Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Kasus Suap dan Gratifikasi di Kasus Korupsi CPO, YLBHI: Praktik Hakim Korup Masih Sangat Lebar

YLBHI mengkritisi kasus vonis lepas penanganan perkara suap dan gratifikasi ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

dok. UIN Jakarta
PRAKTIK KORUP HAKIM - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur. Ia mengkritik kasus vonis lepas penanganan perkara suap dan gratifikasi ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritik kasus vonis lepas penanganan perkara suap dan gratifikasi ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Menurut Ketua YLBHI Muhamad Isnur, terungkapnya perkara tersebut menandakan praktik hakim korupsi masih sangat lebar. 

"Artinya upaya-upaya selama ini (Peradilan) wilayah bebas dari korupsi, wilayah zona integritas itu semuanya sia-sia. Praktik bahwa hakim sangat leluasa untuk melakukan praktik suap dan korupsi itu sangat lebar sekali," kata Isnur dihubungi Rabu (16/4/2025). 

Menurutnya mafia peradilan masih sangat leluasa, bergentayangan bekerja di peradilan. 

"Semua bisa dibeli. Jadi ini sebenarnya sudah sangat  darurat dan krisis," kata Isnur.

"Sudah sangat benar-benar mengerikan dimana hukum sedemikian rupa rusak di tangan para hakim-hakim ini," jelasnya. 

Diketahui tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disebut menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar mengatakan total uang tersebut diterima para tersangka sebanyak dua tahap.

Pertama para tersangka menerima uang dalam bentuk dollar sebesar Rp 4,5 miliar.

Uang tersebut diberikan oleh tersangka Muhammad Arif Nuryanta Wakil Ketua PN Jakarta Pusat yang dimana asal uangnya bersumber dari advokat Ariyanto Bahri.

"Setelah terbit surat penetapan sidang, Muhammad Arif Nuryanta memanggil DJU selaku ketua majelis dan ASB selaku anggota. Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dollar bila di kurskan ke dalam rupiah Rp 4,5 miliar," kata Qohar dalam jumpa pers, Senin (14/4/2024) dini hari.

"Dimana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkata diatensi," jelasnya.

Setelah menerima uang dari Arif, Agam dikatakan Qohar memasukkannya ke dalam godie bag yang kemudian dibagikan untuk dirinya, Djuyamto dan Ali secara merata.

Lebih jauh dijelaskan Qohar, pada medio September atau Oktober 2024, Arif Nuryanta kembali menyerahkan uang kepada Djuyamto sebesar Rp 18 miliar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved