Jumat, 3 Oktober 2025

Jabatan Ketua Umum dan Sekjen Partai Politik Diusulkan Dibatasi Hanya Satu Periode, Ini Sebabnya

Wacana pembatasan masa jabatan ketua umum (ketum) dan sekretaris jenderal (sekjen) partai politik (parpol) kembali mencuat.

Penulis: Sanusi
Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
BEDAH BUKU - Sri Harjono, penulis buku “Pergerakan Menuju Pembaharuan Nusantara” pada acara bedah buku tersebut di Gedung UC Kampus UGM Yogyakarta (01/06/2025) yang juga disiarkan secara daring. Negara perlu melakukan pembatasan masa jabatan ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik menjadi hanya satu periode (5 tahun) untuk menghindari terjadinya “kepemilikan” partai politik oleh satu orang atau oleh keluarga. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pembatasan masa jabatan ketua umum (ketum) dan sekretaris jenderal (sekjen) partai politik (parpol) kembali mencuat.

Kali ini disampaikan oleh Sri Harjono, penulis buku “Pergerakan Menuju Pembaharuan Nusantara”.

Sri Harjono, mengatakan negara perlu melakukan pembatasan masa jabatan ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik menjadi hanya satu periode (5 tahun) untuk menghindari terjadinya “kepemilikan” partai politik oleh satu orang atau oleh keluarga.

Sri menjelaskan, di era reformasi sejak tahun 1999 hingga saat ini ternyata justru melahirkan entitas partai politik yang cenderung dikuasai oleh keluarga dan hal itu membahayakan masa depan negara bangsa Indonesia.

Hal itu disampaikan Sri Harjono, pada acara bedah buku tersebut di Gedung UC Kampus UGM Yogyakarta (1/6/2025) yang juga disiarkan secara daring. Hadir sebagai pembahas bedah buku tersebut Wasingabu Zakiyah dan Prof Agus Supriyanto.

Harjono mengutarakan, sistem kepartaian di Indonesia dalam praktiknya telah menjauh dari prinsip-prinsip negara demokrasi karena partai politik telah berubah menjadi semacam aset pribadi bagi ketua umum partai politik untuk mendapatkan jatah kekuasaan dalam pengelolaan negara baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Karena itu, lanjut dia, ketika seseorang terjun ke politik praktis, maka jalan yang teraman adalah memberikan kesetiaan total kepada ketua umum partai politik agar mendapat kepercayaan untuk ditempatkan di satu jabatan tertentu.

Ketua umum partai politik pun, lanjut dia, akan memilih orang-orang yang loyal kepada dirinya untuk menjaga kelangsungan kekuasaannya.

“Akhirnya tidak ada meritokrasi di partai politik. Politisi yang ditunjuk menduduki satu jabatan publik pun seperti menjadi menteri, akhirnya juga tidak akan dapat menjalankan meritokrasi di jajaran birokrasinya,” papar Harjono.

Dari situlah, kata dia, praktik korupsi pengelolaan uang negara terjadi di semua kelembagaan negara dari tingkat pusat maupun daerah, di mana alokasi uang rakyat yaitu APBN dan APBD tidak benar-benar diprioritaskan untuk rakyat karena penggunaan anggaran tidak efektif.  

Menurut Harjono, kecenderungan tersebut harus diluruskan agar keberadaan partai politik menjadi produktif bagi pembaharuan negara Indonesia ke depan dan tidak menjadi penyebab keterpurukan bangsa di masa yang akan datang.

“Masa jabatan ketua umum partai politik, sekjen maupun ketua di tingkat provinsi dan kabupaten/kota perlu dibatasi hanya satu periode. Hal ini dapat menghindari terjadinya kepemilikan partai politik oleh satu orang atau keluarga,” tegasnya.  

Harjono menambahkan bahwa usia negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang baru 79 tahun merupakan usia yang masih sangat muda sehingga membutuhkan pembaharuan terus-menerus dari upaya pembengkokan tujuan bernegara seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Salah satu pelurusan tersebut adalah pembaharuan sistem partai politiknya.

Terlebih partai politik sudah mendapatkan bantuan keuangan dari negara yang mana bantuan tersebut diberikan kepada partai politik yang memiliki kursi di DPR atau DPRD. Bantuan keuangan tersebut 60 persen digunakan untuk pendidikan politik dan sisanya untuk biaya administrasi, sewa kantor, gaji staf dan kegiatan rapat internal.

“Bantuan keuangan partai politik ini tujuannya bagus, namun dengan sistem partai politik yang ada saat ini maka seperti memberikan pupuk bagi berlangsungnya partai politik yang dikuasai oleh personal dan keluarga.”

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved