Legislator PAN Ungkap Alasan Menolak Rencana Merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN, Abdul Hakim Bafagih, menolak rencana penggabungan Pelita Air dengan PT Garuda Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN, Abdul Hakim Bafagih, menolak rencana penggabungan Pelita Air dengan PT Garuda Indonesia (Persero).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pertamina, Hakim menilai Pelita Air tengah menunjukkan kinerja positif dan tidak selayaknya dilebur dengan Garuda yang masih menghadapi persoalan keuangan.
“Saya menolak dengan keras upaya penggabungan Pelita Air dengan Garuda Indonesia,” ujar Hakim dalam RDP, Kamis (11/9/2025).
Dia mengatakan baru-baru ini mencoba layanan Pelita Air dan membagikan pengalamannya di media sosial.
Menurutnya, respons publik menunjukkan citra positif maskapai tersebut.
“Saya coba sampling sedikit saja bagaimana tanggapan teman-teman tentang Pelita Air. Apik kabeh, Pak, salut saya. Bagus semuanya. Ini perusahaan lagi bagus-bagusnya, lagi cakep-cakepnya,” ungkapnya.
Hakim khawatir penggabungan Pelita dengan Garuda justru merugikan Pelita.
"Kalau kemudian digabungkan, di-merger atau aksi korporasi lain dengan perusahaan yang lagi terseok-seok, yang periode lalu saya ikut memutuskan upaya penyelamatan Garuda yang sampai sekarang tidak muncul perbaikan-perbaikannya, kasihan Pelitanya saya,” kata dia.
Dia pun menegaskan sikapnya menolak rencana tersebut.
"Maka dari itu, saya Abdul Hakim Bafagih, Anggota DPR RI dari Fraksi PAN, menolak upaya itu, menolak rencana itu, keberatan saya,” kata dia.
Menurut Hakim, opsi terbaik adalah menjadikan Pelita Air langsung sebagai anak usaha Danantara Asset Management (DAM), bukan dilebur dengan Garuda.
“Kalau memang mau di-spin off, dijadikan langsung anak usahanya Danantara, anak usahanya holding operasional PT DAM. Jangan kemudian jadi entitas di bawahnya Garuda atau melebur dengan Garuda. Ampun, Pak, ketularan remek, Pak. Pertamina harus bersuara. Saya takut, khawatir terseret Pelitanya nanti,” ucapnya.
Sebagai alternatif penyelamatan Garuda, Abdul Hakim mengusulkan opsi lain.
"Kalau mau menyelamatkan Garuda, takeover saja Citilink-nya. Masih banyak kok skema yang bisa ditawarkan,” tandas Hakim.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengatakan anak usahanya di sektor penerbangan, Pelita Air, akan digabung dengan Garuda Indonesia.
Keputusan tersebut diambil karena Pertamina ingin lebih fokus pada bisnis inti mereka di bidang minyak dan gas serta energi terbarukan.
"Pertamina akan lebih fokus kepada core bisnis Pertamina pada bidang oil and gas dan renewable energy," katanya saat rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Pelita Air akan di-spin off dan digabung dengan perusahaan lainnya yang sejenis.
"Dengan demikian, untuk beberapa usaha kami akan spin off dan tentunya mungkin akan di bawah koordinasi dari Danantara akan kita gabungkan clustering dengan perusahaan-perusahaan sejenis," ujar Simon.
"Sebagai contoh, untuk airline kami sedang penjajakan awal untuk penggabungan dengan Garuda Indonesia," sambungnya.
Tidak hanya sektor penerbangan, Simon juga mengungkapkan bahwa Pertamina akan melepas sejumlah bisnis lain yang tidak terkait dengan energi.
Beberapa di antaranya adalah anak usaha Pertamina di bidang asuransi, pelayanan kesehatan, hingga hospitality.
"[Tentu] akan mengikuti roadmap yang sudah dipersiapkan oleh Danantara," ucap Simon.
Sebelumnya pada 2023, rencana Pelita Air dimerger dengan Citilink sudah pernah mencuat.
Citilink merupakan maskapai low cost carrier (LCC) dan berada di bawah naungan Garuda Indonesia Group.
Kala itu, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, Pemerintah terus mengupayakan aksi korporasi merger antara Citilink dan Pelita Air.
Tiko, sapaan akrab Kartika, mengungkapkan terdapat 2 opsi terkait penggabungan maskapai-maskapai pelat merah tersebut.
Opsi pertama, lisensi Pelita Air akan masuk ke dalam Citilink. Dan opsi yang kedua, seluruh maskapai BUMN yakni Citilink, Pelita Air, termasuk Garuda Indonesia masuk ke dalam Holding Pariwisata atau InJourney.
Namun kembali lagi, jika memilih opsi kedua harus menunggu kondisi kesehatan keuangan Garuda Indonesia pulih sepenuhnya.
"Enggak (batal merger) itu masih dalam kajian. Jadi ada dua opsi, opsinya Pelita masuk secara lisensi ke Citilink, atau Pelita ke InJourney, itu masih dikaji," ucap Tiko kepada wartawan, (6/11/2023).
"Dari saya mau ke ujungnya atau ke Citilink, tapi tergantung dari kemampuan Garuda restrukturisasi, kita akan reviu akhir tahun apakah garuda sudah sehat akhir tahun ini," sambungnya.
Diketahui, Garuda Indonesia tidak bisa bergabung dengan InJourney karena masalah keuangan yang tak sehat.
Selain itu, Garuda Indonesia harus kuat dan berkembang secara size sebelum bergabung ke InJourney.
Meski begitu, penggabungan Garuda Indonesia ke InJourney akan dilakukan secepatnya.
Baca juga: Pertamina Sebut Pelita Air akan Digabung degan Garuda Indonesia
"Harus sehat. Karena kan sekarang ini baru saya reviu karena Garuda secara risk daripada rutenya sudah positif, artinya mereka sudah mulai casflow positif, tapi negatif ekuiti, jadi ekuiti itu kita bereskan dulu," pungkasnya.
Ketua Komisi VI DPR: Perubahan UU BUMN Selaras dengan Kebutuhan Transformasi |
![]() |
---|
Usai Surpres Diumumkan, Komisi VI DPR Tancap Gas Bahas Revisi UU BUMN |
![]() |
---|
Fraksi PAN Sebut Pidato Prabowo soal Solusi 2 Negara Palestina-Israel Bukan Sebatas Diplomasi |
![]() |
---|
Garuda Disuntik Triliunan, Tapi Masih Merugi: Legislator PAN Tagih Reformasi Internal Nyata |
![]() |
---|
Garuda Indonesia Laporkan Keuangan, DPR Soroti Kinerja Pascarestrukturisasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.