Asosiasi Pertekstilan Indonesia Tunggu Regulasi Baru dari Pemerintah Hambat Serbuan Barang Impor
Dalam situasi pasar global yang melemah, pasar domestik harus menjadi buffer atau bantalan industri.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong percepatan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) baru yang mengatur tata niaga impor, khususnya bagi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) seperti pakaian jadi.
Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastratmaja, mengingatkan bahwa lambannya revisi regulasi berisiko membuat banyak perusahaan TPT kolaps.
"Banyak perusahaan mengalami tekanan berat akibat masuknya barang impor dalam jumlah besar, sementara penegakan hukum terhadap pelanggaran impor ilegal masih sangat lemah," kata Jemmy dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).
Dikatakannya, jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa regulasi protektif, industri TPT bisa menghadapi gelombang PHK lanjutan, terutama di sektor padat karya yang jadi tumpuan jutaan pekerja.
Baca juga: PHK Massal Ancam Pekerja di Sektor Tekstil, KSPN: Pemerintah Harus Berantas Impor Ilegal
Jemmy mengapresiasi langkah Menteri Perdagangan Budi Santoso yang telah mendorong proses revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
Dalam pernyataannya kepada media (4/6/2025), Mendag menyebut revisi regulasi tersebut kini hanya tinggal menunggu penyelesaian administrasi.
Budi memastikan, perubahan regulasi tidak akan membuat Indonesia kebanjiran produk impor, terutama yang berkaitan dengan industri padat karya, sektor strategis, dan ketahanan pangan.
"Revisi Permendag ini krusial. Bukan hanya memberi kepastian usaha, tapi juga menyelamatkan jutaan pekerja. Kami menunggu hasil konkret dari proses yang telah diselesaikan Pak Menteri," tegas Jemmy.
Indonesia Jadi Target Impor Pakaian Murah
Jemmy juga mengingatkan, kebijakan reciprocal tariff yang diterapkan AS terhadap China dan negara-negara lain membuat Indonesia menjadi target baru bagi produk pakaian jadi murah.
Berdasarkan data nilai ekspor ke Amerika pada tahun 2023, ia menyebut China sebagai negara terbesar dengan menguasai 20,7 persen pangsa pasar ekspor dengan nilai sebesar 16,4 miliar dolar AS.
Lalu Vietnam 15,5 miliar dolar AS dengan pangsa 19,6%, Bangladesh (13,2% pangsa), sementara Indonesia dan India tertinggal jauh dengan hanya menguasai pangsa ekspor masing-masing sebesar 6,4% (5,1 miliar dolar AS) dan 6,2% (4,9 miliar dolar AS).
“Vietnam dengan jumlah penduduk hanya 35?ri populasi Indonesia ternyata mampu menjadi eksportir terbesar kedua pakaian jadi ke AS. Nilai ekspor mereka bahkan hampir tiga kali lipat lebih besar dari Indonesia. Ini menunjukkan bahwa skala penduduk bukan penentu, namun strategi kebijakan sangat berperan,” ujarnya.
Menurut Jemmy, dalam situasi pasar global yang melemah, pasar domestik harus menjadi buffer atau bantalan industri.
Ia menekankan perlunya regulasi yang adil dan pengawasan ketat demi melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor murah.
Soal Isu PHK Karyawan PT Gudang Garam, Ketua Umum KSPSI Soroti Dampak Rokok Ilegal |
![]() |
---|
PHK di Gudang Garam, 308 Pekerja SKM dan SKT karena Kapasitas Produksi Turun |
![]() |
---|
Kenaikan Cukai Diduga Memicu PHK Massal di Industri Rokok |
![]() |
---|
Soal Isu PHK Karyawan PT Gudang Garam, Menko Airlangga: Kami Akan Monitor |
![]() |
---|
Bantahan Gudang Garam soal Isu PHK Massal di Tengah Laba Perusahaan yang Terus Anjlok |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.