Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Eks Kepala Intelijen: 50 Warga Palestina Wajib Mati untuk Gantikan 1 Orang Israel yang Tewas

Aharon Haliva, eks kepala intelijen Israel membongkar fakta pilu di balik genosida di wilayah Gaza, Palestina.

Penulis: Endra Kurniawan
RNTV/TangkapLayar
PEMBUNUHAN MASSAL - Suasana Kafe al-Baqa, sebuah lokasi berkumpul di pinggir pantai yang ramai di Gaza seusai dibom Israel pada Senin (30/6/2025). Petugas medis melaporkan bahwa antara 24 dan 36 warga Palestina tewas dalam serangan itu. Eks Kepala Intelijen membongkar fakta pilu di balik serangan Israel ke Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM - Aharon Haliva, eks kepala intelijen Israel membongkar fakta pilu di balik genosida di wilayah Gaza, Palestina.

Ia mengatakan, 50 warga Palestina wajib mati untuk gantikan 1 orang Israel yang tewas selama perang.

Sejak 7 Oktober 2023, militer Israel jual beli serangan dengan kelompok militan Palestina, Hamas.

Hamas pertama kali melancarkan serangan besar-besaran dari Jalur Gaza ke wilayah selatan Israel. Serangan ini dikenal sebagai Operasi Banjir Al-Aqsa.

Kembali ke pernyataan Aharon Haliva, ia menegaskan pihak Israel tidak peduli warga yang harus mati meskipun berasal dari kalangan anak-anak.

"Untuk semua yang terjadi pada 7 Oktober, 50 warga Palestina harus mati. Tidak masalah sekarang jika mereka anak-anak," katanya, dikutip dari The Guardian, Senin (18/8/2025).

Aharon Haliva melaporkan, jumlah korban tewas di Gaza menurutnya lebih dari 50.000 orang.

Ia dalam kesempatannya juga menyinggung banyak pemimpin dan media Israel menggunakan retorika genosida terhadap warga Palestina sejak serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober.

Termasuk menggambarkan mereka warga Palestina sebagai “hewan manusia” dan menyerukan penghancuran total Gaza dan pembersihan etnis.

Aharon Haliva menekankan, kampanye pembunuhan massal yang melibatkan anak-anak ilegal menurut hukum internasional.

Baca juga: Pendiri World Central Kitchen Kunjungi Jalur Gaza dan Israel

Siapa sosok Aharon Haliva?

Masih dikutip dari The Guardian, Aharon Haliva merupakan mantan intelijen militer Israel.

Ia mengundurkan diri dari jabatannya pada April 2024.

Aharon Haliva selama ini menampakkan dukungannya, terutama terkait angka jumlah korban yang dikumpulkan oleh otoritas kesehatan di Gaza.

Jumlah korban sering dikritik oleh pejabat Israel sebagai propaganda. 

Komentar Aharon Haliva tentang pembunuhan massal warga sipil Palestina tidak menjadi berita utama di media arus utama Israel lainnya. 

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved