Tambang Nikel di Raja Ampat
DPR: Pencabutan IUP Nikel Raja Ampat Jadi Momentum Evaluasi Aktivitas Tambang di Pulau-Pulau Kecil
Anggota Komisi IV DPR RI, Alien Mus, menilai polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya harus menjadi momentum evaluasi pemerintah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Alien Mus, menilai polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya harus menjadi momentum pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berada di wilayah pulau-pulau kecil tanah air.
Menurutnya, pencabutan IUP empat perusahan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai langkah yang tepat, karena ada pelanggaran dari ketentuan yang berlaku.
"Negara harus hadir untuk menegakan aturan dan melindungi masyarakat dari praktek2 perusahan yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat," ujar Alien Mus kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).
Legislator Golkar itu menambahkan aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil sangat berbahaya, karena mengancam keberlangsungan ekosistem pulau-pulau kecil yang memiliki keanekaragaman hayati.
"Kasus Raja Empat ini harus menjadi pelajaran dan momentum untuk kita melakukan evaluasi secara menyeluruh dan mengambil tindakan sesuai dengan UU terhadap praktik pertambangan di pulau-pulau kecil," kata dia.
Alien Mus mengutip Data Forest Watch Indonesia (FWI), bahwa sebanyak 242 pulau kecil dalam konsesi tambang dengan luas mencapai 245.000 ha yang dimiliki oleh 149 izin usaha tambang.
Diketahui, selama ini terdapat sejumlah pulau-pulau kecil yang telah menjadi pusat aktivitas pertambangan, sehingga menyebabkan pengundulan pulau dan hancurnya ekosistem di wilayah pulau-pualau kecil tersebut
Misalnya Pulau Gebe dan Pulau Doi di Maluku Utara, Pulau Gag di Raja Empat, dan Pulau Romang di Maluku., lanjutnya.
Dia juga menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil tidak dibenarkan karena bertentangan dgn UU No 1 Tahun 2014 Tentang Wilayah Pesiair dan Palau-Pulau Kecil.
"Nanti kita lihat dari UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, di mana pasal 23 menyebutkan bahwa pemanfatan pulau pulau kecil dan perairan sekitarnya tidak menyebutkan pertambangan sebagai aktivitas yang diperbolehkan," kata dia.
"Pasal 35 dengan tegas melarang aktiviats pertambangan mineral di pulau pulau kecil apa bila secara teknis, ekologis, sosial atau budaya menimbuloan kerusakan lingkungan, pemcemaran dan merugikan masyarakat di sekitarnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) nikel untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Keputusan pencabutan tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
"Yang kita cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Ini yang kita cabut," kata Bahlil.
Menurut Ketua Umum Golkar tersebut terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah mencabut empat izin pertambangan tersebut.
Pertama berdasarkan laporan Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq dan juga hasil peninjauan lapangan.
"Secara lingkungan atas apa yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq kepada kami itu melanggar. Yang kedua adalah kita juga turun mengecek di lapangan kawasan-kawasan ini menurut kami harus kita lindungi dengan tetap memperhatikan biota laut dan konservasi," katanya.
Menurut Bahlil meskipun masih bisa diperdebatkan mengenai IUP tersebut diberikan sebelum penetapan kawasan geopark. Namun Presiden memberikan perhatian khusus untuk menjadikan dan menjaga Raja Ampat tetap menjadi wisata dunia.
"Jadi ditanya apa alasannya, alasannya adalah pertama memang secara lingkungan. Yang kedua adalah memang secara teknis setelah kami melihat ini sebagian masuk di kawasan Geopark. Dan ketiga keputusan ratas dengan mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan juga adalah melihat dari tokoh-tokoh masyarakat yang saya kunjungi," kata Bahlil.
Baca juga: PP Himmah: Pemerintah Sudah Tegas Respons Tambang Nikel Raja Ampat, Saatnya Penegak Hukum Bertindak
Adapun daftar 4 IUP yang dicabut tersebut diantaranya :
1. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
MRP mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Daerah Raja Ampat sejak 2013 yang berlaku hingga 2033. Area konsesinya mencakup Pulau Batang Pele (2.193 ha) dan Pulau Manyaifun (21 ha).
PT MRP disebut belum memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) maupun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), yang wajib untuk kegiatan di kawasan hutan lindung.
2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
KSM adalah perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Pulau Kawei, Distrik Waigeo Barat, Raja Ampat. Mereka mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas sekitar 5.922 hektar sejak tahun 2013 hingga 2033
3. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034.
ASP memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 1.167 ha di Pulau Manuram, Kabupaten Raja Ampat.
4. PT Nurham
PT Nurham memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dari Bupati Raja Ampat melalui SK No. 316 Tahun 2013, berlaku hingga 11 November 2033. Namun dikabarkan izin ini tidak tercantum dalam daftar resmi Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM. (*)
Tambang Nikel di Raja Ampat
Sosok Iqbal Damanik, Aktivis Debat dengan Gus Ulil soal Tambang di Raja Ampat, Kini Banjir Dukungan |
---|
Di Balik Kekuatan PT Kawei Sejahtera, Penambang Nikel Raja Ampat Dicabut Izinnya, Ada Sosok Ini |
---|
Bahas Persoalan Tambang Nikel di Raja Ampat, AMPI Gelar Diskusi di Kampus UNJ |
---|
Menjaga Masa Depan Pariwisata: Titik Temu Konservasi dan Ekstraksi Ekonomi Bagi Kesejahteraan Bangsa |
---|
Penataan Tambang Nikel di Raja Ampat Dinilai Sesuai Regulasi dan Prinsip Keberlanjutan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.