Jumat, 3 Oktober 2025

MK Diminta Tolak Pengujian UU yang Longgarkan Syarat Remisi Koruptor, Ini 6 Alasannya

Dalam argumentasinya, kata Aradila, pemohon menilai remisi merupakan hak seluruh narapidana (Pasal 14 ayat (1) UU 12/1995).

net
Gedung Mahkamah Konstitusi 

Pengetatan remisi dalam PP 99/2012 merupakan bentuk kebijakan hukum terbuka pemerintah.

Dimana UU 12/1995 dalam Pasal 14 ayat (2) mengamanatkan tata cara pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Ini berarti bagaimana remisi diberikan merupakan sepenuhnya kebijakan pemerintah.

3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 51 P/HUM/2013 dan 63 P/HUM/2015 Menguatkan keberadaan PP 99/2012.

Baca: Kaget Hotel Alexis Tutup, Pria Bule Ini Langsung Pergi

Mahkamah Agung melalui dua putusannya menilai bahwa pengetatan remisi bagi narapidana korupsi bukan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia, melainkan merupakan konsekuensi logis dari nilai atau bobot kejahatan yang korupsi yang memiliki dampak yang luar biasa.

4. Pengetatan remisi sejalan dengan semangat United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC).

Bahwa dalam rekomendasi reviewer UNCAC menilai dalam praktiknya, aturan hukum Indonesia belum memadai untuk mengakomodasi pengaturan yang berkaitan dengan remisi atau pembebasan beryarat.

Dan merekomendasikan pemerintah untuk menjadikan kejahatan korupsi sebagai alasan pemberat dalam pertimbangan pemberian remisi atau pembebasan bersyarat. Hal ini sejalan dengan Poin 5 Article 30 UNCAC yang berbunyi: “Each State Party shall take into account the gravity of the offences concerned when considering the eventuality of early release or parole of persons convicted of such offences”

5. Pengetatan Remisi juga sejalan prinsip dalam Standard Minimum Rules For The Treatment of Prisoners Tahun 1955 dan UU 12/1995.

Bahwa Standard Minimum Rules For The Treatment of Prisoners Tahun 1955 angka 70 menyebutkan bahwa diberikannya hak remisi kepada narapidana harus dilakukan di setiap lapas dengan disesuaikan dalam kelas-kelas narapidana yang berbeda dan cara-cara perlakuan pembinaan yang berbeda.

Ketentuan dalam standar inilah yang kemudian diadopsi dalam Pasal 12 ayat (1) UU 12/1995.

6. Mahkamah Konstitusi menilai korupsi sebagai kejahatan luar biasa.

Dalam beberapa putusan MK menyebutkan Korupsi sebagai kejahatan luar biasa dan diperlukan cara-cara yang luar biasa dalam menanggulanginya.

Tidak didapatkannya hak remisi pemohon bukan merupakan bentuk diskriminasi melainkan konsekuensi dari syarat-syarat yang diatur dalam PP 99/2012 yang memperketat pemberian remisi bagi narapidana kasus korupsi.

Baca: Bagaimana Nasib Karyawan Alexis? Ini Usul Fadli Zon

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved