Jumat, 3 Oktober 2025

Kadin Minta Pemerintah Ambil Langkah Strategis Perkuat Sistem Jaminan Sosial di Indonesia  

Hingga akhir 2024, BPJS Kesehatan telah mencatatkan 277 juta peserta atau mencakup sekitar 98,67?ri populasi Indonesia. 

Penulis: Reza Deni
Ist
JAMINAN SOSIAL - Komite Tetap Fiskal Bidang Industri Kesehatan, Gizi, Ketenagakerjaan, Jaminan Sosial, Pendidikan, dan Kebudayaan Kadin Indonesia, Muhamad Alipudin. Hingga akhir 2024, BPJS Kesehatan telah mencatatkan 277 juta peserta atau mencakup sekitar 98,67?ri populasi Indonesia.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Tetap Fiskal Bidang Industri Kesehatan, Gizi, Ketenagakerjaan, Jaminan Sosial, Pendidikan, dan Kebudayaan Kadin Indonesia, Muhamad Alipudin menilai terdapat sejumlah langkah strategis untuk memperkuat jaminan sosial di Indonesia. 

Sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 1 Januari 2014 dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015, Alipudin menilai Indonesia telah mengambil langkah besar dalam memperkuat sistem perlindungan sosial. 

"Kedua program ini merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, dan masing-masing dikelola oleh BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan," kata dia dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).

Baca juga: Temui Sekjen ISSA, Wamenaker Immanuel Bahas Penguatan Sistem Jaminan Sosial bagi Pekerja Digital

Alipudin mengatakan hingga akhir 2024, BPJS Kesehatan telah mencatatkan 277 juta peserta atau mencakup sekitar 98,67 persen dari populasi Indonesia. 

Namun, tantangan finansial mulai muncul akibat ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan beban klaim yang terus meningkat. Salah satunya terjadi pada 2024 ketika rasio klaim mencapai 105,78%.

Selain itu, masih terdapat sekitar 56,8 juta peserta nonaktif per Maret 2025, sebagian besar dari segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) Mandiri yang menunggak iuran. Hal ini mempengaruhi arus pendapatan BPJS Kesehatan dan menimbulkan risiko terhadap keberlanjutan program.

Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan telah mencatatkan 40 juta peserta aktif hingga 2025, terdiri dari 31 juta pekerja aktif formal dan 9 juta pekerja aktif informal. 

Namun, masih terdapat disparitas antara jumlah pekerja formal yang mencapai 59 juta dan jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan

"Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerja formal yang belum terdaftar dalam program ini. Pekerja informal, seperti petani, nelayan, dan pelaku usaha kecil, juga menjadi fokus perluasan cakupan," kata Alipudin.

Dia menyebut tantangan muncul dalam mekanisme pembiayaan bantuan iuran bagi buruh miskin dan miskin ekstrem, yang menjadi bagian dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Untuk memperkuat sistem jaminan sosial di Indonesia, dia menilai perlu sejumlah langkah strategis. 

Pertama, peningkatan kepesertaan aktif dengan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama pekerja informal, mengenai pentingnya menjadi peserta aktif dalam program jaminan sosial kesehatan maupun ketenagakerjaan.

"Kedua, penguatan pembiayaan dengan meningkatkan efisiensi pengelolaan dana dan mencari sumber pembiayaan alternatif untuk menjaga keberlanjutan program," kata dia

Ketiga, inovasi teknologi dengan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan, serta mempercepat proses administrasi.

Kemudian, dia menilai kolaborasi lintas sektor dengan membangun sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan program jaminan sosial.

"Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dapat terus berkembang dan memberikan perlindungan sosial yang komprehensif bagi seluruh rakyat Indonesia," tandasnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved