Industri TPT Tolak Bea Masuk Antidumping Benang POY dan DTY
Penerapan bea masuk antidumping ini mengacu pada rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan RI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri tekstil dan produk tekstil Tanah Air menolak penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) atas produk benang filamen sintetik tertentu (POY dan DTY) yang diimpor dari China.
Ini karena hal tersebut berpotensi memperburuk kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional karena akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan terganggunya penyediaan stok bahan baku.
Selain itu hal tersebut juga dikhawatirkan akan menekan daya saing pelaku usaha, terutama usaha kecil dan merengah (UKM) yang sangat bergantung pada efisiensi bahan baku impor.
Penerapan bea masuk antidumping ini mengacu pada rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan RI.
Wacana Bea Masuk Anti Dumping terhadap benang POY dan DTY terus ditentang oleh para Industri tekstil karena akan berdampak pada ekosistem industri tekstil terberat akan gulung tikar sehingga menyebabkan PHK masal.
Salah satu produsen benang asal Bandung, Amril Firdaus mengungkapkan, permasalahan BMAD sudah dari setahun lalu berdasarkan dari surat penyelidikan dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
"Kami juga bersurat bahwa kami mengimpor bahan baku dalam hal ini POY dan apabila masuk anti dumping maka kami akan kesulitan bahan baku," ujar Firdaus di Bandung.
Firdaus mengungkapkan, kebutuhan benang dalam negeri berdasarkan hiring yang diketahuinya masih sangat jauh sekali angkanya.
"Apabila BMAD terhadap POY dan DTY tetap dilakukan maka sangat berimpact terhadap pabrik kami bahkan bisa langsung tutup karena bahan baku pasti naik," ujarnya.
Dia menjelaskan, saat ini dirinya mendapatkan untung sekitar 500-1.000 rupiah untuk hasil jadi barangnya apabila BMAD naik sebesar 5 persen saja maka modalnya akan naik sebesar 1.500 maka akan minus dan pasti akan menutup pabriknya.
"Kami meminta perlindungan kepada pemerintah untuk melindungi industri tekstil, apabila naik 5 persen saja kami sudah mati, sedangkan hasil laporan terakhir angkanya antara 5-40 persen," tegasnya.
Saat ini, dia bersama dengan ratusan industri tekstik lainnya tengah melakukan penolakan terhadap BMAD, serta telah mengajukan data data kepada KADI dalam hiring data.
Baca juga: Ekonom Ingatkan Gelombang PHK di Industri Tekstil, Pemerintah Jangan Hanya Kejar Tax Ratio
"Dampaknya akan sangat besar jika tetap di berlakukan BMAD ini, bukannya saya anti BMAD akan tetapi kalau BMAD itu dilakukan untuk produk jadi seperti kain atau garmen itu saya sangat setuju untuk melindungi industri tekstil di Indonesia," tegasnya.
Dia percaya apabila pemerintah lebih memperhatikan industri tekstil dia yakin Indonesia bisa bangkit dan bahkan menjadi negara swasembada tekstil.
"Saya yakin Indonesia bisa swasembada tekstil seperti tahun 1990an dimasa kejayaannya Indonesia bahkan China pun menjadi costomer Indonesia," ujarnya.
Industri Tekstil Terpuruk, Pemerintah Didesak Terapkan Bea Masuk Antidumping Minimal 20 Persen |
![]() |
---|
Bea Cukai Permudah Aturan Barang Bawaan Penumpang di Bandara, Seperti Apa? |
![]() |
---|
Berlaku 6 Juni, Hadiah Lomba dari Luar Negeri Kini Bebas Bea Masuk |
![]() |
---|
Ekonom Ingatkan Gelombang PHK di Industri Tekstil, Pemerintah Jangan Hanya Kejar Tax Ratio |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.