Kasus Suap Ekspor CPO
Kasus Suap dan Gratifikasi di Kasus Korupsi CPO, YLBHI: Praktik Hakim Korup Masih Sangat Lebar
YLBHI mengkritisi kasus vonis lepas penanganan perkara suap dan gratifikasi ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritik kasus vonis lepas penanganan perkara suap dan gratifikasi ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Ketua YLBHI Muhamad Isnur, terungkapnya perkara tersebut menandakan praktik hakim korupsi masih sangat lebar.
"Artinya upaya-upaya selama ini (Peradilan) wilayah bebas dari korupsi, wilayah zona integritas itu semuanya sia-sia. Praktik bahwa hakim sangat leluasa untuk melakukan praktik suap dan korupsi itu sangat lebar sekali," kata Isnur dihubungi Rabu (16/4/2025).
Menurutnya mafia peradilan masih sangat leluasa, bergentayangan bekerja di peradilan.
"Semua bisa dibeli. Jadi ini sebenarnya sudah sangat darurat dan krisis," kata Isnur.
"Sudah sangat benar-benar mengerikan dimana hukum sedemikian rupa rusak di tangan para hakim-hakim ini," jelasnya.
Diketahui tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disebut menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar mengatakan total uang tersebut diterima para tersangka sebanyak dua tahap.
Pertama para tersangka menerima uang dalam bentuk dollar sebesar Rp 4,5 miliar.
Uang tersebut diberikan oleh tersangka Muhammad Arif Nuryanta Wakil Ketua PN Jakarta Pusat yang dimana asal uangnya bersumber dari advokat Ariyanto Bahri.
"Setelah terbit surat penetapan sidang, Muhammad Arif Nuryanta memanggil DJU selaku ketua majelis dan ASB selaku anggota. Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dollar bila di kurskan ke dalam rupiah Rp 4,5 miliar," kata Qohar dalam jumpa pers, Senin (14/4/2024) dini hari.
"Dimana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkata diatensi," jelasnya.
Setelah menerima uang dari Arif, Agam dikatakan Qohar memasukkannya ke dalam godie bag yang kemudian dibagikan untuk dirinya, Djuyamto dan Ali secara merata.
Lebih jauh dijelaskan Qohar, pada medio September atau Oktober 2024, Arif Nuryanta kembali menyerahkan uang kepada Djuyamto sebesar Rp 18 miliar.
Kasus Suap Ekspor CPO
Saksi Bantah Komunikasi Wilmar Singapura Soal Suap Rp60 M, Siap Dikonfrontir di Sidang |
---|
Pelicin Vonis CPO Sebesar Rp 5,75 Miliar Disumbangkan Djuyamto untuk Pengadaan Gedung NU Kartasura |
---|
Sidang Kasus Suap Hakim, Istri Hakim Nonaktif Djuyamto Jadi Saksi di Persidangan |
---|
Marcella Santoso Bantah Valas Senilai Rp 50 Miliar Dalam Brankas Terkait Success Fee Perkara CPO |
---|
Eks Ketua PN Jakpus Rudi Suparmono Tak Lapor KPK Terkait Upaya Suap 1 juta USD Perkara Minyak Goreng |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.