perlindungan bagi pihak ketiga, serta mekanisme keberatan dan pembuktian terbuka. Jika tidak, kekuasaan bisa kehilangan akal sehatnya,” kata dia.
Hardjuno sebelumnya dikenal sebagai salah satu tokoh yang mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset dengan menekankan pentingnya mekanisme hukum yang transparan dan tunduk pada pengawasan peradilan.
Karenanya, Hardjuno berharap sidang lanjutan MK hingga putusan menjadi momentum evaluatif nasional.
“Bukan soal siapa yang menang di MK. Tapi ini menjadi momentum penting bagi Pemerintah dan DPR, agar mengevaluasi kembali materi dalam RUU Perampasan Aset yang lebih mengedepankan kepastian dan keadilan hukum itu sendiri,” jelasnya.
Inti Gugatan Pemilik Bank Centris ke MK
Gugatan yang diajukan oleh Andri Tedjadharma, pemilik Bank Centris Internasional, ke MK menyasar konstitusionalitas Undang-Undang PUPN, produk hukum warisan tahun 1960 yang masih digunakan pemerintah dalam menagih piutang negara.
Menurut Andri, beberapa pasal dalam UU tersebut membuka celah bagi pemerintah untuk melakukan penagihan secara sepihak dan tanpa proses hukum yang adil, melanggar prinsip kepastian hukum dan perlindungan hak warga negara sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.
Dalam sidang MK, terungkap sejumlah persoalan mendasar yang menjadi inti gugatan Andri:
Pertama, salinan keputusan MA yang menjadi dasar negara menetapkan Andri sebagai penanggung utang senilai Rp4,5 triliun diduga tidak sah.
Panitera Muda MA secara resmi menyatakan bahwa permohonan kasasi yang seharusnya melandasi putusan tersebut tidak pernah diterima atau diregistrasi.
Bahkan, Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan menyebut temuan ini sebagai “agak misteri”, karena mencerminkan kekacauan administratif di tingkat peradilan tertinggi.
Kedua, dalam catatan transaksi keuangan, dana yang seharusnya masuk ke rekening resmi Bank Centris Internasional justru diduga dialihkan ke rekening lain yang bernama Centris International Bank—rekening atas nama perorangan yang tidak terdaftar untuk kliring di Bank Indonesia.
Ahli yang dihadirkan Pemohon menyebut praktik ini berpotensi sebagai rekayasa transaksi, dan menyamainya dengan tindakan manipulatif yang mengarah pada pelanggaran serius dalam sistem keuangan negara.
Ketiga, Andri tidak pernah menandatangani jaminan pribadi atau dokumen yang mengakui utang secara personal, seperti PKPS, MSAA, MRNIA, atau APU.
Menurut ahli hukum korporasi, tanggung jawab pribadi semacam itu tidak bisa dibebankan kepada pemegang saham pengendali, kecuali ada pembuktian pelanggaran hukum yang berat.
Doktrin piercing the corporate veil yang memungkinkan pengabaian batas entitas hukum perusahaan baru diperkenalkan di Indonesia lewat UU Perseroan Terbatas tahun 1995, jauh setelah UU PUPN dibuat.
RUU Perampasan Aset
Guru Besar UNM Prof Harris Menilai Ada 5 Pasal Mengandung Multitafsir di RUU Perampasan Aset |
---|
Gelar Rakernas Kedua, GEMA Mathla’ul Anwar Desak DPR Sahkan RUU Perampasan Aset |
---|
Jadi Sorotan Publik, Komisi III DPR Targetkan RUU Perampasan Aset Bakal Rampung Tahun Ini |
---|
RUU Perampasan Aset dan KUHAP Bakal Digarap Paralel, Komisi III DPR: Demi Cegah Abuse of Power |
---|
PSI Banten Dukung RUU Perampasan Aset, Singgung Sudah Ada di Dalam DNA Partai |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.