Jumat, 3 Oktober 2025

Pemilu 2019

Catatan Penting Perludem Terkait Putusan MK Tolak Uji Materi PT 20 Persen

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Tribunnews.com/Achmad Rafiq
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini. 

Lagi pula, argumentasi MK terkait dengan penguatan sistem presidensil, dengan membentuk pencalonan presiden, jelas merupakan salah satu yang tidak ada hubungannya dalam teori ilmu politik.

Karena, presiden dalam sistem pemerintahan di Indonesia sudah memiliki posisi dan kewenangan yang kuat, apalagi dengan dipilih langsung oleh rakyat melalui proses pemilihan langsung.

Sama halnya dengan DPR, lanjutnya, setiap anggota DPR adalah orang yang dipilih langsung oleh rakyat. Memiliki mandat yang sama.
"Desaian pendistribusian kewenangannlah kemudian yang menjadi penyeimbang, agar terbentuk check and balances antar organ kekuasaan negara," jelasnya.

"Hal ini yang tak dipertimbangkan mendalam dan dijelaskan dalam putusan MK, kalau memang MK ingin bicara penguatan sistem presidensil," tegasnya.

Dalam putusannya MK juga tidak konsisten dalam menafsirkan makna sistem presidensil. Dalam pertimbangannya MK sudah menyebutkan bahwa presiden dan DPR memiliki kewenangannya masing-masing.
Untuk itulah sudah seharusnya pemilihan diantara keduanya tidak saling mempengaruhi. Karena masing2 memiliki mandat yang berbeda.

Hal ini berbeda dengan sistem parlementer dimana pemenang pemilu legislatif yg membentuk pemerintahan eksekutif. Semakin aneh ketika hasil pemilu DPR pada pemilu sebelumnya lah (Pemilu 2014) yang menentukan pencalonan presiden 2019.

Oleh sebab itu, karena putusan ini adalah sebuah sikap lembaga peradilan, sebagai negara hukum, putusan ini harus dihormati.

Tetapi, sebagai sebuah putusan yang terbuka untuk umum dan berdampak kepada orang banyak, putusan ini tentu sangat terbuka untuk didiskusikan, dikritik, guna melihat sudut pandang yang jauh lebih mendalam secara keilmuan dan akademik.

Sebelumnya, MK menolak uji materi Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden.

Partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.

Dalam dalil yang diajukan, Partai Idaman diantaranya menilai pasal tersebut sudah kedaluwarsa karena menggunakan hasil pileg 2014 sebagai ambang batas pilpres 2019.

Partai Idaman juga menilai pasal tersebut tak relevan karena pileg dan pilpres 2019 digelar secara serentak.

Selain itu, Partai Idaman juga menilai pasal tersebut diskriminatif karena menghalangi partai politik baru untuk mengajukan capres.

Namun, dengan ditolaknya uji materi yang diajukan Partai Idaman, maka ketentuan pasal tersebut tak berubah dan dinyatakan sah.

Dalam pertimbangannya, MK menilai presidential threshold relevan untuk memperkuat sistem presidensial.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved