Akademisi: Pembahasan RUU Harusnya Dilakukan Secara Terbuka, Jika Tertutup Pasti Bermasalah
Ali mengomentari Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri, TNI, dan Kejaksaan yang tengah menjadi perbincangan publik.
Penulis:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Prof Dr Ali Syafaat mengomentari Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri, TNI, dan Kejaksaan yang tengah menjadi perbincangan publik.
Ia mengkritik pembahasan RUU-RUU ini yang dinilainya cenderung tertutup.
"Untuk mendapatkan draft resmi 3 RUU itu saja sulit. Padahal harusnya pembuatan undang-undang harusnya terbuka dan pembahasan yang tertutup pasti bermasalah," ujarnya saat menjadi pembicara dalam seminar bertajuk "Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan (Kritik RUU POLRI, RUU TNI, dan RUU Kejaksaan)" yang diadakan oleh Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB), Jumat (28/2/2025).
Diskusi ini juga dihadiri oleh Julius Ibrani (Ketua PBHI Nasional), Al Araf, Peneliti Senior Imparsial serta mantan pimpinan KPK Saut Situmorang.
Ali Syafaat menegaskan ketiga RUU itu berpotensi memunculkan 'autocratic legalisme' yakni menggunakan isntrumen hukum dengan sikap otoriter.
"Aturan hukum yang dibuat tujuannya adalah untuk perlindungan hak, karena tujuan negara kita juga demikian, meliputi kemanusiaan dan keadilan. Kekuasaan harus diatur, karena pelanggaran hak terjadi karena adanya kelompok, lembaga atau apapun yang sifatnya memiliki kuasa atas yang lain," katanya.
"Dalam perkembangannya ternyata hukum dijadikan untuk melegitimasi kekuasaan dan dibuat seolah – olah sudah sesuai dengan prinsip – prinsip keadilan dan kemanusiaan, ini yang dikatakan sebagai autochratic legislation," pungkasnya.
Di tempat yang sama, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang, memberikan kritik tajam terhadap tiga RUU yang tengah menjadi perbincangan publik.
Menurutnya, ketiga rancangan undang-undang tersebut banyak mengandung tumpang tindih kewenangan dan justru memperburuk ketidakpastian hukum di Indonesia.
Saut Situmorang menegaskan bahwa ketiga RUU ini bukan solusi yang dibutuhkan untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia.
Sebaliknya, ia justru menilai bahwa regulasi tersebut akan menambah risiko ketidakpastian hukum yang sudah ada.
“Di tengah ketidakpastian hukum seperti ini, RUU Polri, TNI, dan Kejaksaan bukan suatu solusi. Risikonya justru semakin tinggi. Saat ini saja ketidakpastian hukum masih sangat tinggi,” ujar Saut.
Menurutnya, yang seharusnya dilakukan adalah memastikan instrumen hukum yang sudah ada dapat berjalan efektif, bukan menambah regulasi yang justru memperumit sistem hukum.
“Instrumen hukum itu sudah ada, tinggal bagaimana bisa dijalankan dengan baik atau tidak. Itu saja yang perlu dijawab,” tegasnya.
Beberapa masalah yang dikhawatirkan dalam RUU Kejaksaan:
Pendaftar TNI Mencapai 107 Ribu Orang, KSAD Buka Jalur Aduan WA: Masuk Tak Perlu Ordal |
![]() |
---|
Menyaksikan Langsung Tank Harimau Milik TNI Angkatan Darat di TNI Fair 2025 |
![]() |
---|
TNI AD: Sidang Kopda F dan Serka N dalam Kasus Tewasnya Kepala Cabang Bank BUMN Digelar Terbuka |
![]() |
---|
Jarak Jangkau, Alasan TNI Simpan Rudal Balistik Khan di Kawasan Kalimantan Timur |
![]() |
---|
KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak: Jadi Prajurit TNI AD Tak Perlu Orang Dalam, Gratis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.