Konflik Palestina Vs Israel
Tiap Satu Jam, 6 Anak di Gaza Tewas akibat Serangan Israel, Total 3.760 Anak-anak Jadi Korban
Sejak serangan Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023, enam anak Palestina tewas setiap jamnya.
TRIBUNNEWS.com - Setidaknya enam anak di Gaza tewas tiap satu jam akibat serangan Israel.
Menurut data AlJazeera dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA) per 1 November 2023, enam dari 15 korban tewas setiap jamnya adalah anak-anak.
Sementara itu, hingga Kamis (2/11/2023) pukul 13.45 waktu setempat, total korban tewas di Gaza mencapai 9.061 orang.
Dari jumlah tersebut, 3.760 di antaranya adalah anak-anak dan 2.326 perempuan.
Berikut ini update jumlah korban tewas perang di Gaza:
Baca juga: Brigade Imam Hussein dari Garda Revolusi Iran Disebut Tiba di Lebanon, Israel: Mereka akan Menyerang
Korban di Gaza
- Korban tewas 9.061 orang: termasuk 3.760 anak-anak dan 2.326 perempuan
- Korban luka 32.000 orang: termasuk 6.360 anak-anak dan 4.891. women
Korban di Tepi Barat yang diduduki
- Korban tewas 132 orang
- Korban luka 2.000 orang
Korban di Israel
- Korban tewas 1.405 orang
- Korban luka 5.431 orang
Data tersebut dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan Palestina, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina, dan Layanan Medis Israel.
Banyaknya korban tewas dan luka-luka di Gaza diperburuk dengan situasi fasilitas kesehatan di sana.
Hingga Kamis kemarin, 51 dari 72 klinik utama di Gaza tak berfungsi.
Begitu juga dengan 16 dari 35 rumah sakit yang ada di wilayah kantong Palestina itu.
Diketahui, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejak 7 Oktober 2023, Israel menyerang 82 fasilitas kesehatan.
Israel Targetkan Kamp-kamp Pengungsi

Baca juga: Untuk Pertama Kalinya, Joe Biden Serukan Jeda Terkait Serangan Israel ke Gaza, Begini Penjelasannya
Jurnalis AlJazeera, Hisham Zaqout, melaporkan setidaknya ada 10 rudal Israel yang mendarat di kamp pengungsi Bureij, Kamis.
Serangan tersebut menewaskan 15 orang, menurut Pertahanan Sipil Gaza.
Jumlah korban tewas diperkirakan melebihi angka tersebut karena para pengungsi masih mencari orang-orang di bawah reruntuhan.
Penduduk setempat menggambarkan serangan tersebut membuat segalanya menjadi gelap.
Mereka tidak bisa melihat orang-orang di sekitar atau menilai kerusakan secara visual.
Bahkan, menurut seorang pengungsi, serangan Israel tersebut lebih buruk dari gempa bumi.
"Gempa bumi tidak seburuk ini," kata seorang pria kepada Zaqout.
"Jika kamu berada (sejauh) 200, 300 meter (dari lokasi), kamu juga mati. Apa yang terjadi tidak normal, ini bukan gempa bumi."
"Rudal-rudal ini ditembakkan ke warga sipil. Kita sering mendengar ungkapan di media: 'dilarang oleh hukum internasional'."
"Apakah tidak ada satu negara pun di dunia ini yang bisa melihat (penderitaan) rakyat Palestina," ujar dia menambahkan.
Usai serangan itu, seorang pria lainnya mengatakan ia sedang mencari saudara perempuan dan anak gadisnya.
Sementara yang lainnya duduk berjongkok di atas reruntuhan, terlihat pasrah.
"Kami hanya duduk di sini dan berharap keajaiban dari Tuhan."
Sebelumnya, pada Rabu (1/11/2023), Israel kembali menyerang Jabalia, kamp pengungsi terbesar di Gaza, Rabu.
Baca juga: Pasukan Khusus AS dan Israel Tewas Kena Jebakan Hamas di Gaza, Inggris Kerahkan Unit Elite SAS
Serangan tersebut merupakan serangan kedua setelah Israel juga menggempur Jabalia pada Selasa (31/10/2023).
Dalam serangan pada Selasa, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan lebih dari 50 orang tewas.
Sementara itu, Israel mengklaim telah membunuh seorang komandan Hamas dalam serangan itu.
Kamp padat penduduk di utara Gaza yang terkepung itu mencakup area seluas 1,4 kilometer persegi.
Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), ada sekitar 116.000 pengungsi terdaftar di kamp Jabalia.
Kepala Kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, mengecam serangan yang menargetkan Jabalia, setelah kunjungan dua hari ke Israel dan wilayah pendudukan Palestina.
"Ini hanyalah kekejaman terbaru yang menimpa masyarakat Gaza, di mana pertempuran telah memasuki fase yang lebih mengerikan dengan konsekuensi kemanusiaan yang juga semakin mengerikan," ujar dia dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AlJazeera.
Ia mengatakan, "Dunia tampaknya tidak mampu, atau tidak mau untuk bertindak.
Griffiths juga menambahkan, "Hal ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus. Kami membutuhkan perubahan langkah."
"Kami membutuhkan pihak-pihak yang bertikai untuk sepakat menghentikan sementara pertempuran."
Agar, lanjutnya, bantuan yang sangat dibutuhkan dapat masuk ke Gaza.
Militer Israel kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan jet tempur milik mereka telah menyerang kompleks komando dan kendali Hamas di Jabalia.
Israel mengklaim dalam serangan itu mereka berhasil menewaskan Kepala Unit Rudal Anti-tank Hamas, Muhammad A'sar.
"Hamas sengaja membangun infrastruktur di bawah, di sekitar, dan di dalam gedung-gedung sipil, dengan sengaja membahayakan warga sipil di Gaza," kata pernyataan itu.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.