Kasus Suap Ekspor CPO
Terungkap Aliran Suap Vonis Kasus Ekspor CPO, dari Pengacara ke Panitera, sampai ke Tangan 3 Hakim
Tiga hakim yang membuat vonis lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO ditetapkan sebagai tersangka, Senin (14/4/2025) dini hari.
TRIBUNNEWS.COM - Kasus suap dan gratifikasi terkait kasus ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng berlanjut.
Terbaru, sebanyak tiga hakim yang membuat vonis lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO ditetapkan sebagai tersangka.
Tiga hakim tersebut, di antaranya Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, serta Djuyamto (DJU) selaku hakim Pengadilan Jakarta Selatan.
Sebelumnya, empat orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait kasus ekspor CPO.
Dari keempat tersangka itu, ada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima suap dari tiga perusahaan besar, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Selanjutnya, terhadap keempat tersangka dilakukan penahanan pertama selama 20 hari ke depan.
Aliran Uang Suap dan Gratifikasi Kasus Ekspor CPO
Penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi berkaitan vonis onslag atau putusan lepas pada kasus korupsi.
Menurut Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, penetapan tersangka tersebut, berdasarkan alat bukti yang cukup.
“Telah ditemukan bukti yang cukup terjadinya tindak pidana suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," katanya saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Sabtu (12/4/2025) malam.
Baca juga: Gaji dan Harta Kekayaan 3 Hakim Tersangka Penerima Suap Rp 22,5 Miliar Kasus Ekspor CPO
Empat tersangka yang ditetapkan, di antaranya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara berinisial WG, Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso, dan advokat berinisial AR.
Mereka diduga terlibat dalam korupsi berupa suap dan gratifikasi untuk mengatur perkara ketiga korporasi tersebut.
Diketahui, berdasarkan amar putusan yang diperoleh dari laman resmi Mahkamah Agung, pada 19 Maret 2025, ketiga korporasi itu, dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO antara Januari 2021 hingga Maret 2022.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, para terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan.
Namun perbuatan tersebut, tidak dianggap sebagai tindak pidana, sehingga mereka dibebaskan dari semua dakwaan JPU.
Sementara dalam keterangan resmi Kejaksaan Agung, JPU menuntut para terdakwa untuk membayar sejumlah denda dan uang pengganti.
Terdakwa PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619.
Jika tidak dibayarkan, harta Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, dengan ancaman pidana penjara selama 19 tahun.
Terdakwa Permata Hijau Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26.
Jika tidak dibayarkan, harta David Virgo selaku pengendali korporasi tersebut dapat disita, dengan ancaman pidana penjara selama 12 bulan.
Sementara itu, Musim Mas Group dituntut membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
Jika tidak dibayarkan, harta para pengendali Musim Mas Group, termasuk Ir. Gunawan Siregar selaku Direktur Utama, akan disita untuk dilelang, dengan ancaman pidana penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa diduga melanggar dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Baca juga: Mobil dan Motor Mewah Sitaan Kejaksaan Agung di Kasus Suap Ekspor CPO Rp60 Miliar
Suap Ketua PN Jaksel dan Panitera
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan awal mula dugaan suap terhadap sejumlah orang.
Abdul Qohar menyebut, Marcella dan Ariyanto diduga memberikan suap Rp 60 miliar ke Arif.
Uang tersebut, diberikan agar majelis hakim memberikan putusan onslag.
Lantas, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella dan Ariyanto melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada Muhammad Arif Nuryanta diduga sebanyak Rp 60 miliar.
“Di mana pemberian suap tersebut atau gratifikasi diberikan melalui WG," jelas Qohar.
Menurut Qohar, pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara dimaksud.
Sebagai informasi, perkara yang melibatkan para tersangka di atas, melibatkan sejumlah korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, yang seluruhnya telah diputus oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita barang bukti dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Tetapkan 3 Hakim Tersangka
Beberapa saat kemudian, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga orang hakim sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait vonis lepas atau onslag terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Ketiga tersangka ialah hakim ASB, AM, dan DJU.
"Berdasarkan alat bukti yang cukup, di mana penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi, maka pada malam hari tadi sekitar pukul 23.30, tim penyidik telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam perkara ini," ungkap Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers, Senin (14/4/2025) dini hari.
Tiga hakim tersebut, diduga menerima uang agar perkara yang dimaksud diputus onslag.
Dijelaskan Qohar, ketiga hakim itu, mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus onslag.
Keputusan pun menjadi nyata ketika pada 19 Maret 2025, perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim.
Perkara ini, bermula ketika ada kesepakatan antara Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng, dengan Wahyu Gunawan seorang panitera untuk mengurus perkara korupsi dengan permintaan agar perkara tersebut, diputus onslag.
Adapun uang yang sudah disiapkan sebesar Rp 20 miliar.
"Selanjutnya kesepakatan tersebut disampaikan Wahyu Gunawan kepada Muhammad Arif Nuryanto agar perkara tersebut diputus onslag dan Muhammad Nuryanto menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta uang Rp 20 miliar tersebut dikalikan tiga, sehingga nilainya Rp 60 miliar," jelasnya.
Baca juga: Foto-foto Puluhan Motor dan Mobil Mewah Disita dari Kasus Suap Ekspor CPO, Ada Juga Sepeda Mewah
Kemudian, Wahyu Gunawan menyampaikan informasi itu, kepada Ariyanto Bakri agar menyiapkan uang Rp 60 miliar dan Ariyanto Bakri menyetujui permintaan mereka.
Beberapa waktu kemudian, Ariyanto Bakri menyerahkan uang sebesar Rp 60 miliar dalam bentuk dolar AS kepada Wahyu Gunawan.
Wahyu Gunawan menyerahkan uang Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanto.
Pada saat itu, Wahyu Gunawan diberi uang oleh Muhammad Arif Nuryanto sebesar 50 ribu US dolar sebagai jasa penghubung dari Muhammad Arif Nuryanto.
"Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian," ucap Qohar.
Setelah uang diterima, MAN -yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakpus- menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, AM (hakim ad hoc), dan ASB (anggota majelis).
"Setelah terbit surat penetapan sidang, MAN memanggil DJU dan ASB, lalu MAN memberikan uang dolar bila dikurskan ke dalam rupiah senilai Rp 4,5 miliar."
"Di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan MAN menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi."
Setelah menerima uang, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag. Setelah keluar dari ruangan, uang tadi dibagi kepada tiga orang, yaitu ASB sendiri, AM, dan DJU dalam persidangan perkara dimaksud.
Antara bulan September atau Oktober 2024, MAN menyerahkan kembali uang dolar AS bila dikurs rupiah senilai Rp 18 miliar kepada DJU, kemudian dibagi-bagi.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Wahyu Gilang Putranto, Glery Lazuardi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.