Tribunners / Citizen Journalism
Identitas dalam Era Digital: Saat Transformasi Menuntut Keteguhan Akar
PERURI jadi GovTech Indonesia, dorong transformasi digital nasional dengan semangat kedaulatan dan keamanan data WNI.
Editor:
Glery Lazuardi
Dwina Septiani Wijaya
- Direktur Utama Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia) sejak tahun 2017 hingga sekarang
Riwayat Pendidikan:
- Sarjana Teknik Sipil dan Perencanaan – Institut Teknologi Bandung (ITB)
- Magister – Trium EMBA Program (New York University, London School of Economics, HEC School of Management)
Karier Profesional
- 1990–1994: Manajer Risiko di Bank Niaga Jakarta
- 1994–2000: Manajer Portofolio di PT Bahana TCW Investment Management
- 2002–2009: Direktur Utama PT Bahana TCW
- 2009–2013: Direktur Keuangan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia
- 2013–2017: Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia
- 2017–sekarang: Direktur Utama Perum Peruri
Hal ini disampaikan dalam PERURI Bestari Festival 2025 dan disari oleh Wartawan
TRIBUNNEWS.COM - Di tengah gelombang transformasi digital yang kian deras, bangsa ini dihadapkan pada tantangan mendasar. Bagaimana berinovasi tanpa kehilangan jati diri.
Digitalisasi bukan sekadar soal efisiensi atau modernisasi, melainkan soal arah dan pijakan.
Ketika data menjadi komoditas dan identitas terancam larut dalam algoritma global, kita perlu kembali ke akar ke nilai, sejarah, dan semangat kedaulatan yang melahirkan institusi seperti PERURI.
Akar terutama di tengah globalisasi bicara transformasi semua terkait kepada perubahan. Justru back to roots pemahaman tentang akar itu penting. Ini berlaku di setiap aspek karena akar itu soal kekokohan tapi akar itu juga bicara mengenai identitas.
Roots kembali kepada transformasi PERURI. Seringkali kita transformasi itu untuk berubah jadi bukan kita atau kita transformasi for the shape ya kita kalau tidak berubah tidak enak lebih kepada fomo. Padahal ini penting dijaga.
Pertama, kita transformasi relevan menuju kemajuan di masa depan itu dengan tetap harus berpijak. Kalau kita tidak berpijak itu kita nanti oleng entah itu kita jadi orang dan kita kehilangan identitas.
Yang kedua, kita juga harus tahu kenapa kita harus berubah. karena banyak hal kita ingin berubah saja seringkali kita jadi meninggalkan tradisi. Jadi bagaimana tradisi dan hal yang baru ini. Dalam segala hal kembali ke akar atau mengingat akar kita itu menurut saya sesuatu yang paling basic.
Saya ambil contoh, kita tahu PERURI cetak uang terus kalau PERURI ke digital mana nyambungnya. Jadi harus kembali ke akar dałam transformasi. Saya melihat belajar dari sejarah PERURI, identitas PERURI.
Dan kenapa founding father insist sekali punya pabrik cetak uang sendiri. Kalau kita tahu di negara sekitar itu mereka yang mencetak negara penjajah dan Indonesia dulu Belanda insist harus dicetak oleh Belanda.
Tapi founding father insist kita harus punya uang ori uang Indonesia yang punya PERURI harus diciptakan sejarahnya. Dulu dikejar-kejar, bubar lari lagi. Jadi benang merah itu apa. Identitas kita dicetak tidak tapi founding fathers itu membangun PERURI adalah untuk the Identity menjaga kedaulatan.
Menjaga kedaulatan ini yang akan terus relevan dengan perubahan zaman.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menciptakan Pembelajaran yang Menarik dan Efektif di Era Digital |
![]() |
---|
Kemendes PDT dan Peruri Teken Kerja Sama Percepatan Digitalisasi Desa |
![]() |
---|
Aplikasi SPBE Prioritas Sederhanakan Layanan Publik oleh ASN |
![]() |
---|
Konglomerasi Filipina Ayala Corp ke Indonesia, Ini yang Disodorkan GovTech RI |
![]() |
---|
Banyak Modal, Minim Akses: Tantangan Memulai Usaha di Era Digital |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.