Pengusaha Pinjaman Online Akui Keberatan soal Pengaturan Besaran Maksimal Suku Bunga
AFPI mengaku keberatan jika besaran suku bunga maksimal pada platform pinjaman online (pinjol) diatur oleh regulator
Penulis:
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Ronald Andi Kasim mengaku keberatan jika besaran suku bunga maksimal pada platform pinjaman online (pinjol) diatur oleh regulator.
Ronald, yang juga menjabat sebagai direksi di salah satu perusahaan pinjol, menilai pembatasan suku bunga sama saja dengan membatasi kebebasan pemberi pinjaman dalam menentukan besaran dana yang ingin mereka salurkan.
"Kalau ditanya secara pribadi, saya kan juga anggota direksi salah satu platform, saya tidak mau diatur," katanya dalam konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
Baca juga: AFPI Beberkan Alasan KPPU Menduga Ada Kartel Penetapan Suku Bunga di Industri Pinjol RI
Ronald menjelaskan bahwa platform peer-to-peer (P2P) lending ini hanya sebagai perantara antara pihak yang punya uang dan yang butuh uang. Mereka bukan yang meminjamkan secara langsung.
Menurutnya, jika ada aturan pembatasan, artinya pihak platform ikut membatasi pihak pemberi pinjaman. Hal ini, kata dia, bisa merugikan usaha mereka.
"Kalau ada pembatasan artinya saya membatasi juga orang yang mau meminjamkan. Itu kan mengurangi usaha saya, jadinya ruginya di situ," jelasnya.
Selain itu, pembatasan suku bunga juga berdampak pada pemilihan pihak pemberi dana (lender).
Perusahaan harus mencari pemberi dana yang memiliki risk appetite yang rendah agar sesuai dengan batas bunga yang ditentukan.
Risk appetite adalah tingkat dan jenis risiko yang bisa diambil oleh perusahaan dalam rangka mencapai sasaran perusahaan.
"Jadi saya hanya bisa mencari lender yang risk-appetite-nya rendah juga, supaya match nih dengan borrower. Jadi kalau ditanya ke masing-masing platform pasti tidak ada satupun yang ingin diatur dari sejak kami berdiri 2017 sampai sekarang," ujar Ronald.
Meski keberatan, Ronald memahami alasan adanya pengaturan suku bunga maksimum, yaitu untuk membedakan pinjol legal dengan yang ilegal.
Pinjol ilegal kerap menetapkan bunga sangat tinggi, bahkan mencapai 4 persen per hari. Sementara itu, berdasarkan Surat Edaran OJK Nomor 19 Tahun 2023, suku bunga maksimal untuk pendanaan konsumtif dan produktif dibatasi besaran maksimalnya 0,3 persen per hari.
"Nah ini kalau kami tidak ada pengaturannya, termasuk pembatasan maksimum suku bunga tadi, ya tidak ada bedanya dengan yang ilegal," ucap Ronald.
Ia menilai peraturan mengenai pembatasan ini penting untuk diedukasi ke para platform pinjol dan masyarakat agar mereka tahu alasan di balik ini.
Ronald berharap suatu saat semua pemangku kepentingan di industri ini, dari mulai regulator hingga pelaku, bisa membasi pinjol ilegal sepenuhnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.