Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Thailand Vs Kamboja

Penuhi Konvensi Ottawa, Kamboja Bakal Sisir Ranjau Ilegal yang Mereka Tanam di Wilayah Thailand

Thailand mengklaim Kamboja mulai menunjukkan sikap yang lebih kooperatif dalam hal kerja sama penjinakan ranjau yang melanggar Konvensi Ottawa

Penulis: Bobby W
Editor: Tiara Shelavie
Tangkap Layar Youtube Thairath
KESEPAKATAN KAMBOJA THAILAND - Pihak Thailand yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Amorn Bunsuya, Komandan Wilayah Angkatan Darat ke-1 (berada di sebelah kanan) dan pihak Kamboja dipimpin oleh Jenderal Aek Som-on, Komandan Wilayah Militer ke-5 (berada di sebelah kiri) membagikan MoU pada hari Jumat (22/8/2025) dalam Rapat luar biasa Komite Perbatasan Regional (RBC) Thailand-Kamboja yang menghasilkan keputusan untuk menyetujui pelaksanaan 13 kesepakatan yang telah dicapai dalam rapat GBC sebelumnya di Malaysia pada 7 Agustus 2025 lalu. 

TRIBUNNEWS.COM - Tekanan dari dunia internasional akhirnya membuat pemerintah Kamboja memenuhi aturan Konvensi Ottawa yang telah mereka langgar selama masih menjalani kesepakatan gencatan senjata Thailand.

Konvensi Ottawa merupakan perjanjian internasional yang disetujui pada Desember 1997, yang melarang penggunaan, produksi, penyimpanan, serta penyebaran ranjau anti-personel, sekaligus mewajibkan penghancuran stok ranjau yang dimiliki negara-negara peserta.

Tujuan utama konvensi ini adalah menghentikan penggunaan ranjau darat anti-personel secara global dengan cara membersihkan wilayah yang terkontaminasi, memberikan bantuan kepada para korban, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya ranjau.

Menurut ketentuan Konvensi Ottawa, Kamboja dianggap melakukan pelanggaran karena tiga insiden ranjau darat yang menimpa personel militer Thailand.

Peristiwa ini terjadi pada 16 Juli, 23 Juli, dan 9 Agustus 2025 di wilayah perbatasan, khususnya di kawasan Chong Bok dan Chong An Ma, Provinsi Ubon Ratchathani, serta di daerah Chong Don Ao–Krisana, Kabupaten Kantharalak, Provinsi Si Sa Ket.

Akibat ledakan ranjau tersebut, sebanyak sebelas tentara Thailand mengalami cedera serius.

Imbas kejadian ini, pada 11 Agustus 2025 lalu, Kementerian Luar Negeri Thailand tetap mengambil tindakan pelaporan diplomatik terhadap Kamboja atas pelanggaran Konvensi Ottawa.

Laporan ini ditujukan pada PBB jelang Rapat ke-22 antar negara yang tunduk dalam Konvensi Ottawa yang rencananya akan digelar di Jenewa, Swiss pada 1-5 Desember 2025 mendatang.

Menanggapi tekanan tersebut, Pemerintahan Kamboja akhirnya melunak.

Baca juga: Profil Putri Bajrakitiyabha, Anak Sulung Raja Thailand yang Terbaring Koma Hampir 3 Tahun

Hal ini disampaikan oleh Rasme Chalichan, selaku Wakil Menteri Luar Negeri Thailand pada Sabtu ini (23/8/2025).

Dikutip dari Thairath, Rasme, menyampaikan pernyataan kepada media Thailand bahwa Kamboja mulai menunjukkan sikap yang lebih kooperatif dalam hal kerja sama penjinakan ranjau, meskipun tetap menyangkal telah memasang ranjau baru.

Sebagai langkah konkret, Kamboja menyatakan kesediaan untuk melakukan survei bersama dengan Thailand guna mengidentifikasi area-area prioritas yang memerlukan penjinakan ranjau sepanjang garis perbatasan.

Mengenai inisiatif Tim Pengamat Sementara (IOT) dan usulan Tim Pengamat ASEAN (AOT), Rasme mengonfirmasi bahwa pemerintah Thailand menyambut baik kedua usulan tersebut.

Namun, ia menekankan pentingnya memahami perbedaan mendasar antara kedua format pengamatan ini.

Menurut informasi yang diberikan Rasme, Tim IOT nantinya akan terdiri dari atase militer negara-negara anggota ASEAN yang telah berada di kedutaan masing-masing di Thailand dan Kamboja.

Hal ini memungkinkan kunjungan ke lokasi secara segera tanpa prosedur administratif yang rumit.

Sementara itu, untuk Tim AOT, anggota pengamat dan personel militer akan dikirim langsung dari ibu kota negara anggota masing-masing.

Berdasarkan ketentuan hukum Thailand, proses pengiriman pengamat dari luar negeri memerlukan tinjauan hukum terlebih dahulu, yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pelaksanaan kunjungan ke lokasi.

Pada prinsipnya, Thailand mendukung kedua konsep tersebut.

Namun, diperlukan diskusi lebih lanjut untuk menetapkan format dan cakupan operasi bersama secara jelas dan spesifik.

Bagi Rasme,  yang terpenting adalah mekanisme pengamatan harus mampu bertindak cepat dan efektif dalam merespons situasi di lapangan sesuai dengan mandat perjanjian gencatan senjata.

Usulan AOT juga dapat diperbaiki lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitasnya.

Sementara itu, setiap peningkatan terhadap IOT harus dibahas dalam kerangka mekanisme Komite Perbatasan Umum (GBC), mengingat IOT merupakan kesepakatan bilateral antara Thailand dan Kamboja dengan Malaysia sebagai saksi.

Setiap perubahan terhadap kesepakatan IOT harus mendapatkan persetujuan resmi melalui rapat GBC kedua negara.

Kamboja Penuhi 3 dari 4 Tuntutan Thailand

Sebelumnya pada hari Jumat (22/8/2025) Rapat luar biasa Komite Perbatasan Regional (RBC) Thailand-Kamboja menghasilkan keputusan untuk menyetujui pelaksanaan 13 kesepakatan yang telah dicapai dalam rapat GBC sebelumnya di Malaysia pada 7 Agustus 2025 lalu.

Melalui rapat tersebut, Kamboja juga menerima tiga dari empat usulan tambahan yang diajukan oleh Thailand, yaitu kerja sama penjinakan ranjau, pemberantasan sindikat penipuan berbasis call center, serta pembentukan tim koordinasi tingkat lokal.

Baca juga: Daftar 50 Cabor yang Dipertandingkan di SEA Games 2025 Thailand

Namun, usulan terkait penyelesaian isu pelanggaran Memorandum of Understanding (MoU) Nomor 43 tidak diterima dalam rapat ini.

Rapat luar biasa RBC tersebut diselenggarakan di Surasinghanat Camp Club, Lingkaran Militer ke-19, Provinsi Sa Kaeo, Thailand.

Pihak Thailand dipimpin oleh Letnan Jenderal Amorn Bunsuya, Komandan Wilayah Angkatan Darat ke-1, sedangkan pihak Kamboja dipimpin oleh Jenderal Aek Som-on, Komandan Wilayah Militer ke-5.

Rapat dimulai sekitar pukul 10.00 waktu setempat dan berlangsung selama satu jam.

Pukul 11.07, pintu ruang rapat dibuka kembali untuk memungkinkan media merekam momen penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara kedua pimpinan delegasi.

Berikut ringkasan hasil rapat luar biasa RBC antara Thailand dan Kamboja:

  • Kedua pihak sepakat untuk melaksanakan seluruh 13 poin kesepakatan yang telah dicapai dalam rapat GBC di Malaysia pada 7 Agustus 2025.
    Selain itu, kedua pihak juga membahas empat usulan tambahan dari Thailand, di mana tiga usulan diterima oleh Kamboja, yaitu:
  • Kedua pihak sepakat untuk bekerja sama dalam penjinakan ranjau kemanusiaan.
    Kesepakatan ini akan dibahas lebih detail pada rapat GBC berikutnya untuk menentukan mekanisme pelaksanaannya.
  • Kedua pihak sepakat untuk bekerja sama dan berkoordinasi dalam menangani kejahatan transnasional, khususnya sindikat penipuan berbasis call center.
    Kerja sama ini akan dilakukan melalui platform Kementerian Dalam Negeri Kamboja untuk berdiskusi dengan lembaga terkait di Thailand.
    Disepakati pula bahwa diskusi teknis lebih lanjut akan dilakukan pada rapat GBC berikutnya.
  • Kedua pihak sepakat untuk membentuk mekanisme penyelesaian masalah dengan mendirikan Kelompok Koordinasi (CG) dan Komite Perbatasan Kecamatan (TBC).
    Kedua mekanisme ini akan berfungsi sebagai pendukung Komite Perbatasan Regional (RBC) dalam menyelesaikan masalah di tingkat lokal.

Terkait penyelesaian isu pelanggaran MoU 43, pihak Kamboja meminta agar isu tersebut dibahas melalui mekanisme lain karena tidak berada dalam kewenangan RBC.

Pihak Thailand mengonfirmasi bahwa isu ini disampaikan kepada Kamboja sebagai bentuk pemberitahuan mengenai pentingnya penyelesaian isu tersebut, sekaligus menyatakan niat Thailand untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas.

Usai rapat, otoritas Thailand memimpin delegasi pengamat sementara (IOT) yang terdiri dari perwakilan delapan negara anggota ASEAN menuju Ban Nong Chan dan Ban Nong Ya Kaeo di Distrik Khok Sung, Provinsi Sa Kaeo.

Wilayah tersebut saat ini menjadi titik sengketa akibat dugaan pelanggaran wilayah oleh salah satu pihak.

Kunjungan ini bertujuan untuk memberikan gambaran langsung mengenai kondisi terkini di lokasi kepada para pengamat internasional.

(Tribunnews.com/Bobby)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved