Selasa, 7 Oktober 2025

Indonesia Masuk Daerah Rawan Bencana, Rahmat Saleh Minta Kebut Penerapan Sertifikat Tanah Elektronik

Rahmat Saleh meminta Kementerian ATR/BPN memprioritaskan percepatan sertifikat tanah elektronik di daerah rawan bencana. 

|
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
Dokumentasi
SERTIFIKAT TANAH ELEKTRONIK - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Rahmat Saleh. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendorong Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memprioritaskan percepatan sertifikat tanah elektronik di daerah rawan bencana.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rahmat Saleh, meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memprioritaskan percepatan sertifikat tanah elektronik di daerah rawan bencana. 

Rahmat Saleh menuturkan, secara geografi Indonesia terbilang sebagai negara dengan tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi. 

Baca juga: Kementerian ATR/BPN Kebakaran, DPR: Harus Pastikan Keberadaan Barang Bukti Terkait Kasus Pagar Laut 

Sebagai gambaran, dirinya mengungkap The World Risk Index tahun 2019 menyebut Indonesia berada pada peringkat 37 dari 180 negara paling rentan bencana.  

Namun di tahun 2021, Indonesia menjadi negara ketiga rawan bencana di dunia. 

Bahkan world risk report selama 3 tahun berturut-turut sejak tahun 2022 mencatatkan Indonesia negara kedua di dunia dengan risiko bencana tertinggi, hanya di bawah Filipina.

"Kerawanan bencana ini tentunya menjadi perhatian serius kita semua. Selain korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, tak kalah penting tentunya kita juga tak boleh luput atas status kepemilikan lahan dimiliki," kata Rahmat Saleh melalui keterangan tertulisnya, Selasa (11/3/2025).

Menurut Rahmat Saleh, program e-sertifikat yang diluncurkan pemerintah sejak tahun 2023 merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah menjaga hak masyarakat atas lahan dimiliki. 

Selain dapat meminimalisir pemalsuan dan perubahan data karena menggunakan teknologi enkripsi, sertifikat elektronik tentunya tidak rentan terhadap kerusakan fisik, termasuk saat bencana alam terjadi.

"Kalau hanya mengandalkan sertifikat berbentuk kertas, kerusakan atau kehilangan sangat mungkin terjadi saat bencana terjadi. Kita melihat langsung bagaimana banjir besar melanda Jabodetabek dan kota-kota lainnya di Indonesia beberapa hari lalu," kata Rahmat Saleh

Legislator PKS dari Dapil Sumbar 1 ini menyampaikan sepanjang 2024 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.107 bencana terjadi di Indonesia. 

Bencana pada tahun lalu didominasi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang. 

Sementara berdasarkan frekuensi kejadian, provinsi paling banyak terkena bencana antara lain Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. 

Ia mewanti-wanti potensi bencana di Indonesia pada tahun 2025 tetap memgkhawatirkan.

"Bukan hanya rawan banjir karena intensitas hujan yang cukup ekstrim saat ini, BMKG juga telah menyampaikan kecenderungan peningkatan instensitas gempa setiap tahunnya. 

Dia berharap Kementerian ATR/BPN dapat berkomunikasi dengan badan-badan pemantau bencana di Indonesia untuk melakukan percepatan program sertifikat elektronik di daerah rawan bencana. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved