Jumat, 3 Oktober 2025

Bom yang Mengubah Segalanya: Kebenaran Tentang 'Little Boy' yang Ratakan Hiroshima

kebenaran di balik pengeboman Hiroshima oleh AS dengan 'Little Boy'. Apakah pengeboman itu benar-benar untuk mengakhiri Perang?

Arsip Nasional AS
SISA BOM ATOM - Kerusakan di Hiroshima setelah bom atom 6 Agustus 1945. Beberapa bangunan masih berdiri, dan beberapa tiang telepon dan listrik masih utuh. Foto ini diambil pada bulan Maret 1946. 

AS memiliki kendali penuh atas langit.

Jepang telah menyerap bom molotov di 60 kota yang berbeda, dan Tokyo hanya memiliki korban tewas 100.000 jiwa.

Perekonomian Jepang runtuh, dan terjadi kekurangan pangan, bahan bakar, dan bahan baku yang meluas.

Jepang sedang menjajaki perjanjian damai dan ingin mempertahankan Kekaisarannya.

Mereka menghubungi Uni Soviet untuk menengahi perjanjian damai meskipun Uni Soviet belum menyatakan perang terhadap Jepang.

Uni Soviet akan segera memasuki perang; mereka secara resmi menyatakan perang terhadap Jepang pada 8 Agustus 1945.

Para cendekiawan dan sejarawan telah memperdebatkan logika di balik penggunaan senjata penghancur tersebut.

Banyak, seperti Herbert Feis, yang membela penggunaan bom tersebut.

Sementara yang lain, seperti sejarawan Amerika Martin Sherwin, mengatakan bahwa pengeboman tersebut memiliki motivasi politik yang kompleks.

Gar Alperovitz, seorang sejarawan dan ekonom politik revisionis Amerika yang kemudian menantang Herbert Feis dalam bukunya, Atomic Diplomacy: Hiroshima and Potsdam (1965), mengklaim kalau AS menggunakan bom atom untuk mendapatkan pengaruh geopolitik atas Uni Soviet.

Bom itu tidak diperlukan; itu adalah cara untuk memamerkan kekuatan militer AS kepada Uni Soviet, yang merupakan saingan ideologis Barat, dan mengirim pesan kepada Joseph Stalin, meskipun mereka berperang melawan musuh bersama, Nazi Jerman.

"Jepang sudah kalah dan siap menyerah… menjatuhkan bom sama sekali tidak perlu," kata Jenderal Dwight D. Eisenhower, Panglima Tertinggi Sekutu pada tahun 1963, mengenang kenangannya.

Ia menjabat sebagai Presiden AS pada tahun 1953, menggantikan Harry S. Truman.

"Kami tahu kami kalah. Kami tak punya senjata lagi untuk melawan. Partai perdamaian sedang berjuang keras di dalam pemerintahan untuk mengakhiri perang," kata Pangeran Konoe Fumimaro, mantan Perdana Menteri Jepang, dalam interogasi pascaperang.

Meskipun demikian, Presiden Truman tetap melanjutkan rencananya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved