KPU Klaim Penerapan e-Rekap Bisa Kikis Human Error
Wahyu Setiawan mengklaim penggunaan sistem rekapitulasi hasil suara Pemilu berbasis teknologi atau biasa disebut e-rekap dapat meminimalisir faktor ke
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan mengklaim penggunaan sistem rekapitulasi hasil suara Pemilu berbasis teknologi atau biasa disebut e-rekap dapat meminimalisir faktor kesalahan human error.
Indonesia pun menurutnya, punya modal untuk menerapkan itu.
"Bisa. Sebenarnya kan kita punya modal ya, terlepas dari berbagai kelemahan," ungkap Wahyu di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2019).
Modal yang dimaksud Wahyu mengacu pada pemanfaatan sistem informasi penghitungan suara (Situng) yang telah diterapkan oleh KPU pada dua periode Pemilu belakangan, yakni Pemilu 2014 dan 2019.
Terlepas dari kesalahan input yang terjadi, menurutnya Situng adalah tonggak dari wujud nyata penggunaan teknologi informasi dalam proses merekap hasil suara Pemilu.
Baca: Pengin Bisa Berada di Sekolah Hingga 20 Tahun ke Depan, Maudy Ayunda Kepikiran Jadi Guru
Baca: Galih Ginanjar Akui Betah di Sel Tikus, Barbie Kumalasari Sebut Sang Suami Justru Sakit
Baca: Divonis Kanker, Cinta Penelope Kini Habiskan Ratusan Juta Rupiah untuk Sekali Pengobatan
"Sekali lagi, memang masih banyak hal dalam Situng yang masih perlu disempurnakan, tetapi secara umum situng itu efektif," ungkap dia.
KPU sendiri juga sudah mewacanakan penerapan sistem rekapitulasi hasil suara alias e-rekap untuk dipakai pada Pilkada 2020 mendatang.
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid mengatakan pihaknya sedang menakar, dan memperhitungkan peluang penggunaan e-rekap untuk penyelenggaraan Pemilu ke depan.
Tapi meski sudah melempar wacana ini, KPU tak mau terburu-buru menerapkannya pada skala nasional.
Dari 270 daerah yang bakal menjalani Pilkada, satu atau beberapa daerah akan ditunjuk sebagai pilot project penerapan e-rekap.
Sebelum itu, KPU bakal terlebih dulu memperbanyak sosialisasi yang melibatkan publik supaya mereka paham dan terdidik bagaimana sesungguhnya proses penghitugan suara elektronik ini.
"Ini harus diperbanyak dan wacana diperbanyak ke publik. Karena saat Pemilu lalu, ada publik yang nggak percaya. Kalau legitimasi masih rendah, maka maknanya kurang baik. Di sisi lain kita buat kesadaran publik bahwa sistem ini reliable," ungkap Pramono.
Soal dasar hukum penggunaan e-rekap atau penghitungan suara berbasis teknologi, dimungkinkan dalam peraturan perundang-undangan.
Aturan tersebut dimuat dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.