Senin, 29 September 2025

4 Pihak Serang Kebijakan Dedi Mulyadi, Tak Sependapat Siswa Nakal Masuk Barak TNI

Wacana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi bekerja sama dengan TNI dalam pembinaan siswa bermasalah atau nakal mendapat sorotan dari berbagai pihak

Tribunnews.com/Taufik Ismail
SISWA NAKAL - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi usai mengikuti pelantikan Kepala Daerah di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2/2025). Wacana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi bekerja sama dengan TNI dalam pembinaan siswa bermasalah atau nakal mendapat sorotan dari berbagai pihak 

TRIBUNNEWS.COM - Wacana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi bekerja sama dengan TNI dalam pembinaan siswa bermasalah atau nakal mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Penelusuran Tribunnews, sedikitnya terdapat empat kritik atas rencana pria yang akrab disapa Kang Demul ini.

Pertama kritikan datang dari Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Kedua, Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra juga menyebut rencana Dedi tak tepat.

Sorotan ketiga muncul dari Anggota Komisi X DPR, Bonnie Triyana.

Keempat yakni dari Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

Berikut uraiannya:

1. Amnesty International Indonesia

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, memandang pelibatan personel TNI untuk melakukan pembinaan siswa bermasalah dengan cara militer adalah cara yang tidak tepat.

Displin militer, menurutnya tidak cocok untuk pertumbuhan anak karena metode militer sering kali melibatkan disiplin keras dan hukuman fisik yang tidak sesuai untuk anak-anak yang masih dalam proses perkembangan dan pertumbuhan.

Usman Hamid memandang, anak-anak justru membutuhkan pendekatan yang mendukung perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

Baca juga: Respons Rencana Dedi Mulyadi Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer, Menhan: Kalau Mau Nitip Boleh Saja

"Pendekatan itu membawa potensi terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak. Pembinaan dengan cara militer dapat berpotensi melanggar hak-hak anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, serta hak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung," kata Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, pendekatan yang dibutuhkan untuk menangani siswa bermasalah adalah pendekatan yang lebih holistik.

Pendekatan tersebut menurutnya termasuk dukungan psikologis, pendidikan khusus, dan bantuan sosial. 

"Metode militer tidak dirancang untuk menangani kebutuhan kompleks anak-anak tersebut, apalagi hak anak yang utama adalah bermain. Ada risiko trauma dan dampak jangka panjang," kata dia.

"Pengalaman kekerasan atau disiplin keras dapat menyebabkan trauma dan memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan emosi anak. Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menekankan perlindungan dan kesejahteraan anak," sambung Usman.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan