Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Korupsi PLTU Kalbar

Adik JK Diduga Atur Lelang PLTU Kalbar, Polri Bongkar Skema Korupsi Rp1 Triliun

Proyek PLTU Kalbar mangkrak 9 tahun. Polri melalui Kortas Tipidkor ungkap dugaan peran adik JK dalam skema korupsi Rp1 triliun.

|
Penulis: Reynas Abdila
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KORUPSI PLTU - Kakortastipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo (kiri) bersama Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Pol Totok Suharyanto (kanan) memberikan keterangan dalam ungkap kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018 di Mabes Polri, Senin (6/10/2025). Kortastipidkor Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50 MW) di Desa Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2018 yang menyebabkan dugaan kerugian keuangan negara yang timbul yakni sekitar US$ 62,4 juta dan Rp 323,19 miliar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Ringkasan Utama

  • Halim Kalla, adik Jusuf Kalla, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kortas Tipidkor Polri dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU Kalbar.
  • Ia diduga ikut menyusun pemufakatan lelang bersama eks Dirut PLN dan pihak swasta agar konsorsium tertentu menang.
  • Proyek senilai Rp1,2 triliun itu mangkrak sejak 2016 dan hanya rampung 85,56 persen.
  • Audit BPK menyebut kerugian negara mencapai Rp1,01 triliun, dengan pembayaran tetap cair meski pekerjaan tak selesai.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Polri melalui Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) menetapkan Halim Kalla sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.

Ia diduga terlibat dalam pemufakatan untuk memenangkan lelang proyek senilai Rp1,2 triliun yang mangkrak hampir satu dekade.

Direktur Tindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, menyebut Halim Kalla bersama eks Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar, dan pihak swasta dari PT BRN diduga menyusun skema pengaturan lelang agar konsorsium tertentu keluar sebagai pemenang.

“FM selaku Dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan RR selaku pihak PT BRN,” ujar Totok dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025).

Proyek PLTU Kalbar berkapasitas 2x50 MW itu berlokasi di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah.

Meski tidak memenuhi syarat teknis dan administratif, konsorsium KSO BRN–Alton–OJSC diloloskan dan dimenangkan atas arahan Dirut PLN saat itu.

Sebelum kontrak ditandatangani pada 2009, seluruh pekerjaan dialihkan ke PT Praba Indopersada yang juga tidak memiliki kapasitas teknis. 

Peralihan ini disertai kesepakatan pemberian fee kepada PT BRN, dan PT Praba diberi hak sebagai pemegang keuangan konsorsium.

Nilai kontrak proyek mencapai USD 80,8 juta dan Rp507,4 miliar, atau sekitar Rp1,2 triliun dengan kurs saat itu.

Kontrak efektif berlaku mulai 28 Desember 2009 dengan target penyelesaian pada 28 Februari 2012.

Namun, proyek hanya rampung 85,56 persen dan terhenti sejak 2016. Amandemen kontrak dilakukan hingga akhir 2018.

“PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan USD 62,4 juta, meski pekerjaan tidak selesai,” kata Totok.

Baca juga: Duduk Perkara Korupsi PLTU Kalbar yang Menjerat Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla

Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian negara sebagai total loss, dengan nilai mencapai USD 62.410.523,20 dan Rp323.199.898.518.

Jika dikonversi dengan kurs tahun 2009, total kerugian negara ditaksir sekitar Rp1,01 triliun.

Kasus ini awalnya ditangani oleh Polda Kalimantan Barat sejak 2021, sebelum dilimpahkan ke Kortas Tipidkor Polri pada Mei 2024 karena kompleksitas perkara dan keterlibatan lintas institusi.

Hingga berita ini diturunkan, Halim Kalla belum memberikan pernyataan resmi. Tribunnews masih berupaya menghubungi pihak terkait untuk konfirmasi lebih lanjut.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved