Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Program Makan Bergizi Gratis

Makan Bergizi Gratis: Manajemen Pertahanan Jangka Panjang

Program Makan Bergizi Gratis dinilai bukan sekadar populis, tapi strategi pertahanan nasional berbasis kualitas gizi anak bangsa.

Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
MAKAN BERGIZI GRATIS - Anak-anak menikmati makan bergizi gratis di sekolah. Program ini jadi fondasi ketahanan nasional, bukan sekadar proyek sosial. 

Kolonel Tek. Dr. Ir. Hikmat Zakky Almubaroq, S.Pd., M.Si.

  • Akademisi dan praktisi pertahanan 
  • Kepala Program Studi S2 Kelas Internasional Manajemen Pertahanan di Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI)

Profil Singkat:

Lulusan: Akademi Angkatan Udara (1994)

Gelar Akademik: Doktor dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Jabatan Sebelumnya: Kepala Subdirektorat Pengkajian Internasional di Lemhannas RI

Keterlibatan Nasional: Pernah menjadi anggota Tim Kajian Dewan Pertimbangan Presiden RI (2018)

Kiprah Internasional: Terlibat dalam berbagai forum seperti ASEAN Defence Senior Official Meeting (ADSOM), High Level Committee Malaysia-Indonesia (HLC MALINDO), dan lainnya

Aktif sebagai Pembicara: Di berbagai universitas seperti Telkom University, Universitas Mercu Buana, President University, dan Universitas Pendidikan Indonesia

Ia dikenal karena kontribusinya dalam bidang manajemen pertahanan, geopolitik, dan pendidikan strategis, serta aktif menulis dan berbicara di forum nasional dan internasional

TRIBUNNEWS.COM - Perdebatan soal alokasi anggaran ratusan triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi salah satu isu panas di ruang publik.

Kritik keras muncul, menuduh kebijakan ini sebagai proyek populis semata, bahkan disebut sekadar alat pencitraan politik. Kekhawatiran itu wajar, terlebih jika pelaksanaannya kelak tidak transparan, rawan inefisiensi, dan sarat kepentingan elektoral.

Namun, di tengah riuh kritik tersebut, ada pertanyaan yang sering terlewat: benarkah program gizi gratis ini sekadar pencitraan, atau justru strategi jangka panjang dalam manajemen pertahanan negara?

Gizi sebagai Fondasi Pertahanan

Sehebat apa pun kurikulum, secanggih apa pun alutsista, dan semegah apa pun pangkalan militer, semuanya akan rapuh jika generasi penerus tumbuh dengan gizi buruk.

Anak yang kekurangan gizi bukan hanya gagal menyerap ilmu, tetapi juga tumbuh menjadi sumber daya manusia yang lemah, baik secara fisik maupun kognitif.

Dalam jangka panjang, ini berarti Indonesia kehilangan cadangan kekuatan nasional, baik di ranah sipil maupun militer.

Riset internasional telah lama menegaskan hal ini. Sebuah studi di Nature (2023) menunjukkan bahwa intervensi gizi pada anak usia dini mampu meningkatkan skor perkembangan kognitif secara signifikan. UNICEF (2023) mencatat bahwa anak sekolah yang mengalami kekurangan gizi lebih sering absen, prestasinya rendah, dan produktivitasnya berkurang ketika dewasa. Sementara itu, Nutrition Reviews (2014) menegaskan bahwa defisiensi zat besi dan yodium berhubungan langsung dengan turunnya konsentrasi, daya ingat, dan performa akademik.

Dengan kata lain, pendidikan tanpa gizi ibarat mesin tempur tanpa bahan bakar, tidak akan pernah berfungsi optimal, bahkan tidak berfungsi sama sekali.

MBG dalam Perspektif Manajemen Pertahanan

Dalam kerangka manajemen pertahanan, program MBG dapat dipandang sebagai bagian dari strategi non-military defense. Pertahanan tidak hanya bicara senjata, tank, atau jet tempur, melainkan juga tentang ketahanan manusia. Konsep Total Defense menegaskan bahwa rakyat adalah komponen pertahanan paling vital.

Bangsa yang generasi mudanya sehat, cerdas, dan memiliki IQ tinggi karena gizi yang baik akan memiliki modal strategis untuk membangun kekuatan riset, teknologi, dan industri pertahanan. Sebaliknya, jika generasi muda tumbuh dalam kekurangan gizi, bangsa ini hanya akan melahirkan generasi penonton dalam panggung ekonomi dan pertahanan global.

Dengan demikian, menghentikan MBG sama artinya dengan melemahkan lini pertahanan negara sejak dari akarnya. Program ini tidak bisa dilihat sebatas proyek sosial populis, melainkan investasi jangka panjang dalam pembangunan manusia, pondasi utama dari pertahanan nasional.

Yang Harus Dikoreksi: Tata Kelola, Bukan Programnya

Tentu saja, kritik terhadap risiko populisme, potensi korupsi, atau pemborosan anggaran adalah hal yang sah. Namun, kritik yang konstruktif semestinya diarahkan bukan untuk menghentikan program, melainkan untuk memperbaiki tata kelolanya.

Ada beberapa hal yang harus dijaga secara ketat:

Transparansi anggaran: publik harus tahu bagaimana dana dikelola dan disalurkan.
Kualitas menu: makanan harus memenuhi standar gizi seimbang, bukan sekadar mengenyangkan.

Pemenuhan mikronutrien: zat besi, yodium, zinc, dan omega-3 jauh lebih penting ketimbang hanya nasi, sayur, dan lauk seadanya.

Distribusi yang adil: jangan sampai daerah tertinggal justru luput dari perhatian.

Pengawasan publik: keterlibatan masyarakat sipil sangat penting agar program ini tidak dibajak untuk kepentingan politik jangka pendek.
Dengan koreksi pada aspek implementasi, MBG bisa menjadi investasi jangka panjang yang nyata bagi bangsa, bukan sekadar slogan di baliho.

Waspada terhadap Narasi Penghentian MBG

Masyarakat perlu berhati-hati terhadap wacana penghentian program MBG. Menghapus program ini sama saja dengan memangkas investasi paling strategis: kualitas otak dan daya saing generasi penerus bangsa. Kita boleh berbeda pandangan politik, tetapi soal gizi anak seharusnya menjadi konsensus nasional.

Apalagi Indonesia sedang menghadapi bonus demografi. Momentum ini hanya bisa dimenangkan bila generasi muda benar-benar sehat, cerdas, dan tangguh. Jika gagal, kita justru akan menghadapi demographic disaster, ledakan jumlah penduduk usia produktif yang tidak mampu bersaing di panggung global.

Dalam konteks ini, MBG bukanlah sekadar “program nasi kotak,” melainkan strategi manajemen pertahanan jangka panjang untuk memastikan bahwa generasi emas Indonesia bukan hanya slogan, tetapi kenyataan.

Penutup

Di era persaingan global, pertahanan negara tidak cukup hanya dengan senjata modern. Kita membutuhkan rakyat yang sehat, berdaya, dan cerdas. MBG, jika dikelola dengan benar, adalah pondasi dari manajemen pertahanan berbasis manusia: rakyat sebagai bagian dari benteng pertahanan negara.

Singkatnya, ketahanan Nasional dan Pertahanan Negara dimulai dari meja makan anak-anak kita.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved