Jumat, 3 Oktober 2025

Ekonom Celios Sebut Moratorium Sawit Ciptakan Kontribusi Ekonomi Rp28,9 Triliun pada 2045

Bhima Yudhistira mengatakan, sawit Indonesia akan dijadikan pembenaran dari negara importir untuk tambah berbagai hambatan dagang

Editor: Dodi Esvandi
Tribunnews/Endrapta
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira ketika ditemui di Hotel Mercure, Jakarta, Kamis (25/7/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Instruksi Presiden Prabowo Subianto tentang perluasan kebun sawit dengan pembukaan lahan baru demi ambisi bioenergi sangat berisiko. 

Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan, sawit Indonesia akan dijadikan pembenaran dari negara importir untuk tambah berbagai hambatan dagang baik tarif maupun non-tarif. 

Ini seolah pemerintah dukung perluasan kebun sawit meski ada risiko deforestasi. 

“Saya kira itu blunder sekali. Apalagi era perang dagang, sawit Indonesia rentan jadi sasaran proteksionisme negara maju. Justru dengan adanya EUDR yang harus dipastikan itu kebun sawit nya tidak bertambah luas tapi tambah produktif. Jika masalah pak Prabowo ini soal produksi sawit, maka jawabannya bukan dengan perluasan kebun sawit baru atau ekstensifikasi lahan,” kata Bhima dalam keterangan tertulis Senin (13/1/2025).

Kata Bhima, masalah selama ini adalah produktivitas per lahan sawit yang rendah. 

Sawit di Indonesia secara rata rata hanya hasilkan 12,8 ton per hektar untuk tandan buah segar. 

Sementara di Malaysia bisa capai 19 ton per hektar tandan buah segar. 

Karena itu,  solusinya intensifikasi lahan, masalah teknologi pertanianya, pembibitan, sampai pupuk. 

Berdasarkan perhitungan Celios, moratorium perluasan kebun sawit punya banyak manfaat. 

Baca juga: Kejagung Umumkan Kasus Korupsi Baru Terkait Sawit Libatkan Pejabat KLHK, Bakal Ada Tersangka?

“Dampak implementasi kebijakan moratorium sawit ditambah skema replanting dinilai mampu menciptakan kontribusi ekonomi pada tahun 2045 yakni output ekonomi bertambah Rp 28,9 triliun, PDB Rp 28,2 triliun, pendapatan masyarakat naik Rp 28 triliun, surplus usaha Rp 16,6 triliun, penerimaan pajak bersih Rp 165 miliar, ekspor Rp 782 miliar, pendapatan tenaga kerja Rp 13,5 triliun, dan penyerapan tenaga kerja 761 ribu orang. Hasilnya jauh lebih positif dibanding skenario pembukaan kawasan hutan besar-besaran,” tutup Bhima.

Sebelumnya, Kementerian Kehutanan RI mengklaim ada potensi 20,6 juta hektar lahan hutan yang dapat digunakan. 

Sumber lahan tersebut adalah hutan lindung dan hutan produksi.

Wacana hutan cadangan pangan dan energi tersebut disampaikan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta akhir tahun lalu. 

“Ini hanya men-support terhadap apa yang dikerjakan Menteri Pertanian dan Menteri ESDM, yaitu dengan konsep hutan cadangan pangan dan energi. Kami telah mengidentifikasi dengan Menteri Pertanian, ada sekitar 20 juta hektar yang dapat digunakan,” ungkap Raja Juli.

Raja Juli Antoni juga mengatakan bahwa seluruh lahan hutan cadangan pangan dan energi adalah bagian dari proyek lumbung pangan/food estate. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved