Senin, 6 Oktober 2025

Asosiasi Pertekstilan Indonesia Tunggu Regulasi Baru dari Pemerintah Hambat Serbuan Barang Impor

Dalam situasi pasar global yang melemah, pasar domestik harus menjadi buffer atau bantalan industri. 

Istimewa
PERMENDAG BARU - Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2024) malam. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong percepatan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) baru yang mengatur tata niaga impor, khususnya bagi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) seperti pakaian jadi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong percepatan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) baru yang mengatur tata niaga impor, khususnya bagi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) seperti pakaian jadi.

Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastratmaja, mengingatkan bahwa lambannya revisi regulasi berisiko membuat banyak perusahaan TPT kolaps.

"Banyak perusahaan mengalami tekanan berat akibat masuknya barang impor dalam jumlah besar, sementara penegakan hukum terhadap pelanggaran impor ilegal masih sangat lemah," kata Jemmy dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).

Dikatakannya, jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa regulasi protektif, industri TPT bisa menghadapi gelombang PHK lanjutan, terutama di sektor padat karya yang jadi tumpuan jutaan pekerja.

Baca juga: PHK Massal Ancam Pekerja di Sektor Tekstil, KSPN: Pemerintah Harus Berantas Impor Ilegal

Jemmy mengapresiasi langkah Menteri Perdagangan Budi Santoso yang telah mendorong proses revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

Dalam pernyataannya kepada media (4/6/2025), Mendag menyebut revisi regulasi tersebut kini hanya tinggal menunggu penyelesaian administrasi.

Budi memastikan, perubahan regulasi tidak akan membuat Indonesia kebanjiran produk impor, terutama yang berkaitan dengan industri padat karya, sektor strategis, dan ketahanan pangan.

"Revisi Permendag ini krusial. Bukan hanya memberi kepastian usaha, tapi juga menyelamatkan jutaan pekerja. Kami menunggu hasil konkret dari proses yang telah diselesaikan Pak Menteri," tegas Jemmy.

Indonesia Jadi Target Impor Pakaian Murah

Jemmy juga mengingatkan, kebijakan reciprocal tariff yang diterapkan AS terhadap China dan negara-negara lain membuat Indonesia menjadi target baru bagi produk pakaian jadi murah.

Berdasarkan data nilai ekspor ke Amerika pada tahun 2023, ia menyebut China sebagai negara terbesar dengan menguasai 20,7 persen pangsa pasar ekspor dengan nilai sebesar 16,4 miliar dolar AS. 

Lalu Vietnam 15,5 miliar dolar AS dengan pangsa 19,6%, Bangladesh (13,2% pangsa), sementara Indonesia dan India tertinggal jauh dengan hanya menguasai pangsa ekspor masing-masing sebesar 6,4% (5,1 miliar dolar AS) dan 6,2% (4,9 miliar dolar AS).

“Vietnam dengan jumlah penduduk hanya 35?ri populasi Indonesia ternyata mampu menjadi eksportir terbesar kedua pakaian jadi ke AS. Nilai ekspor mereka bahkan hampir tiga kali lipat lebih besar dari Indonesia. Ini menunjukkan bahwa skala penduduk bukan penentu, namun strategi kebijakan sangat berperan,” ujarnya. 

Menurut Jemmy, dalam situasi pasar global yang melemah, pasar domestik harus menjadi buffer atau bantalan industri. 

Ia menekankan perlunya regulasi yang adil dan pengawasan ketat demi melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor murah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved