Minggu, 5 Oktober 2025

Orang Kaya RI Pindahkan Kekayaannya ke Luar Negeri, Ekonom Ungkap Sosoknya

Arus keluar dana dari Indonesia meningkat signifikan sejak Oktober 2024, terutama setelah rupiah terjun bebas pada Maret 2025.

Tribunnews/Jeprima
PINDAHKAN KEKAYAAN - Beberapa orang kaya Indonesia diam-diam memindahkan ratusan juta dolar AS ke luar negeri. Arus keluar dana dari Indonesia meningkat signifikan sejak Oktober 2024, terutama setelah rupiah terjun bebas pada Maret 2025.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa orang kaya Indonesia diam-diam memindahkan ratusan juta dolar AS ke luar negeri.

Hal ini diungkap dalam laporan Bloomberg yang dirilis pada 11 April 2025, di mana orang kaya tersebut menggunakan berbagai instrumen, mulai dari properti, emas, hingga mata uang kripto seperti USDT, untuk menyelundupkan kekayaan tanpa meninggalkan jejak. 

Data Bloomberg menyebutkan, arus keluar dana dari Indonesia meningkat signifikan sejak Oktober 2024, terutama setelah rupiah terjun bebas pada Maret 2025. 

Seorang bankir swasta mengungkap, kliennya yang memiliki kekayaan bersih USD 100–400 juta bahkan mengalihkan 10 persen portofolio mereka ke aset kripto. 

Baca juga: Sejumlah Tokoh Soroti Praktik Mafia yang Merugikan Kekayaan Negara

Sementara itu, firma penasihat keuangan melaporkan pemindahan dana ke Dubai dan Abu Dhabi mencapai USD 50 juta pada Februari 2025—naik lima kali lipat dibandingkan kuartal sebelumnya. 

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, meski laporan Bloomberg tidak menyebutkan siapa mereka, namun dapat diprediksi bahwa orang kaya Indonesia adalah konglomerat komoditas yang sekaligus bermain di sektor finansial, yang mana mereka sudah akrab dengan lobi global.

"Para pengusaha yang dimaksud dalam laporan Bloomberg bisa jadi adalah segelintir elite bisnis Indonesia yang menguasai sektor ekspor komoditas primer—seperti kelapa sawit, batu bara, nikel, atau karet—dan memiliki jaringan keuangan internasional," papar Achmad dikutip Senin (14/4/2025).

Ia menyebut, mereka adalah pemilik perusahaan-perusahaan raksasa yang menggurita di sektor perdagangan, perkebunan, pertambangan, serta perbankan atau investasi. 

"Kelompok ini akrab dengan transaksi lintas negara, memiliki akses ke pasar modal global, dan terbiasa membuka rekening di bank luar negeri atau menggunakan instrumen keuangan kompleks seperti derivatif, hedge fund, atau mata uang kripto," paparnya.

Menurutna, identitas mereka sebenarnya mudah dilacak karena lingkaran pengusaha yang bermain di dua sektor sekaligus (komoditas dan finansial) sangat terbatas. 

Misalnya, konglomerat pemilik tambang batu bara atau nikel yang juga menguasai perusahaan pembiayaan di Singapura, atau eksportir sawit dengan anak usaha di sektor perbankan offshore. 

Transaksi ekspor-impor mereka tercatat di Bea Cukai, sementara aliran dananya terekam di bank sentral atau lembaga keuangan internasional. 

"Keterlibatan mereka dalam skema pemindahan dana ke luar negeri seringkali terlihat dari pola transaksi yang tidak wajar, seperti pembayaran ekspor yang "ditahan" di rekening luar negeri atau penggunaan perusahaan cangkang di negara tax haven," tuturnya.

Tak Bisa Dibenarkan

Achmad menyebut, alasan yang dikemukakan para pelaku, seperti kekhawatiran terhadap disiplin fiskal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, ketidakstabilan politik, atau keinginan melindungi aset, tidak bisa dibenarkan. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved