Sabtu, 4 Oktober 2025

Ribuan Karyawan Perhotelan Dibayangi PHK Imbas Pemangkasan Anggaran Kegiatan dan Perjalanan Dinas

Dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE mencakup potensi kehilangan lapangan kerja 104.000 orang.

|
freepik
TERANCAM PHK. Inpres Nomor 1 Tahun 2025 itu akan berdampak negatif bagi sektor perhotelan. Presiden Prabowo Subianto meminta pemda menekan anggaran untuk sejumlah kegiatan di luar, tak terkecuali perjalanan dinas. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Presiden Prabowo Subianto yang melakukan pemangkasan anggaran kegiatan hingga perjalanan dinas di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dinilai merugikan pekerja di sektor hotel dan restoran.

Adapun keputusan pemangkasan anggaran tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBN Tahun Anggaran 2025.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga, mengatakan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 itu akan berdampak negatif bagi sektor perhotelan.

Sebab akan menurunkan okupansi hotel, termasuk di Sulsel yang pada akhirnya menjadi beban berat bagi perhotelan.

Baca juga: Prabowo Pangkas Anggaran Perjalanan Dinas 50 Persen, KPK dan Pemprov Jakarta Langsung Laksanakan

Akibatnya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan banyak terjadi di industri perhotelan.

Di Sulsel, jumlah pekerja hotel dan restoran di bawah naungan PHRI sebanyak 29.100 orang.

Jika Inpres tersebut diberlakukan, kata Anggiat, maka bisa berdampak pada PHK sekitar 15 hingga 17 persen atau sebanyak 4 ribu lebih karyawan.

“Mau tidak mau akan dilakukan penghematan dari sisi jumlah karyawan. Agak ekstrem disebut akan ada PHK,” jelas Anggiat Sinaga dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) 2025 PHRI Sulsel di Hotel The Rinra Makassar, dikutip dari TribunTimur, Rabu (29/1/2025).

Anggiat mengatakan, pemotongan anggaran tidak hanya sebatas angka, tetapi akan memberikan dampak jangka panjang.

Pihaknya menyayangkan pemerintah mengeluarkan aturan tersebut tanpa memikirkan dampaknya di berbagai sektor, bukan hanya perhotelan.

“Sangat panjang mata rantai ketika pemerintah melakukan pemangkasan anggaran. Bukankan anggaran itu bagian dari stimulus pemerintah,” kata Anggiat.

“Akhirnya nanti, akan terjadi pemangkasan jumlah karyawan. Kalau terjadi pemangkasan karyawan, akan terjadi pengangguran. Kriminalitas bertumbuh, bukan ekonomi. Panjang sekali dampak ketika pemerintah melakukan pemangkasan,” tambahnya.

Selain itu, Anggiat memprediksi bahwa pemotongan anggaran ini juga akan menimbulkan banyaknya kredit macet. 

“Yang perlu dipikirkan akan ada banyak kredit macet, karena okupansi tidak sesuai pengembalian dengan pinjaman bank,” kata Anggiat.

Anggiat berharap aturan yang baru dikeluarkan pemerintah bisa dievaluasi atau dibatalkan.

Prabowo Minta Penghematan

Dalam Inpres yang diteken pada Rabu (22/1), Prabowo meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melakukan review sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. 

Pada diktum kedua Inpres tersebut, diterangkan jumlah efisiensi senilai Rp 306,6 triliun anggaran belanja negara, terdiri atas anggaran belanja kementerian/lembaga tahun 2025 sebesar Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun. 

Pada diktum ketiga angka 1, Prabowo menginstruksikan menteri dan pimpinan lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja kementerian/lembaga sesuai besaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indarwati. 

"Identifikasi rencana efisiensi sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi belanja operasional dan non-operasional, sekurang-kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin," tulis diktum ketiga poin 2. 

Namun, identifikasi rencana efisiensi ini tidak termasuk untuk belanja pegawai dan belanja bantuan sosial. 

Efisiensi diprioritaskan selain dari anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah, serta rupiah murni pendamping kecuali tidak dapat dilaksanakan sampai dengan akhir tahun anggaran 2025. 

Lalu, anggaran yang berasal dari PNBP Badan Layanan Umum kecuali yang disetor ke kas negara, serta anggaran yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan menjadi underlying asset dalam rangka penerbitan SBSN. 

"Menyampaikan hasil identifikasi rencana efisiensi anggaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Mitra Komisi DPR untuk mendapat persetujuan," tulis diktum ketiga angka 5. 

Tak hanya itu, Prabowo meminta pemda menekan anggaran untuk sejumlah kegiatan, tak terkecuali perjalanan dinas

Jumlah pemangkasan anggaran untuk perjalanan dinas ini mencapai 50 persen. Setidaknya dalam diktum keempat, ada 7 poin yang ditekankan untuk diefisiensikan. 

Pertama, membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion. 

Kedua, mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen.

Ketiga, membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional. 

Keempat, mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur. 

Kelima, memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.

Keenam, lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada kementerian/lembaga. 

Ketujuh, melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf b.

Perlu Perhatian Khusus

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat efisiensi anggaran pemerintah terkait belanja seremonial, Alat Tulis Kantor (ATK), hingga sewa kendaraan merupakan langkah positif untuk tingkatkan ruang fiskal.

"Misalnya soal belanja rapat dan seminar memang bisa digantikan dengan rapat online, jauh lebih murah dan efektif," ujar Bhima saat dihubungi Tribunnews, Selasa (28/1/2025).

Dia mengatakan, ATK bisa digantikan dengan tanda tangan dokumen secara digital dan ramah lingkungan juga tidak boros kertas. 

Sebab, selama ini beban belanja birokrasi cukup disorot karena menyumbang pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tambahan utang pemerintah.

Di sisi lain, ucap Bhima, efek negatif ke bisnis Meeting, Incentives, Convention and Exhibition (MICE) juga signifikan. Sebagian besar pelaku usaha MICE andalkan pendapatan dari acar pemerintah.

"Bahkan paska pandemi kondisi pendapatan dari sektor MICE belum sepenuhnya pulih. Dikhawatirkan ada risiko PHK di sektor jasa akomodasi dan makan minum imbas efisiensi belanja pemerintah," terang Bhima.

Dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE mencakup potensi kehilangan lapangan kerja 104.000 orang. Sementara dari sisi PDB setidaknya potensi MICE terancam hingga Rp103,9 triliun.

"Berharap dari wisman dan wisatawan saja kan tidak cukup ya, dengan gejolak geopolitik dan ekonomi global, maka belanja pemerintah memang diharapkan jadi motor pemulihan sektor MICE dan harapan itu pupus begitu ada efisiensi anggaran," tutur Bhima.

Bhima menyampaikan, perlu ada paket kebijakan khusus untuk kompensasi kehilangan potensi pendapatan sektor MICE misalnya berupa pemangkasan PPh 21 karyawan, diskon tarif listrik, hingga fasilitasi promosi event internasional.

Sebelumnya, dalam upaya menjaga stabilitas fiskal dan meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah menerapkan langkah efisiensi anggaran belanja K/L sebesar Rp 256,1 triliun untuk tahun anggaran 2025.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved