Presiden Iran: Kami Tidak Pernah Berusaha Membuat Senjata Nuklir
Presiden Iran menegaskan kembali bahwa program nuklir negaranya bersifat damai dan semata untuk ilmu pengetahuan.
TRIBUNNEWS.COM – Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menegaskan bahwa negaranya tidak pernah berusaha mengembangkan senjata nuklir.
"Kami tidak menginginkan bom nuklir dan tidak akan pernah menginginkannya," ujar Pezeshkian dalam sebuah acara di Teheran pada Rabu (9/4/2025), mengutip Iran International.
"Kami menginginkan perdamaian, keamanan, dan dialog, tetapi dialog yang berakar pada martabat dan kemerdekaan."
"Kami tidak akan mundur dari pencapaian ilmiah dan teknologi kami."
Pezeshkian juga mengkritik negara-negara Barat atas apa yang disebutnya sebagai "penghasutan dunia ke dalam perang dan kehancuran" di bawah nama peradaban dan perdamaian.
Ia menegaskan, Iran tidak akan membiarkan pihak luar mendikte arah kebijakan negaranya.
Pernyataan tersebut, ia sampaikan dalam rangka pameran pengembangan teknologi nuklir yang digelar bertepatan dengan Hari Teknologi Nuklir Nasional.
Dalam acara tersebut, Pezeshkian juga meresmikan sejumlah proyek baru.
Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Mohammad Eslami, mengatakan bahwa negaranya tengah memasuki fase baru pengembangan nuklir, termasuk produksi radioisotop medis serta kemajuan di bidang pertanian dan pembangkitan listrik.
“Terlepas dari semua ancaman dan upaya sabotase, para ilmuwan kami terus melangkah maju dengan lebih kuat,” ujar Eslami.
Dalam pernyataan terpisah, Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran memperingatkan bahwa setiap ancaman terhadap program nuklir damai Iran akan dihadapi dengan respons yang "serius, tegas, dan destruktif."
Baca juga: Citra Satelit: Kapal Induk AS, USS Carl Vinson Mendekati Iran
Komisi tersebut, juga menegaskan kembali hak Iran atas teknologi nuklir berdasarkan Perjanjian Non-Proliferasi (NPT).
Pembicaraan Iran-AS
Komentar-komentar ini muncul menjelang pertemuan antara negosiator Iran dan Amerika Serikat yang dijadwalkan berlangsung pada Sabtu (12/4/2025) di Oman.
Pertemuan tersebut, akan membahas program nuklir Iran serta potensi keringanan sanksi.
Iran telah mengisyaratkan keterbukaan terhadap diplomasi, namun tetap berhati-hati terhadap niat AS.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut pertemuan tersebut sebagai peluang baru untuk diplomasi.
Mengutip Newsweek, Araghchi juga menegaskan, program nuklir Iran bersifat damai dan mengacu pada kesepakatan JCPOA, yang menyatakan janji Iran untuk tidak pernah mengembangkan senjata nuklir.
Sementara itu, Presiden AS, Donald Trump, memperingatkan bahwa Iran bisa menjadi ancaman besar jika kesepakatan tidak tercapai.
Menanggapi peringatan tersebut, Araghchi menegaskan, Iran tidak akan tunduk pada paksaan atau ancaman militer.
Ia menekankan, menghilangkan ancaman kekerasan sangat penting agar pembicaraan dapat membuahkan hasil.
“Iran masih memilih jalur diplomasi,” ujarnya.
Araghchi menambahkan, Teheran telah menunjukkan jalan ke depan jika AS benar-benar ingin mencari solusi yang sejati.
Menurut Iran International, program nuklir Iran kini telah mencapai tahap di mana negara tersebut, berpotensi memperkaya uranium dalam jumlah yang cukup untuk membuat beberapa senjata fisi nuklir hanya dalam beberapa minggu.
Meski demikian, cadangan uranium yang diperkaya masih berada di bawah pengawasan dan verifikasi Badan Energi Atom Internasional (IAEA), meskipun badan tersebut tidak lagi memiliki akses harian ke fasilitas pengayaan utama Iran di Natanz dan Fordow.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.