Jumat, 3 Oktober 2025

Industri TPT Tolak Bea Masuk Antidumping Benang POY dan DTY

Penerapan bea masuk antidumping ini mengacu pada rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan RI

|
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
TOLAK BEA MASUK - Suasana pameran industri tekstil dan garmen Indo Intertex 2023 di Hall C1, JIExpo, Kemayoran, Jakarta. Pelaku industri tekstil dan produk tekstil Tanah Air keberatan atas penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) atas produk benang filamen sintetik tertentu (POY dan DTY) yang diimpor dari China.  

Pemerintah Diminta Lindungi Industri Dalam Negeri

Sementara itu, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) meminta Pemerintah melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri sehubungan dengan terjadinya lonjakan tarif impor barang ke AS yang diberlakukan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta dikutip Kontan (20/4/2025) mengatakan, meski tarif untuk China dan Vietnam lebih tinggi, posisi Indonesia tetap tidak menguntungkan karena kalah bersaing dengan negara seperti India dan Pakistan yang mendapat tarif lebih rendah.

"Tambahan tarif ini tentu mengurangi daya saing kita secara signifikan. Bahkan, kita akan sangat kesulitan untuk bersaing dengan produk lokal AS meskipun kapasitas produksi TPT mereka terbatas," ujar Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta.

Redma menjelaskan, selama ini AS merupakan salah satu pasar utama ekspor benang dan kain dari Indonesia, termasuk benang filamen yang diproduksi oleh anggota APSyFI.

Namun, ruang ekspor semakin sempit sejak 2021 akibat praktik transhipment dari China yang membuat AS mengenakan tarif anti-dumping.

"Sekarang hanya sedikit anggota kami yang masih bisa ekspor ke AS," tambahnya. Dari sisi dampak, penurunan pesanan sudah mulai terasa meski belum terlalu besar karena ada masa penyesuaian selama 90 hari. 

Namun, gangguan produksi justru lebih dipicu oleh banjirnya pasar domestik oleh barang impor murah, bukan hanya karena penurunan ekspor.

Menurut Redma, tanpa adanya tarif baru pun, sektor TPT nasional saat ini sudah sangat tertekan. Karena itu, APSyFI mendesak pemerintah untuk lebih serius membela dan membenahi industri padat karya yang memiliki nilai tambah tinggi ini.

"Pemerintah yang sudah abai selama 10 tahun ini harus hadir dengan kebijakan yang konkret. Bukan hanya soal tarif dari AS, tapi juga membenahi hulu-hilir industri dalam negeri," katanya.

Salah satu hal mendesak menurut APSyFI adalah menjaga pasar domestik dari serbuan barang impor murah akibat oversuplai global.

“Pasar dalam negeri harus bisa jadi jaminan bagi produk nasional. Tapi sebelum itu, pemerintah harus bersih dari oknum pejabat yang punya kepentingan terhadap impor,” ujar Redma. (tribunnews/fin)

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved