Senin, 6 Oktober 2025

Gejala Muncul di Usia Lebih Muda, Segera Ubah Gaya Hidup untuk Cegah Osteoartritis 

Tercatat 595 juta orang di dunia hidup dengan osteoartritis, dan angka ini terus naik seiring bertambahnya usia populasi.

|
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
GAMBAR DIBUAT AI
ILUSTRASI NYERI LUTUT - Nyeri lutut akibat osteoartritis (OA) masih menjadi masalah kesehatan utama bagi lansia. Kondisi degeneratif sendi ini tak hanya membatasi gerak, tetapi juga memengaruhi kualitas hidup, terutama ketika nyeri datang secara kronis dan berulang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Nyeri lutut akibat osteoartritis (OA) masih menjadi masalah kesehatan utama bagi lansia.

Kondisi degeneratif sendi ini tak hanya membatasi gerak, tetapi juga memengaruhi kualitas hidup, terutama ketika nyeri datang secara kronis dan berulang.

Data Global Burden of Disease 2020 mencatat bahwa 595 juta orang di dunia hidup dengan osteoartritis, dan angka ini terus naik seiring bertambahnya usia populasi.

Di Indonesia sendiri, survei Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi gangguan sendi sebesar 7,3 persen, dengan OA sebagai bentuk yang paling dominan.

Baca juga: Mengapa Lutut Lansia Sering Terasa Nyeri? Begini Penjelasan Dokter dan Cara Atasinya

Menariknya, gejala OA kini mulai muncul di usia lebih muda—bahkan pada kelompok 15–24 tahun.

Penanganan osteoartritis memerlukan pendekatan menyeluruh, mulai dari terapi non-obat, pengobatan medis, hingga tindakan operasi bila dibutuhkan.

Dokter juga menyarankan perubahan gaya hidup, seperti menjaga berat badan ideal, rutin olahraga ringan seperti berenang atau bersepeda, serta memperbaiki postur tubuh.

Obat pereda nyeri seperti antiinflamasi non-steroid (NSAID) memang dapat membantu, namun penggunaannya dalam jangka panjang berisiko bagi ginjal, hati, dan saluran pencernaan.

Dalam jangka panjang bisa memicu gangguan ginjal, hati, bahkan sistem pencernaan sehingga banyak pasien kini mulai mencari pendekatan yang lebih aman dan bisa dilakukan mandiri di rumah.

Salah satu pendekatan non-farmakologis yang semakin diminati adalah Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (Tens).

Terapi ini memanfaatkan impuls listrik frekuensi rendah yang dikirim melalui kulit untuk meredakan nyeri, meningkatkan aliran darah, dan merelaksasi otot.

Tens bekerja melalui dua mekanisme utama yakni stimulasi endorfin berupa impuls frekuensi rendah memicu pelepasan hormon alami pereda nyeri dan blokade sinyal nyeri yakni frekuensi tinggi mengaktifkan saraf sensorik yang mencegah sinyal nyeri mencapai otak.

Sejumlah studi telah menunjukkan efektivitas terapi ini.

Penelitian pada 2019 yang dimuat di Archives of Physical Medicine and Rehabilitation menyebutkan bahwa TENS dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan kemampuan berjalan pada penderita OA ringan hingga sedang.

Studi lain oleh Iijima (2020) menunjukkan peningkatan kemampuan naik tangga, dan riset tahun 2022 oleh Lawson menemukan bahwa penggunaannya membantu aktivitas sehari-hari seperti bangkit dari duduk terasa lebih ringan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved