Kementerian ATR/BPN: Digitalisasi Sertifikat Tanah Kurangi Celah Praktik Mafia dan Lebih Transparan
Kementerian ATR/BPN menyebut sertifikat elektronik, ruang gerak mafia tanah dapat dipersempit melalui digitalisasi layanan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penerapan sertifikat tanah elektronik merupakan solusi strategis untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan keamanan dalam pengelolaan data pertanahan.
Koordinator Subtansi Sistem Pelayanan Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Pramusintha Nugraha mengatakan, dengan sertifikat elektronik, ruang gerak mafia tanah dapat dipersempit melalui digitalisasi layanan.
"Sistem ini juga mengurangi kewajiban masyarakat untuk hadir secara fisik di kantor pertanahan hingga 80 persen, menghilangkan risiko kehilangan sertifikat," ujar Pramusintha saat seminar nasional Digitalisasi Sertifikat Tanah: Mengurangi Celah Praktik Mafia Tanah atau Membuka Celah Baru? di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kamis (23/1/2024).
Sistem ini juga menjamin keaslian dokumen yang tersimpan secara terdesentralisasi, transparan, dan aman.
Transformasi ini juga harus mendukung mitigasi risiko akibat bencana alam dengan pengelolaan data yang terpusat secara elektronik dan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap informasi pertanahan mereka melalui platform digital seperti aplikasi Sentuh Tanahku.
Ahli Hukum Agraria dan Dosen Tetap Program Magister Hukum UKI, Diana R.W. Napitupulu mengatakan, transformasi menuju sertifikat tanah elektronik harus didukung dengan landasan hukum yang kuat.
Ini disebabkan keberadaan sertifikat tanah elektronik tidak hanya memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi karena lebih sulit dipalsukan dibandingkan sertifikat fisik, tetapi juga menawarkan efisiensi administrasi dan aksesibilitas yang lebih baik.
"Namun, proses transisi ini harus dilakukan secara bertahap dan menyeluruh untuk memastikan perlindungan hukum bagi seluruh pihak yang terlibat," ujar Diana.
Praktisi Cyber, Dr. Budi Sulistyo, S.T., M.T. mengatakan, implementasi sertifikat tanah digital membawa tantangan besar di bidang keamanan siber.
Ia mengatakan, sistem digital selalu memiliki risiko keamanan yang signifikan. Ancaman seperti peretasan, pencurian data dan manipulasi informasi memerlukan perhatian serius.
Langkah-langkah seperti penerapan enkripsi data, autentikasi berlapis, dan sistem audit keamanan yang terintegrasi sangat penting untuk memastikan perlindungan data yang optimal.
Budi juga menambahkan, kerja sama antara ATR/BPN dengan lembaga terkait, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, sangat penting untuk menghadapi kejahatan siber terorganisasi yang terus berevolusi.
Standar keamanan yang diterapkan dalam industri perbankan dan layanan pembayaran dapat menjadi acuan untuk membangun sistem keamanan digital yang tangguh.
Ketua Panitia Seminar Nasional, Simon Simaremare mengatakan, digitalisasi sertifikat tanah adalah langkah strategis yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akurasi pengelolaan aset tanah.
"Di balik optimisme terhadap transformasi ini, kita tidak dapat menutup mata terhadap risiko dan celah yang mungkin timbul, termasuk ancaman keamanan data serta potensi manipulasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab," katanya.
UKI Kukuhkan Prof. Dr. Aarce Tehupeiory sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Agraria dan Pertanahan |
![]() |
---|
DPR: Konversi Sertifikat Tanah Tahun 1961-1997 ke Elektronik Harus Transparan dan Hati-hati |
![]() |
---|
Anggota Komisi II DPR Rahmat Saleh Minta Kementerian ATR/BPN Awasi HGU Korporasi dan BUMN |
![]() |
---|
Warga Jaktim Berharap Menteri Nusron Turun Tangan Usai Sertifikat Tanah Tak Dikeluarkan BPN |
![]() |
---|
Kronologi Warga Bantul Jadi Korban Penipuan Sertifikat Tanah, Modus Beri Bantuan Balik Nama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.