Senin, 6 Oktober 2025

Garuda Disuntik Triliunan, Tapi Masih Merugi: Legislator PAN Tagih Reformasi Internal Nyata

Garuda disuntik triliunan tapi masih rugi. DPR tagih reformasi internal, manajemen janji efisiensi dan transparansi dana.

Penulis: Reza Deni
Tv Parlemen
KINERJA GARUDA INDONESIA - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN, Abdul Hakim Bafagih, berbicara dalam RDP bersama direksi Garuda Indonesia di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025). Ia menyoroti belum adanya perbaikan signifikan pada kinerja Garuda meski telah disuntik dana triliunan rupiah. 

Ringkasan Utama

Legislator PAN Abdul Hakim Bafagih menyoroti kinerja Garuda Indonesia yang belum menunjukkan perbaikan signifikan meski telah menerima suntikan dana triliunan. Manajemen Garuda melalui Direktur Niaga Reza Aulia Hakim menyatakan pemulihan masih berlangsung dan fokus pada efisiensi serta transparansi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Abdul Hakim Bafagih, mengkritisi kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang dinilai belum menunjukkan perbaikan signifikan. Padahal, maskapai pelat merah tersebut telah menerima berbagai bentuk dukungan finansial dari pemerintah dan investor.

“Kalau 2022 lalu tidak ada Panja Penyelamatan Garuda, tidak mungkin ada Garuda saat ini. Namun, setelah mendapat suntikan PMN Rp7,5 triliun, IPO yang menyerap dana Rp4,75 triliun, hingga dukungan dari Danantara Rp6,65 triliun, perbaikan yang ditunjukkan belum signifikan,” ujar Hakim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama jajaran direksi Garuda Indonesia di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Hakim menyoroti bahwa meski EBITDA pada 2024 dan kuartal I 2025 tercatat positif, Garuda masih membukukan kerugian. Ia menyebut margin kerugian justru lebih besar dibanding tahun sebelumnya.

“EBITDA margin di 2024 sebesar 28,5 persen, di kuartal I 2025 turun jadi 27 persen. Nett loss marginnya justru lebih besar, sehingga kerugiannya jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,” tegasnya.

Sebagai catatan, EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur profitabilitas operasional perusahaan sebelum memperhitungkan beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Menurut penjelasan dari sumber keuangan korporat, EBITDA sering digunakan untuk menilai efisiensi operasional murni, namun tidak mencerminkan kondisi keuangan secara keseluruhan jika beban utang dan biaya non-operasional tetap tinggi.

Hakim juga mengungkap bahwa cadangan keuangan Garuda telah habis sejak 2021 dan sejak IPO 2011 belum pernah membagikan dividen.

Menurutnya, perbaikan tidak bisa hanya bergantung pada tambahan modal, melainkan harus dimulai dari internal perusahaan.

“Yang bisa memperbaiki Garuda adalah insan-insan di dalamnya. Perbaikan kultur perusahaan itu kunci. Kalau hanya disuntik dana tapi budaya kerja tidak berubah, sulit bagi Garuda untuk sehat kembali,” ungkapnya.

Hakim turut mempertanyakan kebijakan lama yang dinilai tidak produktif, seperti skema minimum jam terbang pilot dan awak kabin.

Ia menilai reformasi menyeluruh diperlukan agar beban perusahaan lebih efisien.

Selain itu, ia menolak wacana penggabungan Garuda dengan Pelita Air dan meminta penjelasan rinci terkait mekanisme dana Rp6,65 triliun dari Danantara.

“Saya ingin tahu Rp6,65 triliun dari Danantara itu mekanismenya apa? Apakah utang, rights issue, atau bagaimana?” ujarnya.

Baca juga: Menkeu Purbaya Bakal Kejar 200 Penunggak Pajak Senilai Rp 60 Triliun

Dalam RDP itu, Direktur Niaga Garuda Indonesia, Reza Aulia Hakim, menyampaikan bahwa proses pemulihan Garuda masih berlangsung dan membutuhkan waktu serta konsistensi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved