Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Membenahi DPR Dimulai dari Pembenahan Partai Politik

pembenahan DPR harus dimulai dari partai politik melalui penguatan kelembagaan, meritokrasi, dan rekrutmen kader berkualitas.

Editor: Content Writer
istimewa
PEMBENAHAN DPR - Dr. Eddy Soeparno menegaskan pembenahan DPR harus dimulai dari partai politik melalui penguatan kelembagaan, meritokrasi, dan rekrutmen kader berkualitas. 

OIeh: Dr. Eddy Soeparno, Wakil Ketua MPR RI

Sudah lebih dari dua minggu masyarakat Indonesia marah besar kepada DPR RI dan para anggotanya. Diawali dari tayangan suasana riang gembira di sela Sidang Tahunan MPR, hingga respons serta narasi yang digunakan untuk menanggapi berbagai kritik yang dialamatkan ke DPR. Akhirnya masyarakat turun ke jalan untuk mencurahkan emosinya di berbagai daerah, selain Jakarta.

Gema “hapuskan tunjangan perumahan anggota DPR” bahkan sampai ke tuntutan “pembubaran DPR” ramai terlihat di berbagai alat peraga yang dibawa oleh pengunjuk rasa, maupun berita-berita di media sosial.

Setelah unjuk rasa beberapa hari yang juga memakan korban jiwa dan terindikasi “ditunggangi penumpang gelap”, yang ditandai oleh maraknya perusakan fasilitas umum dan penjarahan, akhirnya sejumlah anggota DPR dinonaktifkan terhitung 1 September 2025. Tunjangan perumahan anggota dewan pun disepakati untuk dihapus.

Masyarakat dapat bernapas lega bahwa Presiden Prabowo tetap terbuka untuk kritik dan koreksi sehingga tuntutan masyarakat tidak hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti dengan aksi nyata. Namun, pelajaran berharga apakah yang dapat kita petik dari peristiwa besar di bulan kemerdekaan ini? Apa yang menggerakkan masyarakat keluar dari rumah, kampus, dan lainnya ke depan pintu gerbang DPR RI?

Meski dapat dimaklumi gundahnya masyarakat sehingga lahir tuntutan pembubaran DPR, sesungguhnya permasalahan utama tidak serta-merta terletak pada DPR sebagai lembaga. Sesungguhnya partai politik yang memainkan peran sentral dalam menempatkan anggota DPR yang kredibel, kapabel, dan akuntabel. Khusus akuntabilitas, masyarakat menghendaki agar anggota dewan tidak hanya loyal kepada partainya, tetapi juga wajib bertanggung jawab kepada pemilihnya.

Kelembagaan dan Meritokrasi

Momentum saat ini tepat untuk melakukan otokritik terhadap diri sendiri oleh para pengurus partai politik, karena belum dapat melahirkan calon pemimpin yang diharapkan masyarakat. Masih ada jarak antara harapan dan aspirasi publik dengan kinerja para wakilnya di parlemen.

Dengan kata lain, partai politik memiliki pekerjaan rumah besar untuk menata kelembagaannya agar proses rekrutmen dan pendidikan kader dilakukan secara sistematis dan intensif. Tujuannya penting: menghasilkan SDM unggulan yang menjadi calon pemimpin untuk kemudian mengabdi di lembaga eksekutif atau legislatif.

Penguatan kelembagaan partai selain dari aspek manusianya, juga mencakup penataan sistem, proses, dan mekanisme pengambilan keputusan. Umumnya, ketiga elemen ini tertuang dalam AD/ART maupun peraturan pelaksanaannya, seperti peraturan partai yang wajib dijalankan oleh pengurus partai. Penguatan kelembagaan yang diikuti dengan demokratisasi internal partai sesungguhnya adalah jalan untuk memastikan perkaderan yang senapas dengan aspirasi masyarakat.

Data menunjukkan, partai yang memiliki rekam jejak keberhasilan di sejumlah kontestasi demokrasi seperti pemilu dan pilkada umumnya memiliki karakteristik pelembagaan partai yang kuat. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan pendidikan kader yang ekstensif serta ketaatan pada sistem dan mekanisme organisasi yang berlaku.

Kita bisa melihat di negeri tetangga seperti Singapura, di mana People’s Action Party (PAP) memiliki jalur politisi karier yang berfokus pada meritokrasi dengan kompetisi ketat antar kader, serta ditunjang sistem akuntabilitas yang tinggi. Selain itu, program pendidikan dan pelatihan para kadernya merupakan salah satu modal kekuatan PAP dalam menghadirkan sumber daya manusia terbaik di parlemen, yang banyak di antaranya menduduki kursi kabinet.

Ketika politik dibiarkan berjalan tanpa meritokrasi, hasilnya mudah ditebak: kualitas kepemimpinan menurun, kebijakan publik jadi tumpul, dan kepercayaan rakyat semakin menipis. Survei demi survei di Indonesia memperlihatkan partai adalah institusi dengan tingkat kepercayaan terendah. Masalah utamanya bukan rakyat yang apatis, melainkan partai yang gagal memberi teladan rekrutmen kader berbasis kapasitas.

Meritokrasi penting karena memastikan hanya mereka yang benar-benar kompeten, punya rekam jejak, dan visi jelas yang naik ke pucuk pimpinan. Bukti empiris dari studi politik komparatif menunjukkan, partai yang menyeleksi kader berbasis merit lebih mampu melahirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat ketimbang yang tunduk pada patronase. Dengan meritokrasi, publik melihat keadilan sosial nyata: anak nelayan, petani, atau buruh bisa sama-sama punya peluang, selama ia punya kapasitas.

Baca juga: Pastikan Tuntutan 17 + 8 Didengarkan, Eddy Soeparno: Kami Terus Berbenah

Merancang Ulang

Melihat semakin kompleksnya permasalahan yang ditangani negara saat ini, mulai dari penyediaan lapangan kerja, swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, hingga transisi energi serta pengelolaan perubahan iklim, maka penguatan kelembagaan partai adalah sebuah keniscayaan. Tidak lain karena masyarakat membutuhkan calon-calon pemimpin yang memahami isu dan permasalahan yang dihadapi, serta mampu menyajikan solusi yang dibutuhkan.

Di lain pihak, kita juga melihat lebarnya jarak antara masyarakat dengan anggota legislatifnya saat ini. Unjuk rasa di bulan kemerdekaan ini menunjukkan bahwa hubungan dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR berada di titik nadir. Berbeda sekali dengan kondisi di awal reformasi ketika masyarakat menjahit bendera partai dan menyablon kaos partai secara sukarela karena besarnya harapan mereka kepada sosok yang akan mewakili aspirasinya di Senayan kelak.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan