Senin, 29 September 2025

DPR Sebut Kasus Mama Khas Banjar Tak Layak Diseret ke Pengadilan: Kalau Ada Pelanggaran Dibina

UMKM seperti pemilik Mama Khas Banjar seharusnya diberikan ruang pembinaan, bukan kriminalisasi.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Foto tangkapan layar
RAPAT DI DPR - Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan kuasa hukum tokok Mama Khas Banjar kemarin, Kamis (15/5/2025) di gedung parlemen Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyoroti penanganan kasus hukum terhadap pemilik usaha oleh-oleh Mama Khas Banjar yang kini dipidana atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Menurutnya, perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut semestinya tidak dipaksakan untuk diproses secara pidana dan diseret ke pengadilan.

“Ini pelajaran berharga agar institusi kepolisian betul-betul memilah kasus mana yang perlu diajukan ke meja hijau dan mana yang tidak,” ujar Rudianto kepada wartawan, Jumat (16/5/2025).

Ia menegaskan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti pemilik Mama Khas Banjar seharusnya diberikan ruang pembinaan, bukan kriminalisasi.

“Kalau memang ada pelanggaran terhadap undang-undang, seperti tidak mencantumkan label halal atau masa kedaluwarsa, ya dibina, diberi pemahaman untuk melengkapi kekurangannya. Itu tidak perlu dipidana,” katanya.

Politikus dari Fraksi NasDem itu menambahkan, pemidanaan terhadap UMKM di tengah situasi ekonomi yang sulit justru berseberangan dengan semangat pemerintah yang sedang mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil.

“Bayangkan saja, negara memberi ruang besar kepada pelaku UMKM, sampai ada kementerian khusus. Tujuannya untuk menumbuhkan ekonomi. Tapi kalau dipakai pasal-pasal hanya untuk mencari kesalahan, ya sangat tidak memenuhi rasa keadilan,” lanjutnya.

Ia juga menyinggung pendekatan hukum yang seharusnya diambil adalah pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice, bukan pemidanaan.

“Kalau orang niat mencari-cari kesalahan, gampang saja pakai pasal-pasal KUHP atau undang-undang organik. Tapi ini kan belum tentu ada korbannya. Siapa pelapor, siapa yang dirugikan?” ujarnya.

Rudianto berharap kasus ini menjadi catatan penting bagi institusi kepolisian di daerah lain agar tidak gegabah menerapkan pasal yang bisa diselesaikan secara administratif atau kekeluargaan.

“Menurut saya, kasus seperti ini tidak layak dikasih hukuman badan atau pidana. Cukup pelanggaran administrasi saja. Tidak layak, tidak pantas, dan tidak adil,” tegasnya.

Penjelasan Polda Kalsel

Sebelumnya, Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) membantah proses hukum terhadap pemilik Mama Khas Banjar, Firli, tidak dilakukan secara serampangan atau mengarah pada kriminalisasi. 

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel, Kombes Pol Gafur Aditya Siregar menyampaikan bahwa proses hukum bermula dari tiga pengaduan masyarakat yang disatukan dalam satu laporan.

“Jadi dari laporan masyarakat, kalau misalnya kami terima tiga laporan masyarakat tadi, otomatis mungkin Pak Firli ini tiga berkas perkara. Karena kan tiga masyarakat dengan tiga waktu yang berbeda. Tapi kami mengemasnya menjadi satu. Hanya menjadi satu laporan anggota kepolisian. Jadi kami kompulir semua,” kata Gafur dalam rapat Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (15/5/2025).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan