Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kesaktian Pancasila dan Asta Cita: Saatnya Menjadi Ruh Kebijakan Negara

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2025 hendaknya bukan sekadar ritual kenangan atas peristiwa 1 Oktober 1965.

Dok Pribadi
JALAN PANCASILA - Ganjar Razuni, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional sekaligus Wakabalitbang DPP Partai Golkar. 

Pembukaan UUD 1945 lalu menempatkan nilai-nilai Pancasila sebagai pokok-pikiran dasar konstitusional yang mesti diwujudkan dalam penyelenggaraan negara.

Oleh karena itu, ketika Pancasila dianggap “sakral” pada setiap peringatan 1 Oktober, yang disakralkan seharusnya bukan ritual formal semata, melainkan kemampuan institusi dan masyarakat untuk mengaktualisasikannya. 

Pemikiran para pendiri negara memberi petunjuk penting mengenai hubungan antara Pancasila, demokrasi, dan HAM. Kesatuan Pancasila, demokrasi dan HAM ini kini dijadikan sebagai Asta Cita, yakni Delapan Misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, bahkan merupakan Asta Cita yang pertama.

Dalam kaitan ini, Bung Karno menempatkan Pancasila sebagai sintesis nilai-nilai nasional yang meliputi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dan keadilan sosial.

Sebuah visi yang menuntut demokrasi berkarakter kebangsaan dan humanisme. Di lain pihak, Mohammad Hatta menekankan kedaulatan rakyat dan konsep demokrasi kerakyatan yang tidak hanya politis tetapi juga ekonomi; bagi Hatta, demokrasi tanpa keadilan sosial dan kebebasan dasar warga (yang hari ini kita sebut HAM) adalah incomplete (tidak sempurna). 

Dari kedua pemikiran ini tersingkap satu garis besar: Pancasila menjadi kerangka etis — demokrasi adalah mekanisme politik untuk mewujudkan kedaulatan rakyat — dan HAM adalah tata nilai yang melindungi martabat individu dalam praktik demokrasi tersebut. Maka Pancasila, demokrasi, dan HAM bukan tiga domain terpisah, tetapi satu kesatuan normatif yang saling menguatkan. 

Pemerintahan baru yang merumuskan Asta Cita, menempatkan “Penguatan Ideologi Pancasila, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia” sebagai misi pembuka.

Ini adalah peluang politik yang jelas: bila konsisten diwujudkan, Asta Cita bukan hanya slogan politis melainkan kerangka kerja untuk memperbaiki gap pemahaman dan institusionalisasi Pancasila yang selama ini tumpul. 

Tetapi kata-kata tanpa kebijakan konkret akan kembali menghasilkan sertifikat simbolik semata. Untuk menjadikan misi pertama itu efektif, perlu transformasi kebijakan di beberapa bidang inti: kurikulum kebangsaan yang komprehensif dan terstandarisasi, penguatan indeks aktualisasi yang berbasis data, serta langkah-langkah penegakan HAM yang nyata dan melembaga agar hak warga negara tidak menjadi korban instrumentalitas politik. 

Secara hukum dan kelembagaan, landasan untuk tindakan itu tersedia. Pembukaan UUD 1945 memberi arah normatif; Keputusan Presiden Nomor 153 Tahun 1967 resmi menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila — yang sejatinya bermaksud mempertebal kesadaran bahwa Pancasila adalah perekat bangsa setelah ujian politik besar di tahun 1965. 

Namun legitimasi formal ini harus diikuti oleh legitimasi substantif: penghormatan terhadap HAM yang konsisten dengan nilai kemanusiaan Pancasila, dan demokrasi yang memungkinkan partisipasi rakyat yang bermakna, bukan hanya seremonial. Tanpa legitimasi substantif, setiap peringatan 1 Oktober akan tetap berada pada ranah retorika. 

Rekomendasi kepada Presiden 

Kondisi saat ini menuntut rekomendasi kebijakan yang tegas, juga realistis. 

Pertama, Presiden Prabowo Subianto perlu memerintahkan percepatan integrasi Indeks Aktualisasi Pancasila ke dalam perencanaan pembangunan nasional sehingga capaian Pancasila diukur dengan indikator yang jelas dan dipublikasikan secara berkala. 

Kedua, prioritaskan reformulasi kurikulum kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila di semua jenjang pendidikan—dengan metode yang tidak hanya menghafal sila tetapi menginternalisasikan praktek demokrasi deliberatif dan pemahaman HAM. 

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved