Sabtu, 4 Oktober 2025

KPK Minta Hakim Konstitusi Tolak Gugatan Soal Wewenang Kejaksaan Tangani Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membela Kejaksaan terkait adanya gugatan kewenangan menangani korupsi yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meminta agar hakim konstitusi menolak gugatan soal kewenangan kejaksaan tangani perkara korupsi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membela Kejaksaan terkait gugatan kewenangan menangani korupsi yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut KPK, kewenangan penyidikan korupsi sama-sama dimiliki kepolisian maupun kejaksaan sebagai aparat penegak hukum.

Kewenangan itu juga dinilai takkan mengganggu independensi jaksa dalam penuntutan.

"Asalkan track-nya, asalkan hak-hak dan perlakuannya ketika disidik oleh Kejaksaan, ketika disidik oleh Kepolisian, maka sesungguhnya tidaklah merupakan kerugian konstitusional," ujar Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat memberikan pandangan sebagai pihak terkait dalam uji materiil di MK, Rabu (14/6/2023).

Menurut KPK, kewenangan Kejaksaan untuk menyidik korupsi tak bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Baca juga: Faisal Basri Dengar Ada Upaya Sistematis untuk Hentikan Kasus yang Ditangani Kejaksaan dan KPK

Selain itu, secara formil KPK menilai bahwa gugatan Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Tipikor kali ini nebis in idem.

Sebab, gugatan yang sama pernah dilakukan sebelumnya dan ditolak MK.

Karena itu, KPK meminta agar hakim konstitusi menolak gugatan ini.

"KPK selaku pihak terkait memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memberikan putusan menolak permohonan pengujian pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengajuan tersebut tidak dapat diterima," ujar Ghufron.

Sebagai informasi, pandangan KPK ini disampaikan sebagai pihak terkait dalam pengujian materiil yang didaftarakan oleh Yasin Djalamaludin, pengacara Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob yang dijerat kasus korupsi oleh Kejaksaan Tinggi Papua.

Baca juga: LBH GP Ansor Nilai Gugatan Hapus Wewenang Kejaksaan Usut Korupsi Kontraproduktif

Pasal yang digugat oleh Yasin Djamaludin ke MK ini berkaitan dengan kewenangan Kejaksaan untuk menangni kasus korupsi.

Dalam petitum gugatannya, Yasin meminta agar Hakim Konstitusi membatalkan Pasal 30 Ayat (1) Huruf D Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Kemudian ada Pasal 39 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi yang diminta untuk dibatalkan.

Selain itu, Yasin juga meminta agar Hakim Konstitusi menghapus frasa "atau Kejaksaan" dalam Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal-pasal tersebut dianggap sang penggugat bertentangan dengan konstitusi dasar Republik Indonesia.

"Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," katanya dalam permohonan yang teregister di MK.

Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang digugat itu merupakan dasar hukum kewenangan Kejaksaan melakukan penyidikan, khususnya dalam bidang tindak pidana korupsi.

Satu di antaranya, Pasal 30 Ayat (1) Huruf D yang berbunyi:
Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

Kemudian dalam Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi termaktub bahwa:
Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik Kepolisian atau Kejaksaan.

Dalam keterangannya, Yasin Djamaludin mengakui bahwa gugatan tersebut didasari dari penyidikan Kejaksaan Tinggi Papua atas dugaan korupsi pengadaan pesawat terbang yang menyeret kliennya, Plt Bupati Mimika Johannes Rettob.

Berdasarkan versinya, Kejaksaan telah mengebiri hak Johannes Rettob yang kala itu menjadi tersangka untuk mengajukan praperadilan.

"Hak tersangka untuk mengajukan Praperadilan dikebiri oleh Kejaksaan Tinggi Papua dengan mengajukan berkas perkara yang belum selesai ke Pengadilan dengan maksud agar permohonan Praperadilan digugurkan Pengadilan," kata Yasin dalam keterangannya pada Minggu (5/3/2023).

Tindakan demikian dianggap Yasin merupakan bentuk kesewenang-wenangan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum.

Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia.

"Praktik kesewenang-wenangan Kejaksaan seperti itu jamak terjadi, maka M Yasin Djamaluddin SH, MH akan mengajukan Judial Review terhadap Pasal 82 KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 ke Mahkamah Konstitusi pada 6 Maret 2023."

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved