Pemilu 2024
Soal Pencatutan NIK ke Sipol KPU, Pengamat: Ini Pencurian
JPPR mencatat sedikitnya 18 orang yang nama dan nomor induk kependudukan (NIK)-nya tercatat tanpa izin atau diduga dicatut sebagai anggota parpo
Posko pengaduan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat masih ada sedikitnya 18 orang yang nama dan nomor induk kependudukan (NIK)-nya tercatat tanpa izin atau diduga dicatut sebagai anggota parpol.
Sebelumnya, sejak 30 Agustus 2022, JPPR menerima 60 aduan pencatutan identitas ke dalam SIPOL KPU sebagai anggota dan/atau pengurus parpol.
Baca juga: Cara Aktivasi NIK jadi NPWP, Akses Melalui Laman pajak.go.id
JPPR menyayangkan hingga saat ini KPU tidak mengambil tindakan tegas sebagai upaya pemulihan identitas masyarakat yang dicatut.
"Dalam hal ini KPU hanya sekedar menyampaikan kepada partai politik yang bersangkutan untuk menghapus nama masyarakat berdasarkan tanggapan masyarakat," kata Manajer Pemantau Seknas JPPR Aji Pangestu, dalam keterangannya, Senin (12/12/2022).
Padahal, lanjutnya, KPU dapat menyatakan partai yang terbukti melakukan pencatutan nama warga, tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai parpol peserta pemilu.
Selain itu, KPU juga dapat merekomendasikan agar partai yang bersangkutan menghapus
nama warga yang dicatut dari Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Di sisi lain, JPPR juga menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI seharusnya menindaklanjuti temuan yang didapat JPPR.
Aji menjelaskan, tindak lanjut yang tegas dapat dilakukan dengan penegakan hukum pidana pemilu jika KPU tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu untuk memulihkan nama-nama yang dicatut.
"Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 518 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang pemilu," tegas Aji.
Adapun pasal tersebut menyebutkan: Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (3) dan Pasal 261 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah).