Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Netanyahu Tersenyum Lebar dengan Rencana Trump Ambil Alih Gaza, Sebut Ide yang Luar Biasa

PM Israel, Benjamin Netanyahu senang mendengar rencana Presiden AS, Donald Trump yang ingin mengambil alih Gaza dan mengusir warga Palestina.

Tangkapan layar YouTube White House
PERDANA MENTERI ISRAEL - Tangkapan layar YouTube White House yang diambil pada Rabu (5/2/2025), menampilkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, berbicara dalam konferensi pers setelah bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Donald Trump mengatakan AS akan mengambil alih dan memiliki Jalur Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM - Rencana Presiden AS, Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza disambut baik oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Netanyahu mengatakan tidak ada yang salah dengan gagasan Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza.

Padahal, dunia telah mengecam gagasan Trump untuk mengambil alih Gaza.

Menurut Netanyahu, warga Palestina di Gaza dapat pergi dan kembali lagi ke wilayah kantong itu.

Karena, lanjutnya, Gaza perlu dibangun kembali setelah perang yang berkecamuk di kantong tersebut selama hampir 16 bulan.

"Ide sebenarnya adalah mengizinkan warga Gaza yang ingin pergi untuk pergi," ujar Netanyahu kepada Fox News.

"Maksud saya, apa yang salah dengan itu? Mereka dapat pergi, mereka kemudian dapat kembali, mereka dapat pindah dan kembali lagi. Namun, Anda harus membangun kembali Gaza," lanjutnya.

Ide Trump untuk mengambil alih Gaza, kata Netanyahu, adalah ide yang luar biasa dan harus benar-benar dikejar.

Karena menurutnya, hal itu harus dilakukan demi menciptakan masa depan yang berbeda untuk setiap orang.

"Saya pikir itu harus benar-benar dikejar, diteliti, diusahakan dan dilaksanakan, karena saya pikir itu akan menciptakan masa depan yang berbeda untuk setiap orang," ungkap Netanyahu.

Baru dua minggu menjabat, Trump menghancurkan kebijakan AS selama puluhan tahun dengan pengumuman samar yang mengatakan bahwa ia membayangkan mengubah Gaza menjadi "Riviera Timur Tengah".

Baca juga: AS Mau Ambil Alih Gaza, 5 Pernyataan Donald Trump Soal Ide Gila Pindahkan Paksa Warga Palestina

Menurut Trump, masyarakat internasional dapat hidup berdampingan setelah hampir 16 bulan pemboman Israel menghancurkan jalur pantai tersebut.

Dikutip dari Al Arabiya, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt memuji usulan Gaza sebagai pemikiran "di luar kebiasaan" yang bersejarah.

Pada saat yang sama, Leavitt menarik kembali pernyataan Trump sebelumnya bahwa warga Gaza perlu dimukimkan kembali secara permanen di negara-negara tetangga.

Sebaliknya, Leavitt mengatakan bahwa warga Gaza harus “direlokasi sementara” untuk proses pembangunan kembali.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio juga mengatakan idenya adalah agar warga Gaza meninggalkan wilayah tersebut untuk masa “sementara” rekonstruksi dan pembersihan puing-puing.

Tidak jelas apakah Trump akan meneruskan usulannya atau hanya mengemukakan posisi ekstrem sebagai taktik tawar-menawar.

Masa jabatan pertamanya penuh dengan apa yang menurut para kritikus sebagai pernyataan kebijakan luar negeri yang berlebihan, yang banyak di antaranya tidak pernah dilaksanakan.

Usulkan Beri Warga Palestina Tanah Baru

Tak hanya ingin mengambil alih Jalur Gaza, Trump juga menyarankan agar warga Palestina yang berada di kantong tersebut diberikan sebidang tanah yang bagus, segar, dan indah.

"Mengapa mereka ingin kembali? Tempat itu seperti neraka," kata Trump, dikutip dari CNN.

Netanyahu, yang duduk di samping Trump di Ruang Oval, tersenyum saat Trump mengatakan hal tersebut.

Pandangan suram Trump terhadap Gaza sebagai rumah permanen bagi warga Palestina pasti akan memberikan bahan bakar bagi sekutu sayap kanan Netanyahu.

Di sisi lain, dua pejabat Arab menyatakan kebingungan terhadap saran dari Trump.

Mereka mengungkapkan kekhawatiran dan pesimisme segera setelah Trump menyatakan hal itu.

Baca juga: Alasan Utama Trump Ingin Ambil Alih Gaza, Cari Peluang Investasi hingga Ciptakan Lapangan Kerja

"Kasar, kasar, sulit dipahami dan dicerna," kata seorang pejabat.

Pejabat kedua mengatakan komentar tersebut dapat membahayakan kesepakatan gencatan senjata yang rapuh di Gaza, menekankan "implikasi mendalam dari proposal tersebut terhadap kehidupan dan martabat rakyat Palestina, serta Timur Tengah yang lebih luas."

"Realitanya tetap bahwa 1,8 juta orang di Gaza akan menolak inisiatif tersebut dan menolak untuk pergi," kata pejabat kedua yang enggan disebutkan namanya.

"Arab Saudi tidak mungkin mengejar perdamaian dalam situasi seperti ini, dan negara-negara lain mungkin mempertimbangkan kembali komitmen mereka terhadap Perjanjian Abraham," lanjutnya.

Sementara itu, komentar Trump mengundang skeptisisme dari para legislator kongres, termasuk beberapa orang dalam partainya sendiri.

Senator Partai Republik South Carolina, Lindsey Graham mengatakan sebagian besar wilayah South Carolina tidak senang dengan pernyataan Trump.

"Saya kira itu (mengambil alih Gaza) mungkin bermasalah. Namun saya akan tetap berpikiran terbuka," kata Graham.

Pernyataan Presiden Amerika yang mengklaim Gaza sebagai wilayah AS tampaknya tidak akan meyakinkan Hamas untuk segera kembali ke meja perundingan.

Trump mengatakan dia masih bertekad untuk membebaskan para sandera yang tersisa di Gaza.

"Kami ingin membebaskan semua sandera, dan jika tidak, itu hanya akan membuat kami semakin kejam," katanya.

Trump mengklaim berjasa atas kesepakatan gencatan senjata bagi para sandera yang dicapai beberapa hari sebelum ia menjabat – dan bahkan para pejabat di pemerintahan Biden yang akan segera lengser mengakui kedatangan Trump yang segera membantu memberikan tekanan pada Israel dan Hamas. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved