Perkuat Industri Petrokimia Nasional, Pemerintah Diminta Tiru Korea Selatan
Industri petrokimia tengah menghadapi tekanan akibat meningkatnya impor bahan baku plastik dan produk jadi dengan harga dumping.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri petrokimia global menghadapi tantangan besar akibat lemahnya permintaan dan kelebihan pasokan.
Menghadapi krisis ini, pemerintah Korea Selatan melonggarkan regulasi untuk mendukung industri petrokimia, seiring banyaknya perusahaan petrokimia di negara tersebut banyak mengalami kerugian.
Sehingga, kawasan utama seperti Yeosu, Ulsan, dan Daesan ditetapkan sebagai Industrial Crisis Response Areas, agar mendapat akses bantuan finansial dan kebijakan strategis.
Strategi yang diterapkan meliputi restrukturisasi bisnis melalui insentif pajak, bantuan keuangan hingga 3 triliun won (USD 2,1 miliar), perpanjangan jatuh tempo pinjaman, serta pembebasan bea masuk minyak mentah untuk produksi nafta hingga akhir 2025.
Baca juga: Kemenperin Tunjuk Petrokimia Gresik Jadi Industri Percontohan Penggunaan Teknologi Dekarbonisasi
Pemerintah Korea Selatan juga mendorong investasi R&D dalam bahan kimia khusus bernilai tinggi dan ramah lingkungan, serta mempercepat pembangunan terminal etana dan tangki penyimpanan untuk memastikan pasokan bahan baku lebih efisien.
Di Indonesia, industri petrokimia juga tengah menghadapi tekanan akibat meningkatnya impor bahan baku plastik dan produk jadi dengan harga dumping.
Hal ini menurunkan utilisasi industri dalam negeri dan memperkecil pangsa pasar produk lokal.
Ketua Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), Suhat Miyarso, mengungkapkan dalam tiga tahun terakhir, industri petrokimia dan hilir plastik mengalami tekanan berat terjadi akibat penurunan pemasaran, rendahnya operating rate dampak dari banjirnya bahan baku impor, di tengah kondisi kelebihan supply bahan baku global serta naiknya harga bahan baku dan gas.
Ia menyebut, saat ini Inaplas mengajukan petisi safeguard LLDPE melalui KPPI-Kementerian Perdagangan.
“Saat ini, utilisasi produksi nasional Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP) hanya sekitar 60 persen, jauh dari kapasitas maksimalnya—masing-masing 1,2 juta ton dan 935 ribu ton per tahun. Akibat ketidakpastian pasar dan tekanan impor, beberapa proyek petrokimia besar yang direncanakan pada 2023 tertunda atau dikaji ulang,” terang Suhat dalam keterangannya, Selasa (11/2/2025).
Untuk mengatasi tantangan ini, Inaplas terus mendorong pemerintah menerapkan kebijakan yang melindungi industri dalam negeri, termasuk anti-dumping, safeguard, dan SNI wajib untuk produk petrokimia.
Ia menyebut, tanpa langkah strategis, industri petrokimia nasional akan terus tertekan. Sehingga, Indonesia bisa meniru kebijakan Korea Selatan untuk memperkuat daya saing dan keberlanjutannya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Jelaskan Maksud Impor BBM Satu Pintu |
![]() |
---|
Kapan BBM Tersedia Lagi di SPBU Swasta? Ini Jawaban Bahlil |
![]() |
---|
Sengit di Sidang Korupsi Gula: Hakim dan Jaksa Kompak Tolak Permintaan Terdakwa Hadirkan Tom Lembong |
![]() |
---|
BBM Langka di SPBU Swasta, Prabowo Panggil Bos Pertamina: Katanya Tak Ada Monopoli |
![]() |
---|
Menkeu Purbaya Bicara soal Industri Rokok Imbas Tingginya Cukai: Jangan Bunuh Industri Sendiri! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.