Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Solusi Atas Hak Lahan yang Terkena Dampak Rencana Jalan di DKI Jakarta

Masyarakat kerap mendapati luas lahan yang disetujui oleh Kanwil BPN menjadi lebih kecil daripada yang diajukan oleh masyarakat sebagai pemohon.

Editor: Choirul Arifin
dok. Kompas.com/Nirmala Maulana Achmad
ADUAN SENGKETA LAHAN - Warga menyampaikan aduan terkait sengketa lahan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke posko layanan di Balai Kota DKI Jakarta di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2022) pagi. Warga bernama Martina Gunawan mengadu karena kliennya memiliki masalah sengketa lahan dengan Pemerintah Provinsi DKI. 

Solusi Atas Hak Lahan yang Terkena Dampak Rencana Jalan di DKI Jakarta

Oleh: Audrey Lucretia S, S.H., M.H., M.Kn.*)

KETIKA mengajukan permohonan hak atas lahan atau mengurus sertifikat tanah ke Kantor Pertanahan (Kantah) maupun maupun ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN), masyarakat atau pemohon sering kali menghadapi persoalan terkait adanya perbedaan luasan lahan yang diajukan dengan yang disetujui oleh Kantah/Kanwil BPN.

Yaitu, luas lahan yang disetujui oleh Kantah/Kanwil BPN menjadi lebih kecil daripada yang diajukan oleh masyarakat sebagai pemohon.

Hal ini terjadi karena seringkali lahan yang diajukan tersebut terkena dampak rencana jalan sebagaimana ditunjukkan atau disebutkan dalam Informasi Rencana Kota (IRK).

Definisi mengenai Informasi Rencana Kota (IRK) yang juga dikenal dengan istilah Keterangan Rencana Kota (KRK) dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Namun, sejak tanggal 2 Februari 2021, PP Nomor 36 Tahun 2005 ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, serta digantikan dengan PP 10 Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Definisi mengenai IRK dalam Pasal 1 butir 10 PP Nomor 16 Tahun 2021 adalah: “Keterangan Rencana Kota yang selanjutnya disingkat KRK adalah informasi tentang ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota pada lokasi tertentu.”

Dari definisi mengenai IRK/KRK di atas, dapat diketahui bahwa IRK/KRK terkait erat dengan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah tertentu.

Mengecilnya luasan lahan akibat terkena dampak rencana jalan yang disebutkan dalam IRK akan berdampak pula pada pengajuan atau permohonan perizinan-perizinan terkait bangunan (IMB/PBG) seperti misalnya: luas daerah perencanaan berkurang atau mengecil, total luas lantai bangunan mengecil, luas lantai dasar bangunan mengecil, dan lain sebagainya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa mengecilnya luasan lahan akibat terkena dampak rencana jalan mengakibatkan warga atau pemohon tidak dapat memanfaatkan lahan yang dimilikinya secara maksimal.

Untuk Provinsi DKI Jakarta, seiring dengan berjalannya waktu, banyak rencana jalan yang tidak dapat terealisasi bahkan sudah tidak lagi relevan.

Baca juga: OIKN Minta Pembangunan Infrastruktur dan Pembebasan Lahan Sesuai Jadwal

Hal ini terjadi karena adanya perubahan prioritas pembangunan, keterbatasan anggaran, serta dinamika kebutuhan tata ruang. 

Kondisi ini menyebabkan ketidakpastian hukum bagi pemilik lahan yang terdampak rencana jalan, karena meskipun proyek rencana jalan tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun status lahannya masih tercatat sebagai bagian dari rencana jalan.

Menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan Provinsi DKI Jakarta. Pergub ini berfungsi sebagai pembaharuan kebijakan tata ruang yang menggantikan ketentuan lama yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota.

Baca juga: DPR Minta ATR/BPN Punya Data Seluruh Pulau untuk Mitigasi Penjualan Ilegal

Melalui Pergub Nomor 31 Tahun 2022 ini, banyak rencana jalan yang tidak lagi relevan telah dihapus atau disesuaikan dengan kondisi eksisting. 

Kehadiran Pergub Nomor 31 Tahun 2022 ini tidak hanya memberikan arah pembangunan yang lebih adaptif, tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

Lahan yang sebelumnya terhambat karena status rencana jalan, kini dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan zonasi terbaru.  

Selain mengacu pada Pergub Nomor 31 Tahun 2022, pengurusan status hak atas lahan juga merujuk pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.

Peraturan ini menjadi dasar hukum nasional yang mengatur mekanisme pemberian, pengakuan, dan pemulihan Hak Atas Tanah.

Dalam konteks lahan yang sebelumnya terkena rencana jalan, Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 ini memberikan landasan prosedural untuk mengajukan permohonan hak atas tanah melalui tahapan yang diatur.

Dengan adanya peraturan ini, pemilik lahan memiliki jaminan kepastian hukum dan jalur administratif yang jelas untuk memulihkan hak kepemilikannya setelah status rencana jalan dihapus dalam IRK terbaru.

Berdasarkan apa yang telah disampaikan di atas, solusi atas hak lahan yang terkena dampak rencana jalan di Provinsi DKI Jakarta dapat dilakukan melalui serangkain prosedur sebagai berikut:

  1. Melakukan pengecekan lahan untuk memastikan bahwa lahan yang diajukan bukanlah merupakan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau belum pernah dilepaskan ke pihak manapun, untuk mendapatkan Informasi Rencana Kota (IRK), dan untuk memastikan bahwa status peruntukan lahan sesuai dengan rencana tata ruang kota. Pengecekan lahan dapat dilkukan melalui website: https://jakartasatu.jakarta.go.id
  2. Melakukan konsultasi ke Kantor Pertanahan (Kantah) atau Kanwil BPN untuk memperoleh arahan teknis terkait prosedur yang harus dilakukan.
  3. Melakukan pendaftaran pengukuran. Pengukuran lahan dilakukan oleh petugas dari Kantor Pertanahan (Kantah) atau Kanwil BPN, sesuai dengan kewenangannya.
  4. Melakukan pendaftaran persetujuan teknis (Pertek). Prosedur ini untuk memastikan bahwa lahan memenuhi seluruh persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan.
  5. Melakukan permohonan hak atas tanah.
  6. Melakukan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
  7. Melakukan Pendaftaran Surat Keputusan (SK) untuk Persertifikatan.

Setelah semua persyaratan terpenuhi, lalu dilakukan pendaftaran SK untuk penerbitan sertifikat lahan, selanjutnya Kantor Pertanahan (Kantah) menerbitkan sertifikat tanah secara elektronik sebagai bukti kepemilikan yang sah.

*) Penulis sehari-hari berprofesi sebagai advokat dan konsultan hukum pertanahan, tata ruang dan bangunan gedung. Menamatkan pendidikan S1 Hukum (SH), S2 Magister Hukum (MH) dan S2 Magister Kenotariatan (M.Kn.) di Universitas Jayabaya, Jakarta. Artikel ini sepenuhnya pendapat pribadi penulis.

 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan