Datangi Kantor DKPP, Evi Novida Minta Pembatalan Putusan Pemecatan
Evi menyerahkan surat itu secara langsung ke kantor DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat, pada Senin (23/3/2020).
Mereka yaitu, Muhammad selaku Plt. Ketua merangkap Anggota, Alfitra Salam, Teguh Prasetyo, dan Ida Budhiati.
Padahal, dia mengungkapkan, jika mengacu Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, yang menyebutkan:
“rapat pleno Putusan dilakukan secara tertutup yang dihadiri oleh 7 (tujuh) orang anggota DKPP kecuali dalam keadaan tertentu dihadiri paling sedikit 5 (lima) orang”.
"Dengan demikian putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tidak memenuhi syarat qorum rapat pleno untuk menjatuhkan putusan. Keputusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 dibuat dengan cara yang terburu-buru, tidak cermat, tidak mempertimbangkan qorum ini mestinya dinyatakan cacat hukum dan harus dinyatakan batalkan demi hukum," kata dia.
Poin keberatan keempat, dia melanjutkan pengambilan keputusan di KPU diambil melalui mekanisme rapat pleno mengusung prinsip kolektif kolegial.
Dia membantah memiliki tanggungjawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil Pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya, seperti yang dicantumkan pada poin pertimbangan putusan DKPP.
"Menurut hemat saya tuduhan ini terlalu berlebihan, sebab dalam mekanisme pengambilan keputusan di Komisi Pemilihan Umum tidak tersedia ruang bagi koordinator divisi untuk mengambil keputusan sendiri, tapi diambil melalui mekanisme rapat pleno dengan prinsip kolektif kolegial," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, pada laporan
pengadu maupun dalam fakta persidangan tidak ada secara spesifik membahas peran teradu VII dalam mengendalikan apalagi mengintervensi putusan KPU Provinsi Kalimatan Barat.
Selanjutnya juga tidak ada bukti perbuatan yang dilakukan, bagaimana melakukan, kapan dilakukan, dimana dilakukan, yang dapat secara nyata menjadi alasan untuk menyatakan bahwa teradu VII secara inperson dapat dikategorikan
melakukan perbuatan ketidakadilan yang menyebabkan hasil Pemilu tidak dapat
dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya,
"Sehingga tidak cukup alasan hukum untuk membebankan sanksi pemberhentian secara tetap dari anggota kepada teradu VII," tambahnya.