Jumat, 3 Oktober 2025

Polisi Tembak Polisi

Pengakuan Ferdy Sambo, Putri, Ricky, Kuat, dan Bharada E dalam Pleidoi, Eliezer Merasa Disia-siakan

Berikut pengakuan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf dalam pleidoinya.

Editor: Adi Suhendi
Kloase Tribunnews.com
Lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J (dari kiri ke kanan) Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Bripka Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer aliasa Bharada E. Berikut pengakuan lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J dalam pleidoinya. 

Sebab, Putri Candrawathi mengaku malu dengan kejadian tersebut.

"Dalam pembicaraan yang terasa dingin dan singkat tersebut, istri saya Putri Candrawathi mengiba agar aib yang menimpa keluarga kami tidak perlu disampaikan kepada orang lain, istri saya begitu malu, ia tidak akan sanggup menatap wajah orang lain yang tau bahwa ia telah dinodai," ungkap Sambo.

Lebih lanjut, Sambo menjelaskan bahwa Putri Candrawathi pun meminta agar persoalan tersebut diselesaikan dengan baik-baik.

Sebab sebelumnya, istrinya juga telah menyampaikan langsung kepada Brigadir J agar resign dari pekerjaannya sebagai ajudan.

"Permintaan yang kemudian saya ikuti, lantas saya memintanya masuk ke dalam kamar sementara saya berdiam diri di ruang keluarga dengan hati dan pikiran yang kacau berantakan," tukasnya.

2. Putri Candrawathi

Putri Candrawathi membacakan pleidonya, Rabu (25/1/2023).

Dalam pleidoi, Putri Candrawathi menegaskan lima poin terkait dengan peristiwa kematian Brigadir J.

Pertama, Putri mengklaim dirinya merupakan korban kekerasan seksual.

"Saya adalah korban kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan yang dilakukan oleh almarhum Yosua," ujar Putri.

Kedua, Putri mengaku tidak turut serta meencanakan pembunuhan terhadap Bigadir J.

Ketiga, kedatangan Ferdy Sambo ke Rumah Duren Tiga disebut Putri tanpa sepengetahuan dirinya.

Keempat, Putri mengaku tak mengetahui penembakan Brigadir J.

Padahal saat itu dirinya sedang berada di sebuah kamar di Rumah Duren Tiga.

"Saya sedang istirahat di dalam kamar dengan pintu tertutup," katanya.

Kelima, pergantian pakaian diklaimnya bukan merupakan bagian dari skenario pembunuhan.

Menurutnya, pergantian pakaian merupakan kebiasaannya setelah bepergian.

"Saya berganti pakaian piyama hingga memakai kemeja dan celana pendek yang masih sopan dan sama sekali tidak menggunakan pakaian seksi sebagaimana disebut Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan," kata Putri.

Sebagai informasi, dalam pembelaannya, Puri masih bersikukuh mengklaim adanya kekerasan seksual yang dialami di Rumah Magelang.

Sembari menangis, Putri bercerita bahwa dirinya tak hanya dirudapaksa, Putri juga mengaku menglami penganiayaan oleh ajudan suaminya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Yosua melakukan perbuatan keji. Dia memperkosa, menganiaya saya," katanya.

Kemudian Putri juga mengaku diancam oleh Brigadir J.

Menurutnya, Brigadir J mengancam akan membunuh Putri dan anak-anaknya.

"Dia mengancaman akan membunuh saya jika ada orang lain yang mengetahui apa yang dia lakukan. Dia mengancam membunuh anak-anak yang saya cintai," ujar Putri.

Putri pun tak menyangka bahwa ajudan yang dipercayainya melakukan perbuatan seperti itu.

Sebab menurutnya, Brigadir J telah dianggap sebagai keluarga olehnya.

"Yang lebih sulit Saya terima, pelakunya adalah orang yang kami percaya, orang yang kami tempatkan sebagai bagian dari keluarga dan bahkan Kami anggap anak," katanya.

3. Richard Eliezer alias Bharada E

Richard Eliezer alias Bharada E membacakan nota pembelaannya, Rabu (25/1/2023).

Dalam pleidoinya, Bharada E meminta dibebaskan dari segala tuntutan karena dirinya sudah berkata jujur dalam peristiwa pembunuhan Brigadir J.

Berikut sejumlah poin yang diungkapkan Ricky Rizal dalam pleidoinya yang dihimpun Tribunnews.com:

Diperalat dan Disia-siakan Ferdy Sambo

Dalam pembelaannya Bharada E mengungkap dirinya merasa dibohongi Ferdy Sambo.

Bharada E mengaku tidak pernah menyangka kalau insiden penembakan terhadap Brigadir J akan menyeretnya sebagai terdakwa.

"Saya tidak pernah menduga apalagi mengharapkan atas peristiwa yang sekarang menimpa diri saya, di masa awal-awal pengabdian saya atas kecintaan saya terhadap Negara, dan kesetiaan kepada Polri," kata Bharada E.

Bharada E menyesalkan, karena peristiwa ini terjadi di masa-masa awal kecintaanya sebagai aparat penegak hukum kepada institusi Polri

Dia menyebut, pangkatnya yang hanya seorang Bharada ternyata diperalat oleh Ferdy Sambo yang merupakan jenderal poisi bintang dua.

"Di mana saya yang hanya seorang prajurit rendah berpangkat Bharada yang harus mematuhi perkataan dan perintahnya, ternyata saya diperalat, dibohongi dan disia-siakan," ucap Bharada E.

Dimusuhi Ferdy Sambo dan Ajudan Lain

Bahkan kata dia, kejujurannya untuk mengungkap perkara soal tewasnya Brigadir J ini malah membuatnya dimusuhi oleh Ferdy Sambo dan beberapa anggota ajudan lain.

Atas hal itu, dirinya mengaku merasa hancur dan menjadi rekam jejak yang menyakitkan selama hidupnya.

"Bahkan kejujuran yang saya sampaikan tidak dihargai malahan saya dimusuhi. Begitu hancurnya perasaan saya dan goyahnya mental saya, sangat tidak menyangka akan mengalami peristiwa menyakitkan seperti ini dalam hidup saya," kata Bharada E.

"Namun saya berusaha tegar," kata dia.

4. Ricky Rizal

Ricky Rizal alias Bripka RR membacakan pleidoinya, Selasa (24/1/2024).

Ada Sejumlah bantahan yang dilontarkannya dalam pleidoinya.

Berikut sejumlah poin yang diungkapkan Ricky Rizal dalam pleidoinya yang dihimpun Tribunnews.com:

Bantah Setujui Backup Ferdy Sambo

Dalam pembelaannya Ricky Rizal membantah menyetujui perintah Ferdy Sambo untuk membackupnya menghabisi Brigadir J.

Menurut Ricky Rizal, Ferdy Sambo menyampaikan perintah yang tidak terpisahkan, yaitu membackup dengan menembak.

Perintah itu terlontar dari Ferdy Sambo saat memanggil Ricky ke lantai tiga Rumah Saguling pada 8 Juli 2022.

Saat itu, Ferdy Sambo terlebih dulu menyampaikan bahwa isterinya, Putri Candrawathi telah dilecehkan Brigadir J.

Setelah itu, perintah backup pun dilontarkan.

"Beliau (Ferdy Sambo) berbicara kepada saya: Saya mau panggil dia, kamu backup saya, amankan saya, kalau dia melawan, kamu berani enggak tembak dia?"kata Ricky Rizal.

Saat itu dia menanggapi perintah tersebut dengan penolakan.

Penolakan perintah itu dilakukan karena dia tak merasa mampu melaksanakannya.

"Saya jawab: Tidak berani pak, saya tidak kuat mentalnya," ujarnya.

Bantah Awasi Brigadir J

Ricky Rizal pun dalam pleidoinya membantah bertugas mengawasi Brigadir J sebelum eksekusi.

"Dalam berkas surat tuntutan tidak pernah menyebutkan perintah pengawasan dan pengawalan disampaikan oleh siapa kepada siapa, serta kapan perintah itu disampaikan. Dimulai dari pembagian tempat duduk saat berangkat ke Jakarta yang tidak didukung satupun keterangan saksi atau bukti," kata Ricky Rizal.

Menurutnya, dirinya tak pernah menyatakan bahwa adanya perintah pengawasan dan pengawalan kepada Brigadir J.

Karena itu, tuduhan itu tidaklah berdasarkan alat bukti.

"Jika memang harus diawasi, maka semestinya saya tidak boleh melepaskan pengawasan saya ketika di Saguling dipanggil oleh Bapak Ferdy Sambo," ungkapnya.

Bahkan, kata Ricky Rizal, semua keterangan saksi, tidak ada yang menyebut adanya perintah atau permintaan tolong untuk mengawasi keberadaan Brigadir J.

"Ketika kami tiba dan semua turun dari mobil serta terlihat di CCTV yang sudah diputar di Pengadilan, saya tidak pernah sedikitpun selalu memperhatikan gerak-gerik atau keberadaan Almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat," jelasnya.

Saat itu, Ricky Rizal menegaskan jika dirinya tidak pernah mengawasi Brigadir J.

Hal itu terbukti dirinya sempat memutarkan balik mobil saat tiba di rumah dinas untuk membawa Putri Candrawathi.

"Saya tidak segera masuk karena harus memutar balik mobil yang akan digunakan Ibu Putri kembali ke Saguling setelah hasil PCR keluar," ucapnya.

Oleh karena itu, Ricky Rizal menilai tuduhan JPU tidak berdasar alat bukti.

Sebab, posisinya saat itu terhalang pagar rumah yang membuatnya tidak melihat posisi Brigadir J.

"Saya tidak mempunyai penglihatan super yang mampu menembus pagar rumah untuk memastikan keberadaan Almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat sementara saya berada di dalam mobil. Dan sudah kita ketahui bersama, bahwa di bagian depan rumah juga terdapat garasi dan pintu pagar yang dapat terbuka, sedangkan dalam CCTV terlihat pada saat Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat berada di sekitar tempat tersebut, saya sama sekali tidak pernah mendekat ke arah Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat," katanya.

Bantah Hendak Tabrakan Mobil

Ricky Rizal membantah dirinya sempat menabrakan mobil saat perjalanan pulang dari Rumah Magelang menuju Rumah Duren Tiga.

"Tidak pernah terbersit niat sekecil apapun dari dalam hati saya akan menabrakkan mobil yang saya kendarai bersama dengan almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat untuk mencelakai atau bahkan membunuh almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat," ujarnya.

Menurutnya, niatan demikian tidak akan dilakukannya.

Sebab, hal tersebut sama saja dengan mencelakai diri sendiri.

"Apabila saya lakukan hal tersebut, sama saja saya berniat untuk bunuh diri," kata Ricky.

Karena itu, dia menganggap bahwa hal demikian tidak masuk akal. Apalagi dirinya memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga, sehingga tidak ingin mencelakai diri sendiri.

"Saya mempunyai keluarga, saya sangat mencintai dan menyayangi keluarga saya. Dan saya juga merupakan orang yang masih sehat akal dan jiwanya," ujarnya.

Amankan Senjata Brigadir J

Ricky Rizal mengaku dirinya sengaja mengamankansenjata Brigadir J di Magelang untuk antisipasi terjadinya keributan susulan antara Brigadir J dan Kuat Maaruf.

"Saya sebagai anggota Polri, sebagai senior, sebagai yang dituakan, melakukan tindakan pengamanan senjata api sebagai bentuk antisipasi dan mitigasi risiko terjadinya keributan kembali antara mereka (Brigadir J dan Kuat Maaruf)," kata Ricky Rizal.

Ricky Rizal melanjutkan upaya pengamanan terhadap pisau yang dipakai juga sudah dilakukannya malam itu dan pengamanan senjata api sudah disampaikan langsung terhadap almarhum Joshua.

"Saya sama sekali tidak mengetahui ada permasalahan antara almarhum Joshua dengan Ibu Putri. Saya tidak pernah tahu ada ancaman yang dilakukan oleh almarhum Joshua kepada ibu Putri," tegas Ricky Rizal.

"Selain itu Yang Mulia Majelis Hakim. Saya tidak pernah ada permasalahan secara pribadi dan kedinasan dengan almarhum Joshua," sambungnya.

Ricky Rizal melanjutkan dari keterangan saksi di persidangan tidak ada menyudutkan ada perintah terkait mengamankan senjata.

Didukung dengan hasil poligraf kepada dirinya yang terindikasi jujur.

Tak Pernah Hendaki dan Rencanakan Hilangkan Nyawa Brigadir J

Ricky Rizal juga mengklaim bahwa diriya tidak pernah menghendaki dan merencanakan hilangnya nyawa dari Brigadir J.

"Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum yang terhormat. Melalui kesempatan yang telah diberikan kepada Majelis Hakim dalam nota pembelaan pribadi saya ini," kata Ricky Rizal.

"Saya ingin menyampaikan bahwa saya tidak pernah sedikitpun menginginkan, menghendaki, merencanakan dan mempunyai niat menghilangkan nyawa almarhum Joshua," sambungnya.

Ricky Rizal melanjutkan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah mengetahui ada rencana pembunuhan terhadap almarhum Joshua.

Serta dirinya tidak pernah melakukan perbuatan bersama-sama atau turut serta menghilangkan nyawa almarhum Brigadir J.

"Jasa Penuntut Umum meminta Yang Mulia Majelis Hakim untuk memutus perkara ini. Demikian juga saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutuskan perkara ini secara adil," kata Ricky Rizal.

"Saya sangat berharap kepada Yang Mulia Majelis Hakim menggunakan kedudukannya sebagai wakil Tuhan untuk berikan putusan seadil-adilnya bukan hanya untuk saya, istri, putri-putri dan keluarga saya," jelasnya.


5. Kuat Maruf

Dalam pleidoinya Kuat Maruf membantah sejumlah hal terkait kasus pembunuhan Brigadir J.

Mulai dari rumor perselingkuhan Putri Candrawathi hingga terlibat pembunuhan Brigadir J.

Kuat Maruf diketahui membacakan pleidoinya pada Selasa (24/1/2023).

Berikut sejumlah poin yang diungkapkan Kuat Maruf dalam pleidoinya yang dihimpun Tribunnews.com:

Ungkap Kebaikan Brigadir J

Kuat Maruf mengaku dirinya bukanlah orang yang sadis, tega, dan tidak punya hati.

Dia mengaku tak sampai hati membunuh Brigadir Brigadir J.

"Demi Allah saya bukan orang sadis tega dan tidak punya hati untuk ikut membunuh orang apalagi orang yang saya kenal baik dan pernah menolong saya," kata Kuat Maruf.

Kuat Maruf mengaku mengenal baik sosok Brigadir J selama bertugas bersama keluarga Ferdy Sambo.

Bahkan, dia masih mengenang kebaikan Brigadir J semasa hidupnya.

Kuat Maruf bilang sempat tidak bekerja untuk Ferdy Sambo selama 2 tahun.

Saat itu, Brigadir J membantu Kuat M'ruf dengan membiayai sekolah anaknya.

"Bahkan saat saya 2 tahun tidak bekerja dengan bapak Ferdy Sambo, almarhum Yosua pernah bantu saya dengan rezekinya. Karena saat itu anak saya belum bayar sekolah," jelas Kuat Maruf.

Bantah Ikut Perencaaan Pembunuhan Brigadir J

Kuat Maruf pun membantah mengetahui perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J.

Ia membantah sengaja menutup pintu rumah untuk memuluskan rencana Ferdy Sambo.

"Tuduhan berikutnya, saya dianggap ikut merencanakan pembunuhan kepada almarhum Yosua karena tindakan saya menutup pintu dan menyalakan lampu," ujarnya.

Tindakan itu diklaimnya merupakan kebiasaan sebagai ART Ferdy Sambo.

"Tindakan saya menutup pintu dan menyalakan lampu sudah menjadi rutinitas saya sebagai ART," katanya.

Kemudian dia juga membantah telah bersekongkol dengan Ferdy Sambo dalam perencananaan eksekusi Brigadir J dengan bertemu di Rumah Saguling.

Hal itu disampaikannya karena tak ada alat bukti yang mendukung tudingan demikian selama proses persidangan.

"Tidak ada satupun saksi maupun video rekaman atau bukti lainnya yang menyatakan kalau saya bertemu dengan Bapak Ferdy Sambo di Saguling," ujarnya.

"Jadi kapan saya ikut merencanakan pembunuhan kepada almarhum Yosua?" kata Kuat.

Bantah Rumor Perselingkuhan dengan Putri Candrawathi

Selain itu, Kuat Maruf juga menepis rumor perselingkuhannya dengan Putri Candrawathi.

Rumor yang berkembang pasca-pembunuhan Brigadir J itu membuatnya bingung.

"Saya sangat bingung dan tidak percaya," ujarnya.

Isu perselingkuhan itu diketahui muncul beriringan dengan tudingan bahwa dirinya juga ikut merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.

Namun Kuat menepis seluruh tuduhan tersebut.

"Saya sudah dituduh sebagai orang yang ikut merencanakan pembunuhan terhadap almarhum Yosua. Bahkan yang lebih parah, di media sosial saya dituduh berselingkuh dengan ibu Putri," katanya.

Tuduhan-tuduhan itu disebutnya memberikan dampak terhadap hidupnya, termasuk keluarganya.

"Bagaimana pun juga saya punya anak dan istri yang pastinya berdampak kepada mereka," ujar Kuat.

Tak Bawa Pisau ke Duren Tiga

Kuat Maruf pun membantah membawa pisau ke Rumah Duren Tiga.

"Saya tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi kepada almarhum Yosua di tanggal 8 Juli 2022," ujarnya.

Menurut Kuat, kesimpulan seperti itu muncul karena dirinya digiring penyidik untuk mengakui keterangan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Termasuk di antaranya pernyataan mengenai pisau yang dibawa dari Rumah Magelang.

"Bahkan saya dituduh membawa pisau itu ke rumah Duren Tiga," katanya.

Kuat mengklaim bahwa pisau tersebut tak dibawanya sampai ke Rumah Duren Tga.

Sebab di dalam proses persidangan, dia menganggap tak ada alat bukti yang menunjukkan bahwa dirinya membawa pisau hingga ke Rumah Duren Tiga.

"Dalam persidangan sangat jelas terbukti saya tidak pernah membawa pisau yang didukung daari keterengan para saksi dan hasil video rekaman yang ditampilkan," ujar Kuat.

Sekadar informasi, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup.

Kemudian Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dituntut penjara 12 tahun.

Tuntutan terhadap keduanya diketahui lebih tinggi dari tiga terdakwa yang lain, yaitu Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf yang hanya dituntut 8 tahun penjara.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada dituntut melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. (Tribunnews.com/ Rizki/ Ashri/ Rahmat/ Igman)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved