Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Swasembada Pangan di HUT Kemerdekaan ke-80: Rekam Jejak 7 Bulan Pemerintahan Prabowo

Refleksi semangat kemerdekaan melalui pencapaian ketahanan pangan yang bersejarah.

Editor: Content Writer
Istimewa
SWASEMBADA PANGAN - Johan Rosihan, Anggota Komisi IV DPR-RI; Wakil Ketua Badan Penganggaran MPR-RI. 

Oleh: Johan Rosihan
Anggota Komisi IV DPR-RI; Wakil Ketua Badan Penganggaran MPR-RI

TRIBUNNEWS.COM - Pada momentum bersejarah peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-80 dengan tema "Bersatu Berdaulat Rakyat Sejahtera Indonesia Maju", bangsa Indonesia memiliki alasan kuat untuk bersyukur dan berbangga. Di tengah hiruk-pikuk perayaan kemerdekaan yang penuh makna, kita dapat merefleksikan pencapaian luar biasa dalam bidang ketahanan pangan yang telah diraih dalam tujuh bulan pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tema kemerdekaan tahun ini sangat relevan dengan capaian swasembada pangan, karena kedaulatan pangan adalah fondasi utama untuk mewujudkan rakyat sejahtera dan Indonesia yang maju. 

Seperti semangat para pendiri bangsa yang berjuang gigih untuk meraih kemerdekaan 80 tahun silam, perjuangan menuju swasembada pangan kini menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan. Jika dahulu para pahlawan berjuang mengusir penjajah fisik, kini pemerintahan baru berjuang mengusir "penjajahan pangan" yang selama ini membelenggu Indonesia melalui ketergantungan impor dan volatilitas harga yang merugikan rakyat.

Kemerdekaan Pangan: Dari Visi Menjadi Realitas

Ketika Presiden Prabowo Subianto mengucapkan sumpah jabatan pada 20 Januari 2025 di hadapan rakyat Indonesia, beliau mewarisi tantangan berat yang mengakar dalam di bidang pangan. Kondisi yang dihadapi sungguh memprihatinkan: harga beras mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Februari 2024 sebesar Rp 15.157 per kg, jauh melampaui daya beli masyarakat menengah ke bawah. Sementara itu, ketergantungan impor masih menjadi momok yang menghantui ketahanan pangan nasional, menciptakan kerentanan struktural yang mengancam kedaulatan bangsa.

Warisan masalah ini bukan sekadar angka statistik, melainkan cerminan dari krisis sistemik yang telah mengakar puluhan tahun. Petani Indonesia, tulang punggung produksi pangan nasional, terjerat dalam lingkaran setan harga input tinggi namun harga jual yang tidak menentu. Distribusi pupuk bersubsidi yang tidak efisien, praktek kartel di sektor pangan, dan lemahnya infrastruktur pascapanen menjadi beban berat yang harus segera diselesaikan.

Namun dalam semangat kemerdekaan yang sama seperti 80 tahun silam, pemerintahan baru ini bergerak cepat dengan strategi komprehensif dan terukur. Anggaran ketahanan pangan ditingkatkan drastis 21,9 persen menjadi Rp 139,4 triliun,  menunjukkan komitmen serius terhadap kedaulatan pangan yang tidak sekadar retorika politik, melainkan aksi nyata yang dapat dirasakan rakyat.

Langkah pertama yang diambil adalah melakukan pemetaan menyeluruh terhadap akar masalah ketahanan pangan. Tim ekonomi pemerintahan Prabowo mengidentifikasi lima pilar utama yang harus diperkuat: peningkatan produktivitas, perbaikan infrastruktur, reformasi distribusi, penguatan cadangan strategis, dan pemberantasan praktek kartel. Kelima pilar ini menjadi fondasi revolusi pangan yang sesungguhnya.

Rekor Bersejarah: Produksi dan Cadangan Terbesar 

Pencapaian paling membanggakan yang layak dirayakan di HUT Kemerdekaan ke-80 ini adalah produksi beras periode Januari-April 2025 yang mencapai 13,95 juta ton, tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Angka fantastis ini bukan hasil kebetulan, melainkan buah dari kerja keras dan strategi yang tepat sasaran. Proyeksi total panen 2025 diperkirakan mencapai 24,22 juta ton dengan peningkatan mencengangkan 26,02% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pencapaian ini menempatkan Indonesia sebagai produsen beras terbesar di Asia Tenggara menurut data USDA, mengalahkan Thailand dan Vietnam yang selama ini menjadi kompetitor utama. Keberhasilan ini tidak lepas dari implementasi teknologi pertanian modern, perbaikan bibit unggul, dan dukungan penyuluhan yang intensif kepada petani.

Angka ini bukan sekadar statistik kosong yang dibanggakan elit politik. Ini adalah bukti konkret bahwa Indonesia mampu mengandalkan kekuatan sendiri dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat, sebagaimana cita-cita kemerdekaan yang mengamanatkan bangsa ini untuk berdikari dan tidak bergantung pada bangsa lain. Setiap butir beras yang dihasilkan petani Indonesia adalah manifesto kemerdekaan yang sesungguhnya.

Keberhasilan ini juga tercermin dari meningkatnya produktivitas per hektar yang mencapai 5,2 ton gabah kering giling, naik dari rata-rata 4,8 ton pada periode sebelumnya. Inovasi varietas padi seperti Inpari 32, Inpari 42, dan Inpari 43 yang tahan hama dan penyakit serta adaptif terhadap perubahan iklim menjadi kunci sukses peningkatan produktivitas ini.

Cadangan Strategis Bersejarah

Di balik angka produksi yang mengesankan, pencapaian yang tidak kalah heroik adalah pengelolaan cadangan strategis yang mencatat rekor bersejarah. Bulog, sebagai garda terdepan ketahanan pangan nasional, mencatat pencapaian luar biasa dengan cadangan beras mencapai 3,95 juta ton per 11 Agustus 2025 - tertinggi sejak pendirian Bulog pada 1969, atau selama 56 tahun terakhir.

Rasio stok terhadap konsumsi nasional sebesar 24,3% melampaui ambang batas keamanan internasional yang ditetapkan FAO sebesar 20%, memberikan jaminan ketahanan pangan yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah republik ini. Cadangan sebesar ini mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional selama hampir 3 bulan, memberikan ruang manuver yang luas bagi pemerintah dalam menghadapi gejolak pasar atau bencana alam.

Pencapaian cadangan strategis ini bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas pengelolaan yang professional. Sistem pergudangan modern dengan teknologi controlled atmosphere dan monitoring digital memastikan kualitas beras tetap terjaga dalam jangka panjang. Rotasi stok yang teratur dengan sistem First In First Out (FIFO) menjamin beras yang didistribusikan kepada masyarakat selalu dalam kondisi prima.

Lebih penting lagi, cadangan ini tersebar merata di 34 provinsi dengan 478 gudang regional, memastikan akses yang cepat dan merata ketika dibutuhkan untuk stabilisasi pasar atau bantuan darurat. Jaringan distribusi yang mencakup 12.345 titik penjualan dan kerjasama dengan 5.032 outlet termasuk kantor pos memberikan jangkauan yang luas hingga ke pelosok nusantara.

Revolusi Pupuk: Mengatasi Kelangkaan Struktural

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan